Saat Karya Seni Tak Terjangkau Logika, Apa yang Terjadi? -->
close
Pojok Seni
13 August 2021, 8/13/2021 07:00:00 AM WIB
Terbaru 2021-08-13T00:00:00Z
Artikel

Saat Karya Seni Tak Terjangkau Logika, Apa yang Terjadi?

Advertisement
karya seni tak terjangkau logika


pojokseni.com - Banyak hal di dunia ini yang ketika akan disimpulkan berakhir pada kesimpulan yang tidak logis. Biasanya, kalimat yang tepat untuk menyatakan keadaan tersebut adalah "sesuatu yang tak terjangkau oleh akal" dan sebagainya.


Namun ketika bicara tentang seni, maka ada banyak pula hal-hal mistis yang menyelimuti seni. Sebenarnya, bagaimana seni yang tidak terjangkau logika itu? Apa yang terjadi sehingga ada karya seni yang tidak terjangkau oleh logika itu?


Mari kita bicara tentang logika terlebih dulu. Logika itu sebenarnya tidak terbatas, namun ada tahapan yang harus dipenuhi agar logika bisa berjalan dengan baik.


  • Tahap pertama, ada fakta yang bisa dibuktikan dengan indera manusia. 
  • Tahap kedua, ada indera yang bisa digunakan. 
  • Tahap ketiga, ada akal sehat dari manusianya. 
  • Tahap keempat, ada informasi terkait hal tersebut.


Dengan empat tahapan cara kerja akal, maka apapun bisa menjadi logis dan terjangkau oleh logika. Kapan sesuatu itu menjadi "tak terjangkau logika"?


Tidak terjangkau oleh logika sebenarnya bukan berarti seseorang tidak mampu menjangkaunya. Hanya saja, ada sesuatu yang hilang dari empat tahapan cara kerja akal tersebut. Tapi itu bukan karena akal Anda yang tidak mampu. Tapi memang ada satu hal yang bolong di empat tahapan tersebut. 


Apabila salah satu dari empat tahapan tersebut menghilang, maka hal itu akan menjadi gaib. Gaib tidak berarti (melulu) sebagai hal supranatural, atau mistis, tapi bisa jadi karena ada fakta yang tersembunyi. Dengan menghilangkan tabir yang menutupi atau menyembunyikan fakta tersebut, maka sebenarnya hal apapun bisa dijangkau oleh logika manusia.


Bagaimana karya seni yang tidak terjangkau logika itu? Sebelumnya, Anda perlu membaca artikel berjudul "Pendekatan Seni Secara Ilmiah: Cara Bourdieu Mengkritik Mistifikasi Seni" yang berarti seni dijauhkan dulu dari hal yang berbau "mistis".


Sebenarnya, akal yang "diberikan" pada manusia itu memberikan kemungkinan-kemungkinan yang sangat tak terbatas. Sebab, akal memberikan manusia "free will" yang menurut ajaran agama, bahkan tidak diberikan pada malaikat.


Jadi, bagaimana cara agar sesuatu (dalam hal ini adalah karya seni) menjadi tidak "gaib" dan bisa dijangkau oleh logika? Bourdieu menyatakan bahwa ada dua hal yang dipertimbangkan sebelum membicarakan seni, yakni: 


  • Struktur sosial dan sosio-historis yang mengondisikan seniman sebagai "pencipta kreatif".
  • Kecenderungan sang seniman untuk mewujudkan karya seni ciptaannya.


Sedangkan kembali lagi ke tahapan logika di atas, dua hal ini justru merupakan tahapan keempat, yakni "informasi terkait hal tersebut". Pertama-tama, karya seni itu harus terindera dengan baik. Berarti, puisi harus kita baca, teater harus kita saksikan, musik harus kita dengar, tari harus kita tonton, dan sebagainya.


Langkah berikutnya, pastikan indera yang digunakan benar-benar bekerja dengan sempurna. Untuk karya seni, ada "indera keenam" yang mesti dilatih dengan baik. Sebelumnya, PojokSeni juga membahas terkait indera keenam yang dimiliki seluruh manusia, yakni Proprioception.  


Langkah selanjutnya, ada akal sehat. Itu berarti, Anda bisa berpikir dengan runut, sistematis, dan memiliki pijakan. Untuk karya seni, "perasaan" juga merupakan "pengetahuan". Untuk lebih jelasnya, Anda bisa membaca di artikel ini "Apakah Perasaan juga Sebentuk Pengetahuan". Dan di tahapan terakhir, ada informasi terkait hal yang akan diteliti sebelumnya. Informasi inilah yang bila dikaitkan dengan pendapat Bourdieu yakni Struktur sosial dan sosio-historis yang mengondisikan seniman sebagai "pencipta kreatif" dan juga kecenderungan sang seniman untuk mewujudkan karya seni ciptaannya.


Dengan demikian, hal-hal mistis yang biasa dilekatkan pada karya seni bisa perlahan disingkirkan. Maka, karya seni bukan lagi hal yang "tak terjangkau logika", dan seniman juga bukan "sosok yang gaib". Pada akhirnya, seniman juga sebuah profesi, sama seperti pekerja intelektual lainnya. Tidak ada yang "gaib" di sana.

Ads