Advertisement
Oleh: Ambrosius M. Loho*
Artikel ini adalah lanjutan dari artikel berjudul: Mengurai Dasar-dasar Pengetahuan (1)
Dalam catatan penulis sebelumnya “Mengurai Dasar-Dasar Pengetahuan (I)” penulis menegaskan bahwa dasar pengetahuan penting, dan dalam tulisan itu telah pula diuraikan beberapa dasar pengetahuan yang untuk ukuran tertentu, perlu dipahami dengan benar oleh siapa pun yang hendak memahami dasar-dasar dalam pemerolehan sebuah pengetahuan.
Pemahaman tentang dasar sebuah pengetahuan, tentu tidak bisa lepas dari konsep dasar tentang dari mana asal sebuah pengetahuan setiap subjek. Kendati sedemikian penting dan mendesak untuk sungguh-sungguh memahaminya, kita perlu melihat dasar sebuah pengetahuan ini dalam kerangka yang komprehensif, karena setiap pengetahuan yang kita peroleh, dan selanjutnya akan kita uraikan, tidak bisa dari bagaimana selanjutnya kita bisa mempertanggungjawabkannya kepada publik.
Adapun tulisan sebelumnya telah diketengahkan: Pengalaman, ingatan, kesaksian dan rasa ingin tahu, sebagai dasar pengetahuan (bagian pertama), selanjutnya penulis akan menguraikan secara sangat umum tentang dasar-dasar pengetahuan lainnya yang mencakup, pikiran dan penalaran, logika dan bahasa. Ketiga hal ini di sisi tertentu menjadi berkaitan erat, karena keterhubungannya tidak bisa lepas satu dengan yang lain.
Pikiran dan Penalaran
Kegiatan berpikir adalah syarat mutlak bagi subjek. Kegiatan berpikir mengandaikan adanya pikiran. Pengalaman dan rasa ingin tahu manusia sendiri sebenarnya sudah mengandaikan bahwa dia berpikir. Pikiran pada dasarnya mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan persoalan yang dihadapi. Maka, kegiatan berpikir memang lebih dari sekedar bernalar. Tetapi kegiatan pokok dari pikiran dalam mencari pengetahuan adalan penalaran. Jadi, pikiran dan penalaran menjadi dasar dan sesuatu yang memungkinkan pengetahuan.
Manusia pada hakikatnya merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakannya yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan melalui kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan berpikir. Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Jadi, penalaran merupakan salah satu atau proses dalam berpikir yang menggabungkan dua pemikiran atau lebih untuk menarik sebuah kesimpulan untuk mendapatkan pengetahuan baru. Demikian pun, di dalam kegiatan berpikir, subjek benar-benar dituntut kesanggupan pengamatan yang kuat dan cermat; dituntut pula kesanggupan melihat hubungan-hubungan, kejanggalan-kejanggalan, kesalahan-kesalahan yang terselubung dan lain sebagainya. (Sudarminta 2002).
Berkat kemampuannya bernalar, manusia dapat mengembangkan pengetahuannya, yang membedakannya dari makhluk hidup lainnya (binatang). Pada manusia pun terbuka segala kemungkinan, karena melalui pikiran dan daya nalarnya, manusia tidak harus selalu menyesuaikan diri dengan lingkungan alam dan sosial sekitarnya. Sebaliknya manusia dapat mengubah lingkungan alam dan sosial di sekitarnya untuk disesuaikan dengan kepentingan dan kebutuhannya. Justru karena kemampuan mengubah ini, di antara makhluk hidup manusialah yagn paling dapat menyebabkan kerusakan ekologis. Tapi berkat kemampuan berpikirnya manusia pulalah yang dapat memilih kemungkinan lain. itulah salah satu kekhasan manusia. (Ibid.).
Logika
Penalaran terkait erat dengan logika. Penalaran adalah kegiatan berpikir seturut asas kelurusan berpikir atau sesuai dengan hukum logika. Logika diambil dari bahasa Yunani logos, yang berarti mengenai sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran), mengenai kata, mengenai percakapan atau berkenaan dengan bahasa. Menurut Poedjawijatna logika adalah kajian filsafat yang mengkaji manusia yang biasanya dikenal dengan filsafat budi, dimana pengertian budi disini adalah akal sebagai alat penyelidikan dalam mengambil suatu tindakan atau keputusan.
Logika adalah ilmu kecakapan menalar atau berfikir dengan tepat (The Science and Art of Correct Thinking). Pengertian-pengertian di atas mengindikasikan bahwa berfikir atau menalar adalah kegiatan akal budi manusia untuk mengolah pengetahuan yang kita terima dan ditujukan untuk mencapai kebenaran. Berpikir menunjukkan suatu bentuk kegiatan akal yang khas dan terarah. Suatu pemikiran dikatakan tepat bila dilakukan dengan penganalisaan, pembuktian dengan alasan-alasan tertentu dan adanya kaitan antara yang satu dengan lainnya. Pemikiran yang demikian disebut dengan logis.
