Advertisement
Oleh: Ambrosius M. Loho, M. Fil. (Pegiat Filsafat – Estetika- Dosen Universitas Katolik De La Salle Manado)
Pengetahuan sebagaimana refleksi penulis sebelumnya, adalah sebuah cara manusia berada. Dengan lain kata, dengan berpengetahuan, manusia itu berada. Tentang hal ini, kita pun bisa memahami, bahwa dengan pengetahuan, setiap subjek akan memiliki kekuatan (knowledge is a power), sehingga dari pengetahuannya, dia juga bisa berbuat banyak hal. Sejalan dengan dengan itu, dalam dunia ilmu pengetahuan, setiap saat terdapat pengetahuan baru yang muncul dan beredar. Setiap saat itu pun, subjek manusia memiliki pengetahuan baru untuk dirinya. Maka dari itu, perlulah kita memahami dasar-dasar pengetahuan, yang paling umum dikenal sampai saat ini.
Dalam berbagai sumber, kita bisa menemukan bahwa sumber pengetahuan itu bisa saja banyak, namun menurut hemat penulis, sumber pengetahuan, dapat disebutkan seperti: Pengalaman, ingatan, kesaksian, minat dan rasa ingin tahu. Sumber pengetahuan ini tentu akan menimbulkan berbagai tafsir, kendati demikian, paling tidak, kita bisa menjadikan ini sebagai rujukan.
Pengalaman
Pengalaman menjadi penting dalam pemerolehan sebuah pengetahuan. Pengalaman adalah keseluruhan peristiwa perjumpaan dan apa yang terjadi pada manusia dalam interaksinya dengan alam, diri sendiri, lingkungan sosial sekitarnya dan dengan seluruh kenyataan, termasuk Yang Ilahi. Ada dua macam pengalaman yang sekurang-kurannya dapat disebutkan di sini. Pertama, pengalaman primer adalah pengalaman langsung akan persentuhan inderawi dengan benda-benda konkret di luar manusia dan akan peristiwa yang disaksikan sendiri. Misalnya dengan mata saya bisa melihat kejadian dalam sekejap, dan begitu cepat. Apa yang ada dihadapan saya bisa dengan mudah saya lihat. Inilah pengalaman primer.
Pengalaman sekunder. Adalah pengalaman tak langsung atau pengalaman reflektif mengenai pengalaman primer. Saya sadar akan apa yang saya lihat dengan mata saya, apa yang didengar dengan telinga. Saya sadar akan kenyataan lain diluar saya yang merangsang organ-organ tubuh saya, dan saya sadar akan kesadaran saya.
Kedua pengalaman ini berkaitan satu sama lain dan tak pernah bisa dilepaskan satu dengan yang lain. Dalam setiap pengalaman juga saling terhubung antara subjek yagn mengalami dan objek yang dialami, keduanya saling mengadaikan.
Ingatan
Dasar pengetahuan selanjutnya adalah ingatan. Dalam kedudukannya pada dasar pengetahuan, ingatan sangatlah penting. tanpa ingatan pengalaman inderawi tidak akan berkembangan menjadi pengetahuan. Di sisi lain ingatan mengandaikan pengalaman inderawi sebagai sumber dan dasar rujukannya.
Dalam mengingat, kita dapat mengingat suatu kecakapan praktis yang pernah kita pelajari sebelumnya, atau suatu peristiwa, fakta atau kejadian masa lalu. Kita juga dapat mengingat hal-hal tertentu yang sudah kita baca kita lihat dan kita dengar. Ingatan menjadi berperan ketika menghadapi hal-hal itu.
Kendati begitu, ingatan akhirnya tidak selalu benar. Sudarmint menegaskan bahwa ingatan tidak selalu merupakan suatu bentuk pengetahuan. Mungkin ada orang yang berpendapat bahwa sesuai dengan batasan pengertiannya, ingatan selalu benar. Sebab hanya kalau saya mengingat dengan benar, maka dapat dikatakan bahwa saya ingat. Kalau tidak maka saya hanya mengira bahwa saya ingat, tetapi sesungguhnya tidak ingat.
