Catatan Pamonaspati 2021: Pentas Monolog Maria oleh Isbima Manado Sulawesi Utara -->
close
Pojok Seni
27 October 2021, 10/27/2021 04:08:00 PM WIB
Terbaru 2021-10-27T09:08:26Z
Resensiteater

Catatan Pamonaspati 2021: Pentas Monolog Maria oleh Isbima Manado Sulawesi Utara

Advertisement

Oleh: Rudolf Puspa, Teater Keliling

(email: pusparudolf@gmail.com)


pojokseni.com -  Bravo teater Isbima yang telah memainkan monolog “Maria” karya & sutradara Breyvi Talanggai dan dimainkan aktris Melva Kembuan.  Terima kase dang atas hidangan yang menyadarkan arti kehadiran pria dan wanita di bumi.


Mengangkat problem persamaan hak tanpa membedakan jender memang telah ada sejak zaman prasejarah yang mungkin ribuan tahun lalupun sudah ada namun tak tercatat. Saya sangat suka melihat sejarah negeri sendiri yang bicara tentang kedaulatan wanita dan pria adalah sama seperti tiap agama juga mengajarkan bahwa didepan Tuhan kita semua sama. Walaupun Tuhan Maha Pencipta telah menciptakan pria terlebih dahulu namun ketika memanggil pulang maka tak ada membedakan yang pertama atau yang kedua. Jika kenyataan di dunia ada perbedaan maka pertanyaannya siapa yang membuat aturan tersebut sejak awal?


Mengangkat cerita yang berkaitan dengan sejarah entah sejarah apapun yang ada di bumi yang kita kenal pastilah perlu menyadari bahwa kita telah tidak hidup dizaman tersebut. Itulah kekuatan sebuah pertunjukkan seni termasuk teater bahwa penyaksi pertunjukkan membutuhkan asupan yang positif dari yang disaksikan untuk hari ini. Inilah kekuatan pentas sejarah yang akan bermanfaat bagi yang hidup saat ini yang memiliki segudang problematik yang harus dipecahkan. Alangkah bahagianya bila sejarah masa lalu yang dihadapkan dimasa kini ternyata memberikan kekuatan untuk menjawab problem masa kini. Itulah kehebatan seni yakni mengajak melihat kebelakang untuk melangkah hari ini kedepan. 


Maria yang bicara di depan sidang dewan yang akan dimulai sungguh menyentuh perasaan tentang penyadaran bahwa dia adalah “perempuan”. Bahwa hidup ini bukan hanya milik pria. Maria mengingatkan tokoh pendidikan yang bernama Kartini dari Jawa yang juga di zamannya bergerak untuk kebebasan wanita sekolah. Jika benar Maria penerus tokoh pendidikan Maramis pastilah memiliki perjuangan yang sama walau di tempat dan waktu yang berbeda namun sama di suasana penjajahan Belanda.


Pertanyaan saya kepada penulis sekaligus sutradara adalah apakah problem itu masih hidup di tahun 2021 ini dimana anggota dewan sudah ada aturan sekian persen untuk wanita? Banyak pejabat tinggi dari ketua RT hingga presiden boleh dijabat wanita? Bahkan dibidang keras seperti tentara, polisi, satpam, satpol sudah bebas wanita punya tempat?


Namun demikian misi dari Maria tentu bisa ditemukan sangat relevan bagi masa kini sehingga sutradara perlu mengangkatnya.  Selanjutnya sang aktris Melva Kembuan sudah seharusnya memiliki misi yang kuat sehingga perlu mengingatkan bahwa masih ada tuan2 yang belum sadar bahwa ada wanita yang bukan sekedar pelengkap kehidupan saja. Dengan demikian maka akan terasa bagaimana Melva meluapkan rasa marahnya sehingga ketika ucapkan kata2 seperti misalnya “budak”, “selangkangan” dan seterusnya perlu memberi phrasing yang benar-benar terasa rasa benci atau amarah yang telah lama mendekam di hati sanubarinya. Jika memang sehari2nya tidak punya problem tersebut maka perlu melakukan observasi diluar dirinya hingga ketemu karakter seperti yang ada dalam diri Maria sehingga penonton melihat dan merasakan yang bicara adalah Maria Melva Kembuan yang sudah menyatu padu. Kehebatan aktris adalah daya “menjadi” nya. 


