Advertisement
Oleh: Rudolf Puspa, Teater Keliling Jakarta
Email: pusparudolf@gmail.com
Fani Dila Sari MSn menyutradarai aktris Farah Novita memainkan monolog karya Tentrem Lestari berjudul Balada Sumarah. Dalam pamonaspati PTI ini komunitas seni tanda tanya dari Aceh menjadi penyaji ketiga untuk skrip Balada Sumarah. Tahniah buat Tentrem Lestari yang mendapat kehormatan naskahnya digarap 3 kelompok yang barangkali tidak saling kenal.
Setiap menonton pentas teater yang mana peran wanita dalam situasi sedih, marah, kecewa dan sederet suasana batin yang berada dalam lembah penuh duka hampir jarang yang tidak mengexpresikannya melalui air mata. Jika dihubungkan dengan wanita pada kenyataan sehari-hari memang bisa dimaklumi. Walaupun secara pribadi sering aku mempertanyakan apakah cuma itu senjata wanita dalam berbagai tuntutannya. Namun sedikit ada terhibur ketika dalam demo2 banyak tokoh2 wanita mampu pidato dengan berapi-api tanpa air mata. Bisa dibayangkan seperti apa suasana demo jika 10 pembicara semuanya menghamburkan air mata? Ditambah polisi menghujani gas air mata pula yang menambah limbah air mata semakin deras.
Tapi barangkali pidato dalam demo memang kurang atau tidak terasa sebuah expresi dari batin yang menderita. Tidak terasa adanya jiwa yang tertekan dan seterusnya. Apalagi yang sering terdengar kabar burung menyebut demo bayaran. Sangat jauh berbeda dengan Sumarah yang sangat terobek2 harga diri, batin, jiwa selama bertahun2 dan juga yang paling menyakitkan menyandang anak PKI.
Aku sangat tergoda dengan tokoh Sumarah yang begitu menarik suasana kebatinannya sebagai salah satu anak bangsa besar yang bernama Indonesia yang harus menjalani hidupnya yang cukup tidak bisa dikatakan menerima keberuntungan. Bahkan menurutnya ia berada didataran paling rendah yakni menjadi TKW yang terlantar hingga ketika bawah sadarnya tak terbendung ia membunuh majikannya dan mendapat ganjaran hukuman mati. Kuselipkan pertanyaan kecil yakni lebih rendah mana dengan yang jadi pelacur, agen narkoba, koruptor? Ini satu permainan karakter yang sangat kaya dengan garis2 datar, lengkung, segitiga, trapesium dan sebagainya. Sebelum menjadi garis menurut ilmu seni rupa dibuat titik titiknya terlebih dahulu baru dihubungkan sehingga membentuk garis garis. Selanjutnya garis2 akan saling terhubung sehingga jadilah sebuah gambar lukisan atau kalau arsitektur design bangunan yang akan dibangun.
Aktris tentu perlu memiliki titik titik dari bangunan cerita yang selanjutnya menarik garis2nya dan terciptalah karakter dari perannya. Garis tidak selamanya lurus namun ada yang datar, miring, tegak, bulat, pendek panjang, yang kesemuanya akhirnya menjadi satu kesatuan yakni karakter peran. Selanjutnya bekerjasama dengan sutradara untuk mewujutkan design dari karakter yang sudah saling disepakati dan lahirlah apa yang dikatakan seni acting. Itupun terpulang dari sikap sutradara apa mutlak semua adalah dia yang menentukan sehingga aktor hanyalah anak wayang atau yang memberi kebebasan pemainnya berselancar yang tentu pada akhirnya sutradara juga yang memberikan keputusan final.
Bicara acting akan tidak lepas dari perbuatan manusia sehari-harinya yang jarang disadari. Itulah beda yang nyata ketika berbuat di panggung teater. Maka disebutlah sebagai seni acting yang jika dipelajari di sana ada kesadaran dalam berbuat. Kesadaran inilah yang akan menjadikan perbuatan aktor dipanggung disebut seni acting. Jika disebutkan sebagai karya seni maka diperlukan penataan gerak, suara, emosi yang teratur-terukur-terasa isi dari bentuk dan lakunya. Dalam hal inilah perlu banyak berlatih sehingga mampu menakar setiap expresi yang dilakukan. Akan terhindar dari segala laku yang berlebihan yang justu hanya muncul tanpilan tangis, teriak, tertawa, amarah, benci, cinta yang tong kosong berbunyi nyaring. Akan ketemu bagaimana membedakan tangis karena kecewa, marah, mengamuk, benci, bahkan kegembiraan yang penuh keharuan dan sebagainya. Karya teater bisa dikatakan sebagai pertemuan dari hati ke hati antara panggung dan audience. Komunikasi dua arah adalah menjadi salah satu pengikat sehingga pesan apapun dapat tersampaikan dengan tepat dan mengikat. Begitulah sebaiknya aktris Farah Novita mempersiapkan diri untuk lebih memahami teknik seni acting yang tentu bisa banyak belajar dari seorang sutradara yang kuliah pada perguruan seni. Pasti akhirnya akan segera mencapai apa yang dikatakan pakar seni yakni “seni dimulai ketika masalah teknik selesai”.