Jalan pemikiran yang mengesampingkan hal-hal tersebut di atas dikatagorikan pemikiran yang tidak logis. Logika merupakan ilmu yang fundamental yang secara sistematis menyelidiki, merumuskan dan menerangkan asas-asas yang harus ditaati agar orang dapat berfikir dengan tepat, lurus dan teratur.
Dalam bahasa sehari-hari, logika atau sebuah pernyataan disebut logis menunjuk pada cara berpikir yang masuk akal (reasonable/rational), yang beralasan (reasonable), argumentatif (argumentative) dan yang dapat dimengerti (understandable/intelligible). Artinya, suatu perkataan/pernyataan logis apabila masuk akal atau dapat dimengerti dan sebaliknya suatu perkataan disebut tidak logis apabila pernyataan tersebut tidak masuk akal.
Pengertian Secara Etimologis. Kata “logika” berasal dari kata benda Bahasa Yunani Kuno/Klasik: logos yang memiliki dua kategori arti: pertama, logos berarti pikiran, akal budi, pengertian, ilmu tetapi –kedua, istilah Logos juga dimengerti sebagai ucapan, bahasa, kata atau perkataan yang merupakan wujud atau ekspresi lahiriah secara verbal dari pikiran. Dalam lingkungan masyarakat Yunani Kuno, arti kata “logos” ini pula memiliki kaitan dengan kata techne yang berarti keterampilan, sehingga arti kata “logika” pun menunjuk pada keterampilan atau ilmu untuk menyelidiki keterampilan dan keteraturan berpikir. Dalam bentuknya yang lebih sistematis, logika dipahami sebagai cabang filsafat yang menyelidiki metode dan prinsip yang digunakan dalam penalaran; membantu membedakan penalaran yang tepat (correct reasoning) dari penalaran yang tidak tepat/keliru (incorrect reasoning). (Copi: Introduction to Logic).
Dengan demikian dapat dikatakan pula bahwa, logika merupakan ilmu tentang akurasi/ketepatan/kelurusan pemikiran dalam aktivitas dan ekspresinya. Atau, logika dapat disebut juga sebagai ilmu tentang hukum atau aturan berpikir yang tepat karena logika menyelidiki secara kritis, rasional, sistematis ketepatan alur penalaran sejauh mana sebuah penalaran dapat dipertanggungjawabkan secara masuk akal dari segi keruntutan, hubungan-hubungannya yang rasional serta ketepatan klaim-klaimnya.
Maka dari itu, karena sangat menekankan pula prinsip dan metode, maka logika pun merupakan sebuah disiplin ilmiah; artinya logika pun merupakan sebuah ilmu. Sebagai ilmu, Logika merupakan kegiatan akal budi dengan prinsip dan metode tertentu yang mempelajari dan menyelidiki secara rasional, sistematis dan kritis proses-proses penalaran untuk memastikan sejauh mana seluruh aktivitas penalaran dapat dipertanggungjawabkan kelurusan (correctness), ketepatan (accuracy), kemasuk-akalan (reasonableness) dan kepastiannya (certainty). (Ehaq, 2017)
Bahasa
Bahasa merupakan hal yang mendasari dan memungkinkan sebuah pengetahuan. Seluruh kegiatan berpikir manusia sendiri berkaitan dengan kemampuan manusia sebagai makhluk yang berbahasa. Maka berkat kemampuannya berbahasa, manusia mampu mengembangkan pengetahuannya. Sebab berkat kemampuan tersebut manusia bukan hanya dapat mengungkapkan dan mengkomunikasikan pikirannya perasaan dan sikap batinnya tapi juga menyimpan mengingat kembali menguasai dan memperluas apa yang sampai sekarang telah diketahuinya.
Menjadi penekanan di sini adalah soal bahasa lisan dan bahasa tulisan. Bahasa tulisan memiliki keterbatasan tapi sekaligus juga memiliki kekuatannya sendiri. Berkat bahasa tertulis buku-buku dan segala hal berkaitan dengan narasi dalam bentuk tulisan, ada merupakan khasanah pengetahuan yang terusmengembangakan kebudayaan manusia. Demikian juga perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini, telah memperpanjang pemikiran dan kegiatan kreatif lainnya dari manusia.
Dari uraian yang sangat sekilas dalam dua tulisan ini, kita akhirnya memahami bahwa sebuah pengetahuan sangat penting untuk diketahui dari mana asal dan sumbernya, sehingga dari pengetahuan tentang itu, kita memiliki dasar yang kuat tentang pengetahuan yang ada pada subjek. Capaian-capaian yang akan kita peroleh ketika kita mengetahui dasar-dasar pengetahuan, tentu saja keabsahan dari pengetahuan kita. Demikian pun, ketika sebuah pengetahuan yang kita sampaikan kepada publik, dikonfirmasi oleh orang diluar subjek, kita bisa mempertanggungjawabkannya. Akhirnya, sebagai subjek yang terus bertanya tentang realitas berawal dari rasa kagum akan berbagai hal dalam realitas, dasar-dasar sebuah pengetahuan, menjadi kuncinya.***
*Penulis adalah Pegiat Filsafat – Estetika- Dosen Universitas Katolik De La Salle Manado