Advertisement
Masih sering daya bayang kita terjebak pada hutan, sungai, lautan setiap mendengar kalimat “lingkungan hidup”. Kita lupa bahwa apa yang ada di lingkungan kita ada manusia, kendaraan, gedung2, rumah yang tak kalah pentingnya untuk mendapat perhatian karena semua itu menyentuh kelangsungan hidup manusia. Hal itu kusadari ketika teater keliling diskusi dengan para pakar lingkungan tahun 1980 di Jakarta. Kami menjadi tertarik pada kegiatan untuk mendukung usaha merawat, mengembangkan kegiatan yang peduli dan berbagi terhadap lingkungan. Tentu karena kami adalah kelompok teater maka yang kami lakukan melalui rumah kami yakni panggung teater.
Seruan kami di tiap2 pertunjukkan yang dilakukan di seluruh Indonesia bahkan ke negeri jiran adalah peduli dan berbagi serta membangun tanpa merusak lingkungan. Kami menekankan tentang membangun karena pada tahun itu dimana-mana sedang semarak melakukan pembangunan fisik untuk memenuhi kebutuhan perkantoran, pabrik, perumahan sehingga terlupakan daerah hijau yang harus dipertahankan. Kota berubah menjadi hutan beton dan sawah tergusur menjadi komplek perumahan dan pabrik. Namun kami merasakan bahwa seruan lewat panggung sepertinya kurang mendapat perhatian. Memang terlihat anggukan penonton terutama para pemegang kekuasaan di daerah2 yang setelah pulang kerumah maka esok hari pembangunan terus berjalan.
Kami terhenyak dan merenung tiada henti mencari cara berdialog yang lebih mengena di tiap pertunjukkan. Kami ingat pesan Sutan Takdir Alisyahbana ketika menghadiri peringatan empat tahun teater keliling yang mengatakan bahwa katakan bahwa mencuri itu jahat. Ucapkan di tiap pertunjukkan; percayalah bahwa 10 tahun kemudian nggak ada satu aja pencuri yang bertobat. Atas dukungan beliaulah kami tidak kendor untuk bersuara “peduli dan berbagi”, “membangun tanpa merusak”. Mungkin karena tak pernah selanjutnya mensurvey tentu kalau ditanya hari ini apa ada hasilnya tentu saja kami tak mampu menjawab. Namun seperti apa yang dilakukan bunda Teresa di India bahwa hari ini berbuat baik mungkin besok dilupakan orang, tapi tetaplah berbuat baik.
Hari ini 5 Juni 2021 peringatan hari lingkungan hidup sedunia. Barangkali karena alasan pandemi maka tak terasa ada peringatan besar yang monumental seperti tahun2 sebelumnya yang juga hanya hebat membuat peringatan namun seperti kata bunda Teresa besok dilupakan yang bahkan mungkin juga oleh sang pembuat acara yang kadang hanya merupakan kerja proyek pesanan. Memang terasa sangat gelap bicara lingkungan yang bukan hutan dan seterusnya. Lingkungan hidup dimana kita berada yang nyata perlu perhatian kita. Hidup damai, tentram, gotong royong adalah termasuk hidup berlingkungan. Merawat kedamaian, ketentraman bersama dalam satu RT, RW, desa, kelurahan, kota masih terasa kurang menjadi acuan hidup kita. Lebih terasa hidup hanya memikirkan diri sendiri.
Sejak 1976 sudah ratusan kali kami pentaskan karya berjudul “Reketek reketek” karya Rudolf Puspa yang pada generasi kedua teater keliling diganti judulnya menjadi “sampah masyarakat” yang temanya bicara tentang menjaga kebersihan sungai. Sengaja kami pilih tentang sungai karena hampir di tiap desa hingga kota besar orang kenal sungai bahkan ada kehidupan di pinggir sungai yang ternyata membuahkan hasil yang menyedihkan yakni datangnya banjir. Sungai terutama di kota2 karena pinggirnya dibangun rumah2 akhirnya menyempitkan lebar sungai. Sungai bukan lagi berada didepan rumah tapi dibelakang sehingga menjadi tong sampah dan juga pembuangan air kamar mandi, cuci dan buang air besar. Makin lama air jernih sungai ketika masuk kota sudah menjadi coklat bahkan banyak yang hitam dan bau. Jadi miris bila ingat ada kepala daerah kota metropolitan mengatasi bau dengan semprot minyak wangi yang tentu saja menjadi sebuah melodrama yang mengenaskan.
Seingat saya sejak zaman penjajahan pinggir sungai justru dibuat jalan yang umumnya dinamakan jalan inspeksi. Rumah justru menghadap ke sungai sehingga risih bila melihat sungai tidak indah. Ini dimaksudkan untuk jalan gerobak atau truk pengangkut sampah yang membersihkan sungai secara periodik. Entah mulai kapan tiba2 menjadi perumahan yang ternyata ilegal, tak berizin karena memang itu tanah bebas bangunan dan milik negara. Yang mengherankan ada yang punya sertifikat, bisa pasang aliran listrik PLN. Logikanya pasti ada pegawai pemerintahan yang memberikan jalan. Lebih parah lagi ketika diminta pindah minta uang pesangon bahkan dengan mematok harga sesuai harga tanah pada umumnya di daerah tersebut. Maka menjadi masuk akal ketika gubernur Basuki menolak karena itu tanah tidak ada sertifikat dan milik negara. Kalau gubernur membeli kan bisa kena tuduhan korupsi sebab mana ada anggaran membeli tanah milik negara sendiri. Atau memberikan ganti rugi padahal yang rugi kan pemiliknya yakni negara.
Nah kesadaran lingkungan akan membentuk manusia yang kenal undang undang sehingga ketika berurusan dengan pembelian rumah, tanah tentu tidak akan salah yang dibelakang hari jadi sengketa. Oleh karenanya jika pembangunan selalu diperlukan adanya izin amdal dari kementerian lingkungan hidup hal itu masuk akal dan sudah seharusnya. Lingkungan hidup harus ditata sehingga menyelamatkan penghuninya yakni manusia. Tanpa banyak bicara kita sudah melihat bahkan banyak yang merasakan akibat dari rusaknya penataan dan pemakaian daerah lingkungan hidup seperti datangnya banjir bahkan sering disebut banjir bandang. Ironis sekali bila tiap tahun banjir meningkat volume dan derasnya sehingga kerusakkan sebagai akibatnya juga meningkat.
Sebagai seniman teater tentu akan banyak memiliki daya bagi usaha penyadaran tentang lingkungan hidup. Orang sudah bosan dengar pidato, seminar, diskusi yang bagi kebanyakan orang mengatakan “nato”, no action talk only. Rasanya pesan melalui seni tentang “peduli dan berbagi” masih relevan. Apalagi dengan derasnya pembangunan di seluruh negeri pastilah perlu diingatkan tentang penataan lingkungan; “membangun tanpa merusak lingkungan”. Sebuah ungkapan yang terasa abstrak namun bermakna sangat mulia.
Terima kasih kepada kementerian lingkungan hidup yang telah memberikan penghargaan lingkungan kepada teater keliling pada tahun 1982 dan 1994.
Selamat hari lingkungan hidup sedunia.
Jakarta 5 Juni 2021.
Rudolf Puspa, Sutradara teater keliling.
Email: pusparudolf@gmail.com