Monologer mesti terampil dalam pergantian peran. Harus dihindari waktu pergantian yang di panggung hitungannya adalah detik. Oleh karenanya sering pergantian tak perlu menggunakan pergantian costume yang butuh waktu; kecuali bila mampu berganti dalam hidungan detik. Dua tiga detik sudah terlalu lama. Dengan kecepatan tersebut maka penonton tak sempat tau sebelumnya bahwa mau berganti peran. Juga dalam menyambung perpindahan emosi permainannya kurang enak. Bahkan suara tangis jadi sulit dibedakan antara peran yang satu dengan yang kedua.
Ada keuntungan besar pentas karya teater ada penonton langsung seperti yang dilakukan komunitas seni tanda tanya Aceh ini. Hanya tentu saja jika di auditorium ketika ada satu dua penonton batuk tak akan terdengar jelas tidak seperti yang secara virtual. Batuk penonton walau hanya dua kali tapi jelas sekali terdengar sehingga tidak salah jika ada yang tanya lho “bocor” itu rekaman virtualnya karena virtual tentunya tidak off line.
Tata cahaya perlu menyadari bahwa pertunjukkan ini virtual yang berarti termasuk seni film. Film sangat peka dengan pengaturan cahaya karena adanya kamera yang lebih sensitif dibanding mata manusia. Terlalu kuat cahaya maka wajahpun jadi buram hingga tak jelas expresi mimiknya. Garis2 atau warna yang dibuat juru rias menjadi kabur akibat kekuatan sinar cahaya. Warna merah, putih, hijau dan lain sebagainya memiliki kapasitas yang berbeda dan ada efek yang berbeda pada wajah pemain. Dan celakanya hal ini sangat berbeda dengan tata cahaya di panggung. Oleh karenanya harus sangat terukur untuk menghindarkan kecelakaan. Demikian pula kejelian kameramennya perlu ditingkatkan agar tak terjadi peran terpotong hilang dada keatas dalam beberapa saat dan tentu sangat kelihatan.
Mohon maaf bila aku banyak mengkritisi hal-hal yang sedikit banyak dalam tataran elementer karena aku begitu ingin mendukung mendorong para seniman muda teater Indonesia terus melepas bebas menjangkau puncak gunung tertinggi. Maka Sumarah yang penuh derita namun adalah Sumarah yang tegar dan bicara lantang dihadapan dewan hakim. Hanya manusia tegar tanpa air mata yang bahkan senyum kemenangan yang mampu mengatakan siap menjalani hukuman mati. Bukan tipe wanita yang berkarakter menghiba-hiba meminta belas.
Bravo teman2 dari komunitas seni tanda tanya Aceh. Aku senang dengan nama seni tanda tanya untuk selalu mempertanyakan apa yang sedang terjadi dilingkungan hidup kita, bangsa dan diri sendiri. Maka bergegaslah selalu menjawab tanda tanya yang selalu menyertai kalian. Salamku.
Disetiap catatan yang aku tulis tak henti2nya aku ingatkan bahwa aktor harus selalu memulai mempelajari peran dengan menjawab pertanyaan “apa,siapa,mengapa,kapan,dimana dan bagaimana”. Dengan demikian kita bisa melihat dan merasakan secara utuh pemain dipanggung ini siapa sedang berada di mana dan kapan lalu apa sih yang sedang terjadi pada dirinya kemudian bagaimana menyampaikan. Mungkin di naskah tak ditulis umur berapa, tempat tinggal di mana, masih punya orang tua atau tidak, adik kakak atau masih bujangan, masih sekolah atau sudah kerja dan kerja apa, profesinya apa dan seterusnya seperti umumnya tiap kita punya catatan biografi. Jika di naskah tak ada maka aktor wajib mencari tau dan menetapkan sendiri. Jika ada akan menjadi bahan sangat kuat yang sangat berguna bagi menunjukkan karakter sang peran.
Parade monolog merupakan pestanya para seniman teater di Indonesia untuk berkiprah dan menjadikan pijakan kuat untuk tinggal landas menuju teater Indonesia seutuhnya bukan hanya bagi sesama seniman namun bagi seluruh bangsa Indonesia. Syukurlah bila berhasil merangkul yang tadinya tidak tau teater jadi kenal dan merasa membutuhkannya. Jadi mari ingat selalu bahwa penonton adalah bagian dari kerja seniman teater.
Selamat merdeka berkarya.
Jakarta 15 September 2021.