Advertisement
pojokseni.com - Sejumlah artikel yang ditulis oleh surat kabar, sejak era Samuel Beckett masih hidup terus menyatakan tentang sisi buruk manusia yang dieksploitasi oleh Beckett. Karya Beckett selalu berkaitan dengan sisi buruk keberadaan manusia yang dibuktifkan dengan cacat, miskin, menghuni tong sampah, gelandangan, dan sebagainya.
Dua orang penunggu Godot juga disebut gelandangan oleh para kritikus teater era tersebut. Padahal, Beckett tidak pernah menggambarkan seperti itu. Dua penghuni tong sampah dalam Akhir Permainan, dua orang cacat dalam Sebuah Salah Paham, dan sebagainya. Hal-hal tersebut dikatakan sebagai bukti bahwa Beckett selalu mengekploitasi sisi buruk, bahkan dalam kondisi yang paling buruk.
Tapi, apakah tujuannya? Dua pertanyaan utama dalam memahami sesuatu adalah "why", dan "how". Pertanyaan-pertanyaan lain seperti "what", 'where", dan "when", hanya digunakan untuk mengetahui aspek awal yang bila diteruskan akan menjadikan sebuah pandangan yang masih cukup dangkal.
Berbeda dengan pertanyaan "why" dan "how", pertanyaan "what", "where", dan "when" akan mengantarkan deduksi kita pada dua orang penunggu Godot (Estragon dan Vladimir) sebagai dua orang gelandangan. Tapi, pertanyaan "why" dan "how" akan mengantarkan kita pada aspek yang lebih esensial dari kondisi mereka.
Menjawab 'How"
Ketika mencoba menjawab pertanyaan "bagaimana" maka kita akan mencoba mencari dasar pemikiran Beckett. Termasuk, siapa saja yang memengaruhinya sehingga bisa membuat karya yang seperti itu.
Sejumlah literature menyebutkan bahwa para penulis, pemikir, dan filsuf yang memengaruhi pikiran Beckett. Maka akan muncul nama-nama seperti Rene Descartes, Arnold Geulincx, Dante, hingga sahabat baiknya Joyce. Maka, dari itu kita mulai menyadari bahwa karya Beckett adalah sebuah sindiran bermuatan filosofis, dan teologis.
Coba kita lihat karya-karya terdahulu, apa yang dibicarakannya tentang manusia? Yah, penaklukan, kekayaan, kekuasaan, cinta, hubungan sosial, dan perjuangan. Apakah Beckett menyampaikan hal-hal yang sebenarnya menjadi subjek dari begitu banyak literatur di dunia tersebut?
Tidak. Beckett bahkan menyebut bahwa hal-hal tersebut merupakan "jebakan eksternal dari eksistensi manusia". Hal itu bahkan dianggap Beckett sangat dangkal, sehingga menutupi masalah yang lebih penting bagi manusia. Contoh paling dasar adalah, siapa sebenarnya kita? Dan kenapa kita dilemparkan ke dunia tanpa kita memintanya? Kenapa kita dilemparkan ke satu keluarga tertentu tanpa kita memintanya? Apa hakikat kita diturunkan ke dunia? Dan sebagainya.
Itu pertanyaan yang mendasari gagasan-gagasan Beckett dan bisa dipostulasikan (untuk menjadi seperti hipotesis), bahwa "semua/sebagian besar karya Beckett memuat gagasan tersebut".
Menjawab "Why"
Maka muncul pertanyaan utama berikutnya, mengapa? Mengapa kekotoran, kehancuran, ketidaksempurnaan, kesia-siaan, dan sebagainya yang muncul? Karena itu, coba kita kembali ke dua "gelandangan" penunggu Godot. Apakah benar mereka gelandangan? Apakah gelandangan akan berdebat filosofis seperti itu?
Dua orang itu, Estragon dan Vladimir, adalah dua orang yang "dilemparkan" ke kondisi yang tak siap mereka terima. Mereka tak pernah membayangkan akan dilemparkan ke situasi yang sangat sia-sia seperti itu, entah ada gunanya atau tidak menunggu Godot itu, tapi mereka bahkan tak tahu cara atau jalan keluarnya. Hasilnya, mereka berdua hanya berasumsi (dengan samar) apa tujuan mereka ada di sana, yakni menunggu seseorang di "dunia yang kosong dan hanya berisi sebatang pohon".
Sebetulnya, kedua orang itu tidak punya bukti yang kuat bahwa Godot benar-benar ada, dan mereka hanya percaya pada janji-janjinya. Percaya pada janji itulah yang membuat mereka terlihat seperti gelandangan di alam semesta ini. Berlawanan dengan karya besar dunia yang menjadikan tokohnya mengejar sesuatu yang pasti, kedua orang ini dibuat Beckett mengejar sesuatu yang "entah", menjadikan hidup mereka terlihat seperti tanpa tujuan.
Kita sering diperdaya dengan cerita cinta dan romansa tentang perjuangan seorang lelaki pahlawan yang mengejar cintanya habis-habisan. Lalu, cerita terhenti ketika ia berhasil mendapatkan wanita tersebut sebagai istrinya. Bagaimana kehidupan mereka berikutnya? Apakah akan selalu indah, hidup bersama, dan bahagia? Tidak ada jawaban. Karena memang cinta seperti itu tidak menjawab pertanyaan dasar yang "mestinya" harus dijawab agar manusia punya "tujuan", selain mengejar wanita atau cinta.
Misalnya, Clov dan Hamm, dua orang yang terkait dengan hubungan pelayan dan tuan. Keduanya tinggal di ruangan yang sempit, melingkar, jendela tinggi, dan pada akhirnya keduanya putus hubungan. Bagaimana dua orang yang tinggal di ruangan sempit justru terputus hubungannya? Apakah itu berarti perpisahaan antara pikiran dan rasa di dalam otak manusia? Atau justru perpisahaan antara spiritual dan fisik manusia?
Pembahasan tentang End Game bisa dibaca lebih lanjut di artikel ini: Naskah Beckett End Game, Serta Keterkaitan Antara Keniscayaan dan Absurditas
Semakin muncul karya berikutnya, maka akan semakin kentara gagasan Beckett didapatkan. Seperti Happy Days, bercerita tentang seorang wanita yang terkubur perlahan. Namun, semakin ia tenggelam dalam tanah, justru ia semakin mengoceh tentang hidupnya. Padahal, apa yang ia ocehkan sebenarnya adalah hal-hal yang remeh. Mengapa ia tetap mengoceh tentang hal sepele di hidupnya padahal perlahan-lahan ia akan hilang di dalam tanah? Apakah pertanyaan itu juga bisa ditanyakan pada diri kita?
Di Rekaman Terakhir Krapp, Krapp tua begitu bahagia mendengarkan rekaman dirinya sendiri di tahun sebelumnya. Krapp mendengar suaranya sendiri sebagai suara orang lain, memunculkan pertanyaan apakah Krapp yang tua, dan Krapp di rekaman adalah "manusia" yang berbeda? Pertanyaan itu bisa diajukan pada diri sendiri, apakah kita 10 tahun yang lalu, dengan kita saat ini adalah "manusia" yang sama? Kalau sama, mengapa tidak ada perubahan pada diri kita? Kalau tidak sama, mengapa kita berubah?
Bila Rene Descartes menyatakan "Saya berpikir maka saya ada", maka itu menjadi satu premis kebalikan yakni "Saya tidak akan bisa menyadari ketika saya sudah tidak ada lagi".
Baca juga artikel terkait Samuel Beckett lainnya di tautan ini: Samuel Beckett di PojokSeni