Advertisement
Oleh: Akbar Munazif
Pernahkah, kita berpikir bahwa apa yang kita lewati dalam hidup ini adalah sebuah konstruksi besar yang dikendalikan di luar kuasa kita sendiri? Pertanyaan semacam ini, mungkin terdengar terlalu ribet, atau malah hanya pembelaan diri kita untuk terus bisa melenggang dalam hidup dengan nyaman. Yap, mungkin hanya bagi orang-orang yang mau bersusah-payah dalam hidupnya yang bisa melontarkan pertanyaan semacam ini dalam dirinya. Begitu banyak di luar sepengetahuan kita terjadi kasus tentang penindasan, saya pikir bukan mereka tidak mau melawan atau bersuara tentang apa yang menimpanya, melainkan ada usaha yang cukup sistematis yang dijalankan oleh sekelompok orang yang kepentingannya terganggu oleh suara-suara perlawan kelompok tertindas. Alhasil, segala upaya perlawanan tersebut menjadi komoditas yang dikomodifikasi sedemikian rupa, kemudian menutup suara-suara minor.
Setidaknya, hal ini yang menyerang pikiran saya ketika pertama kali disodorkan oleh seorang sahabat untuk mendengarkan sebuah lagu tentang perlawanan. Lagu tersebut secara jelas menyerang, sekaligus mengobok-obok pikiran saya saat mendengarkannya. Musik memang menjadi sarana yang cukup menjanjikan untuk berekspresi, melalui kekuatan lirik dan komposisi sebagai jembatan, untuk menyentuh dan menggerakkan para pendengarnya.
Seperti itu kiranya, sejauh yang bisa saya tangkap, apa yang tengah diusahakan oleh band Jimmy bulldog, mereka mengajak kita untuk terus melawan dan semakin berani membongkar ketidakadilan, dengan single yang baru mereka rilis beberapa waktu yang lalu “Picik”. Band yang bisa dikatakan baru dari sekian banyak band yang ada di tanah air ini. Mereka mencoba kembali melucut kita sebagai manusia untuk bangkit dan melawan, terhadap penindasan yang terjadi. Melalui pukulan drum dan sayatan gitar, mereka meluapkan kemarahan yang tertahan. Seperti kebanyakan band lainnya, ini mungkin sebuah strategi mereka memperkenalkan diri, lewat tema-tema sosial-politik yang penuh riuh dan ketidakpastian.
Secara nama, band ini sudah cukup menjanjikan bagi saya, apa sebab?, karena mereka seolah-olah ingin menunjukan sifat agresif dari diri manusia, entah nama Jimmy Bulldog merupakan panggilan peliharaan mereka (bisa jadi). Tetapi, yang jelas penggabungan nama Jimmy dengan salah satu ras anjing yang memiliki sifat agresif, sudah memperlihatkan bagaimana musik mereka sendiri. apa yang nampak bukan karena pilihan genre, struktur musik mereka, melainkan arah lirik yang akan mereka tulis ( mungkin).
Terlepas dari itu semua, Jimmy Bulldog, secara segar memotret keadaan sekitar kita saat ini, di mana banyak terjadi tumpang-tindih keadilan yang melanda masyarakatnya, ditambah lagi yang membuat saya terkejut, ternyata Jimmy Bulldog bukan band dari kota besar, mereka merupakan band asal kota Pasaman Barat yang beranggotakan Wanda (vokal), Widio (Gitar, vokal), kota yang terletak cukup jauh dari pusat kota Padang. Meski terkesan jauh dari pusat, musikalitas mereka cukup mumpuni, kalau kita bedah secara suka-suka single “Picik” terlihat beberapa kekuatan yang mereka usung selain tema lagu tentunya, diantaranya: cara mereka meracik nada yang catchy sehingga para pendengar tidak terlalu diteror oleh nada-nada yang rumit dan aneh, kemudian dipadukan dengan tarikan vokal yang sedikit nyeleneh dan menghasilkan komposisi musik yang bisa dinikmati siapa saja, bahkan bagi mereka yang tidak suka dengan musik tempo cepat.
Berikutnya, yang bisa jadi pertimbangan kenapa single “Picik” layak untuk mendapatkan tempat, bagaimana mereka menciptakan suasana, membantu saya dalam menikmati lagu, bahkan untuk mencoba menafsir lirik-lirik yang mereka ciptakan. Perpaduan antara hal teknis dan suasana yang terbangun inilah kiranya bisa menjadi daya tarik Jimmy Bulldog untuk bertarung lebih jauh dalam pusaran permusikan Indonesia saat ini, semoga saja.