Agar supaya ingatan dapat menjadi dasar yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya bagi pengetahuan, sekurang-kurangnya dua syarat berikuut perlu dipenuhi: pertama, saya memiliki kesaksian bahwa peristiwa yang saya ingat itu sungguh pernah saya alami attau saya saksikan di masa lalu, kedua, ingatan tersebut bersifat konsisten dan dapat berhasil menjadi dasar pemecahan persoalan yang sekarang saya hadapi berkaitan dengannya.
Kesaksian
Kesaksian dimaksudkan sebagai penegasan pada sesuatu sebagai benar oleh seorang saksi kejadian atau peristiwa dan diajukan kepada orang lain untuk dipercaya. Dengan percaya dimaksudkan sebagai menerima sesuatu sebagai benar berdasarkan keyakinan akan kewenangan atau jaminan otoritas orang yang memberi kesaksian. Pengalaman inderawi langsung dan ingatan pribadi mengenai suatu peristiwa atau fakta tertentu tidak selalu kita miliki. Tetapi pengetahuan juga sering kali kita peroleh dari kesaksian orang lain yang kita percayai. Masyarakat manusia tak bisa berjalan kalau kita tidak pernah bisa menerima kesaksian orang lain.
Kendati demikian, kessaksian yang sepertinya tidak dapat memberi kepastian mutlak mengenai kebenaran isi kesaksiannya, namun sebagai dasar dan sumber pengetahuan cara ini bagnyak ditempuh. Ilmu pengetahuan seperti sejarah, hukum agama secara metodologis banyak bersandar pada kesaksian orang. tentu saja dalam ilmu-ilmu tersebut, memperoleh jaminan tentang kewenangan dan hal dapat dipercayainnya sumber yang memberi kesaksian, secara metodologis menjadi amat penting. dalam ilmu sejarah misalnya, para sejarawan seringkali harus mendasarkan diri pada dokumen-dokumen, prasasti-prasasti, barang peninggalan zman dahulu, sebagai pemberi kesaksian tentang peristiwa masa lalu yang diselidikinya. Diperlukan suatu keahlian tersendiri untuk menjamin keaslian dokumen bersejarah dan memahami dengan tepat benda-benda peninggalan tersebut. (Sudarminta, 2002: 36-37).
Minat dan rasa ingin tahu
Minat mengarahkan perhadtian pada hal-hal yang dialami dan dianggap penting untuk diperhatikan. Hal ini berarti bahwa dalam kegiatan mengetahui sebenarnya selalu sudah termuat unsur penilaian. Orang akan meminati apa yang ia pandang bernilai. Sedangkan rasa ingintahu mendorong oran guntuk bertanya dan melakukan penyelidikan atas apa yang dialami dan menarik minatnya.
Sementara rasa ingin tahu erat kaitannya dengan pengalaman kekaguman atau keheranan akan apa yang dialami. Kenyataan bahwa filsafat adalah berawal dari kekaguman, juga menjadi awal sebuah pengetahuan. Dengan kekaguman kita mengawali sebuah pengetahuan. Maka dengan ini mengajukan pertanyaan yang tepat merupakan langkah pertama memperoleh jawaban yang benar. Hanya kalau seorang menyadari akan ketidaktahuannya, dan ingin tahu maka ia akan bertanya dan berusaha mencari jawaban atas apa yang ia tanyakan. Kesadaran dan dorongan seperti itu merupakan hal yang mendasar bagi bertambahnya pengetahuan. Hanya dengan berusaha untk dapat memahami dan menjelaskan apa yang daialami maka pengalaman dapat berkembagnan meenjadi pengetahuan. (Audi, 2011: 38).*** Bersambung.....