Untuk sampai pada daya “menjadi” yang kuat maka aktris memiliki banyak teknik vokal yang memang menjadi alat utama mengexpresikan segala pernak pernik batin karakternya. Maka artikulasi menjadi sangat penting. Tidak masalah soal dialek misalnya Melva  aktris asli Sulawesi utara maka berbahasa Indonesia Manado tidak masalah. Justru akan terasa lebih asli dan meresap pada diri dan menyentuh penikmatnya dari etis manapun. Namun sekali lagi yang utama adalah artikulasi. Harus berani dan tidak malu membuka bibir dan tidak kaku bergerak bibirnya sehingga pengucapan alpabet a,b,c dan seterusnya menjadi jelas. Untuk itu selalu jadikan kebiasaan tiap hari lakukan senam bibir hingga lidah. Gerakkan bibir atas bawah dan lidah kekiri kekanan lalu berputar, buka lalu mingkem serta lidahpun ikut kekiri kanan berputar dan sebagainya. Cobalah ngana pasti bisa.


Tata lampu perlu diperhitungkan agar warna wajah sesuai dengan expresi suasana batin peran. Demikian juga ilustrasi musik perlu diperhitungkan sehingga tidak menutup suara pemain. Sering kurang pas dengan expresi pemain sehingga terjadi saling tindih. Musik life sebenarnya lebih baik karena ada korelasi, komunikasi langsung perasaan pemain dan pemusiknya. Maka akan terwujut kapan harus keras pelan atau temponya cepat atau lambat. Maka ensemble dengan pemain terasa dalam mewujutkan suasana yang ingin dibangun pemain dan pemusik.


Karena ruang yang terbatas dan boleh dibilang full closeup dan kadang medium maka pemain perlu memperkuat permainan dengan alat tubuh yang bernama wajah dimana disana ada mata, telinga, hidung, mulut, pipi, jidat, rambut kepala. Bantuan kedua tangan pastilah akan menambah aksi teatrikal yang indah dan mengena dalam menterjemahkan suasana batin peran. Arah pandangan pemain memang harus ada kerjasama dengan kameramennya untuk menjawab kenapa pandang kearah kiri atau kanan. Bukankah ini layar film sehingga penonton hanya ada didepan pemain?


Disetiap catatan yang aku tulis tak henti2nya aku ingatkan bahwa aktor harus selalu memulai mempelajari peran dengan menjawab pertanyaan “apa,siapa,mengapa,kapan,dimana dan bagaimana”. Dengan demikian kita bisa melihat dan merasakan secara utuh pemain dipanggung ini siapa sedang berada di mana dan kapan lalu apa sih yang sedang terjadi pada dirinya kemudian bagaimana menyampaikan dan jika bisa juga menjawabnya. Mungkin di naskah tak ditulis umur berapa, tempat tinggal di mana, masih punya orang tua atau tidak, adik kakak atau masih bujangan, masih sekolah atau sudah kerja dan kerja apa, profesinya apa dan seterusnya seperti umumnya tiap kita punya catatan biografi. Jika di naskah tak ada maka aktor wajib mencari tau dan menetapkan sendiri. Akan sangat berguna bagi menunjukkan karakter sang peran.


Parade monolog merupakan pestanya para seniman teater di Indonesia untuk berkiprah dan menjadikan pijakan kuat untuk tinggal landas menuju teater Indonesia seutuhnya bukan hanya bagi sesama seniman namun bagi seluruh bangsa Indonesia. Syukurlah bila berhasil merangkul yang tadinya tidak tau teater jadi kenal dan merasa membutuhkannya.


Selamat bekarya habis-habisan. Puji Tuhan memberkati. Amin.


Jakarta 18 Agustus 2021.

Ads