Selayang Pandang tentang Lahirnya Sistem Seni Modern -->
close
Pojok Seni
11 June 2021, 6/11/2021 07:00:00 PM WIB
Terbaru 2021-06-11T12:00:00Z
SejarahSeni

Selayang Pandang tentang Lahirnya Sistem Seni Modern

Advertisement


pojokseni.com - Pandangan terhadap seni di era modern diidentifikasi oleh Paul Oskar Kristeler (yang kemudian disebut sebagai sistem seni modern). Lewat sistem seni modern, seni diklasifikasi menjadi seni murni dan seni terapan. Dalam sistem seni modern, seni murni dibagi menjadi lima yakni seni lukis, seni patung, arsitektur, musik, dan puisi. Sistem seni modern sebenarnya sudah diajukan di abad ke-17, namun pada akhirnya baru muncul dan mencuat ke permukaan di abad ke-18.


Perbedaan utama sistem seni modern dengan pandangan di era sebelumnya (dalam hal ini kita ambil sampel era klasik dan era renaisans) sangat kentara. Bila di era klasik, seni diartikan sebagai "keahlian mengelola sesuatu dengan tujuan tertentu, salah satunya keindahan". Maka, seni di era klasik punya pedoman kerja yang jelas, rasional, dan berkaitan erat dengan penguasaan metode tertentu. Sedangkan di era renaisans (pencerahan), seni dimasukkan dalam kategori "ilmu pengetahuan", sehingga dikelompokkan dengan ilmu pengetahuan yang bercorak sama, yakni rasional, teknis, dan fungsional. Antara lain, geometri, astronomi, dan sebagainya.


Era modern, ketika seni sudah dipisahkan dengan tegas dengan seni terapan, maka aspek pertukangan yang melibatkan kerja fisik (secara berlebih) pada akhirnya tidak termasuk seni murni. Seni kriya yang selama berabad-abad dianggap sama dengan lukisan, akhirnya terpisah menjadi "seni terapan". Semuanya bermula dari para pelukis seperti Leonardo da Vinci yang mengajukan seni lukis dan patung sebagai "seni liberal" alih-alih seni mekanis. Kemudian, di Prancis tahun 1648, berdiri Akademi Seni Lukis dan Seni Patung Kerajaan atas petisi Martin de Charmois pada Raja Louis XIV yang semakin menegaskan bahwa seni lukis dan patung adalah "seni liberal" dan kemudian di era modern menjadi "seni murni".


Distingsi radikal ini memberi jurang yang dalam pada tukang atau pandai besi dengan pematung, meski kerjanya "hampir mirip". Juga membedakan ilustrator atau juru gambar dengan pelukis, meski pekerjaannya juga "hampir mirip". Seni rupa semakin memperkuat dirinya sebagai "seni murni" di abad ke-18 ketika muncul konsepsi tentang "menikmati karya seni tanpa pamrih" yang membuat hasil karya seni para perupa dan pelukis tidak diperhatikan dari nilai fungsionalnya.


Lalu, berbagai aliran muncul ketika era modern untuk mempertegas "seni murni" tersebut. Sebut saja romantisisme, ekspresivistis, estetisisme, hingga formalisme. Syarat yang diakui sebagai konsepsi seni adalah non-mimetik (tidak meniru kehidupan nyata), non-fungsional (tidak bernilai guna) dan swa-acu (tidak punya referensi tafsir dari luar). Konsepsi seni sebagai mimesis akhirnya ditolak, dan seni hadir sebagai "ekspresi" seorang seniman yang tanpa pamrih. Sebenarnya kita bisa melihat bahwa politik dan ekonomi menjadi motif utama lahirnya konsepsi tersebut. Pertarungan antara seniman "terapan" dengan seniman "murni" di era tersebut membuat Martin de Charmois mengajukan petisi pada Raja Louis XIV. Ekonomi dan politik juga yang pada akhirnya mendasari pemisahan yang tegas antara seni mekanis dengan seni murni. Bermula dari pemisahan ini, maka lukisan karya seorang pelukis, dengan lukisan di dinding karya seorang pengecat rumah menjadi sangat jauh harganya.


Motif ekonomi dan politik menjadi dasar pemisahan tersebut diperkuat dengan sebelum pendirian akademi lukis dan patung tersebut, perhimpunan para pengerajin atau gilda yang begitu berkuasa di Paris. Para pengrajin membuat semacam lukisan relief di batu, ukiran di kayu, dan seni dekoratif lainnya. Sedangkan para pelukis yang hanya melukis pada akhirnya kehilangan pekerjaan. Bahkan melukis pun sudah diambil oleh pengrajin dengan memanfaatkan hagemoni gilda-gilda yang menggila. 


Petisi Charmois adalah agar para pengrajin dan seniman gilda itu tidak diperbolehkan melukis apapun. Chamois meminta pada Raja agar membatasi mereka, dan hanya boleh melakukan apa yang sudah sering mereka lakukan. Seperti menatah ukiran, melukis relief, dan seni dekoratif. Bahkan ada denda yang akan diberikan pada seniman gilda apabila berani melukis, apapun itu. Mulai dari melukis pemandangan, relijius atau historis, sampai potret sekalipun.


Petisi itu diterima dan menjadi pondasi pemisahan seni mekanis dan seni murni. Apa yang didapatkan Charmois dengan semua "kerja kerasnya" tersebut. Yah, Martin de Charmois diangkat menjadi rektor pertama untuk Acedemie Royale de Peinture et de Sculpture. Para pelukis yang dibawanya menjadi dosen, juga pelukis yang menjadi mahasiswa pertama pada akhirnya muncul sebagai "seniman yang dihormati dan dilindungi kerajaan". Sedangkan gilda di era itu menjadi terpukul dan hagemoninya perlahan padam.

Ads