Advertisement
PojokSeni.com - Seni budaya Indonesia begitu beragam dan sangat unik. Karena itu, dalam beberapa waktu ke depan, PojokSeni akan mengulas beberapa seni budaya Indonesia yang unik, dan terkenal ke seluruh dunia.
Artikel-artikel ini bisa Anda akses dalam kanal Seni Budaya Indonesia. Kali ini, giliran alat musik unik asal Jawa Barat, Angklung.
Sekilas tentang Angklung
Salah satu alat musik asal Jawa Barat yang dikenal luas di Nusantara adalah Angklung. Alat musik berbentuk tabung bambu satu ini dimainkan dengan cara digoyangkan, lalu menghasilkan nada. Sejarah angklung bermula dari alat musik yang dimainkan ketika panen untuk rasa terima kasih pada Tuhan.
Angklung di zaman Hindu menjadi pengganti bel (genta) yang kerap digunakan dalam ritual keagamaan. Makanya, angklung sejak awal tidak digunakan sebagai alat kesenian murni, melainkan untuk kegiatan kepercayaan atau reliji.
Kemudian, angklung menjadi alat musik bagi tentara kerajaan. Hal itu terjadi ketika kerajaan Pajajaran siap bertempur dalam perang Bubat (melawan Majapahit). Saat itu, angklung digunakan oleh korp tentara kerajaan untuk membangkitkan semangat berperang.
Hingga akhirnya alat musik satu ini terus berkembang ke seluruh Jawa Barat, bahkan ke seluruh Indonesia. Meski demikian, masih belum tercatat kapan pertama kali angklung dibuat, mengingat kebanyakan alat musik tradisional Indonesia juga dibuat dengan bahan bambu.
Angklung awal-awal memiliki tangga nada pentatonis. Ada lima jenis angklung yang memiliki nada pentatonis antara lain:
Angklung Pentatonis (Angklung Tradisional)
Angklung Kanekes
Angklung kanekes adalah angklung yang dimainkan oleh masyarakat Baduy (Kanekes), dan tetap dilestarikan hingga saat ini.
Angklung Dogdog Lojor
Angklung satu ini digunakan untuk kesenian Dogdog lojor yang terdapat di masyarakat Kasepuhan Pancer Pengawinan yang berada di sekitaran Gunung Halimun.
Angklung Gubrag
Angklung gubrak adalah angklung yang digunakan untuk mengiringi kesenian gubrak yang berada di Tangerang dan Bogor.
Angklung Badeng
Angklung badeng adalah angklung yang digunakan untuk keseniang badeng, yang terletak di Desa Sanding, Malangbong, Garut. Badeng digunakan untuk ritual penanaman padi, lalu berlanjut menjadi dakwah Islam di abad ke-16.
Angklung Buncis
Angklung satu ini berwarna hitam, karena memang terbuat dari bambu hitam (bambu khas daerah Cigugur, Kuningan). Angklung ini memiliki tiga atau empat tabung, lalu diberi hiasan yang menutup angklung etengah lingkaran. Nama buncis dipilih karena digunakan mengiring lagu kesenian buncis.
Angklung modern: Angklung Padaeng
Angklung awalnya menggunakan tangga nada pentatonis, baik selendro maupun pelog. Namun sejak tahun 1938, Daeng Soetigna mencoba membuat angklung menjadi mampu memainkan nada diatonis. Angklung inovasi Daeng Soetigna ini yang menjadi cikal bakal angklung modern. Pada akhirnya, angklung modern ini diberi nama angklung Padaeng, untuk menghargai inovasi dari Daeng Soetigna.
Tahun 1946, kelompok angklung Daeng Soetigna menghibur para delegasi dalam perjanjian Linggarjati. Sedangkan di tahun 1955, kelompok angklung Daeng Soetigna menjadi penghibur dalam Konferensi Asia-Afrika. Hal itulah yang membuat angklung modern ini menjadi terkenal ke seluruh mancanegara, dan kelompok Angklung Pak Daeng menjadi salah satu kelompok angklung yang dikenal luas.
Anatomi angklung modern ini terdiri dari tabung suara (bagian utama, yang mengeluarkan suara) bentuknya tabung bambu dengan bagian bawah atua dasarnya tertutup. Jadinya mampu menghasilkan nada yang diinginkan.
Kemudian ada tabung dasar, yang merupakan tabung bambu dengan lubang untuk memasukkan bagian kaki dari tabung suara. Bagian kaki tabung suara inilah yang akan menumbuk (memukul) tabung dasar dan menghasilkan nada.
Terakhir ada rangka, yang dibuat dari bilah bambu yang dirangkai untuk menjadi tempat pegangan dua tabung sebelumnya, tabung dasar dan tabung nada.
Standar Angklung Padaeng
Untuk memastikan nada angklung tepat, maka ukurannya dipastikan tetap standar. Sebelumnya, sudah digunakan oleh Daeng Soetigna yang menjadi ukuran standar untuk angklung Padaeng.
Meski demikian, masih ada dua standar lagi yang digunakan untuk angklung modern. Pertama ada standar Udjo, yang lebih pendek 2 cm dari ukuran yang ditetapkan Daeng Soetigna. Penyebabnya adalah jenis bambu yang digunakan berasal dari daerah Tasikmalaya.
Selanjutnya adalah ukuran standar Handiman. Ukurannya pas berada di tengah-tengah antara standar Padaeng, dan Udjo. Berarti, selisih atau lebih pendek 1 cm dari standar Padaeng, juga lebih panjang 1 cm dari standar Udjo.
Jenis Angklung Modern
Ada dua jenis angklung antara lain angklung melody dan angklung akompanimen.
Angklung melody terdiri dari tiga jenis, yakni:
- Angklung melodi (nada F#3 - C6)
- Angklung Bass-party (G2-F3)
- Angklung semut (C6 - ke atas)
Angklung Akompanimen terdiri dari 4 jenis, yakni:
- Angklung akompanimen major (nada D#3 - D#4)
- Angklung akompanimen minor (nada D#3 - D#4)
- Angklung cuk major (nada C4 - C5)
- Angklung cuk minor (nada A3 - A4)