Advertisement
PojokSeni.com - Apakah ada banyak seniman hebat di Indonesia? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Karena, terlalu banyak orang-orang yang sebenarnya terlahir dengan bakat dan talenta menjadi seniman hebat di Indonesia, namun menemui jalan sulit. Penyebabnya, ini salah satu alasan yang paling terkenal, yakni kurangnya orang Indonesia yang menghargai seni.
Namun apakah benar seperti itu? Apakah memang "orang Indonesia" dalam hal ini masyarakat umum memang kurang menghargai seni. Pertanyaan tersebut bisa terjawab dengan pertanyaan lainnya. Apakah "ruang pamer" untuk seni sudah cukup di Indonesia?
Kalau jawabannya iya, maka berarti memang benar pernyataan bahwa kebanyakan orang Indonesia tidak menghargai seni. Apabila jawabannya tidak, maka sebenarnya wajar saja kalau tidak banyak orang yang menghargai seni, toh ruang pamernya terbatas. Kalaupun ada, itupun kadang-kadang sudah dikuasai oleh seniman yang punya status quo. Ruang-ruang kesenian yang jumlahnya sedikit itu, terkadang sewanya pun sangat mahal. Siapa seniman pemula yang berani pentas, atau memamerkan karyanya dengan sewa yang tinggi?
Padahal, masyarakat Indonesia yang sebenarnya adalah masyarakat yang berkesenian, alias masyarakat yang berbudaya. Namun, bagaimana akses masyarakat untuk menikmati seni?
Di kota-kota besar, seperti Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Bandung, lalu ke Bali, dan Sumatera Barat misalnya, ada banyak ruang seni serta pegelaran seni besar yang dipegang oleh EO yang besar pula. Bagaimana dengan daerah-daerah lainnya?
Secara umum, kesenian sangat bergantung pada interaksi masyarakat dengan senimannya, atau dengan karya seninya sebagai objek estetis. Tidak serta merta karya seni yang bagus itu sudah pasti mendapatkan banyak apresiasi, juga tidak otomatis karya seni yang jelek akan minim apresiasi.
Sedangkan Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa kesenian adalah nadi bangsa Indonesia. Denyut jantung, serta darah yang mengalir dalam tubuh Indonesia. Tapi, seperti yang diulas sebelumnya dalam artikel ini " " dan semua pemaparannya menyebutkan bahwa UU pemajuan kebudayaan tak mampu menyelesaikan masalah ini.
Penyebabnya apalagi kalau bukan kurangnya kepedulian pemerintah daerah, serta kementerian lain yang seharusnya mendukung UU PK tersebut.
Lantas apa yang harus dilakukan pemerintah sebenarnya? Langkah awal adalah memperbanyak ruang seni untuk kemudahan seniman berinteraksi dengan masyarakat. Seniman harus memperkenalkan, mempertontonkan, dan menunjukkan karyanya, baru apresiasi masyarakat akan muncul. Memperbanyak ruang pamer tersebut akan menjadikan kemungkinan tersebut semakin besar.
Ruang pamer tersebut tidak hanya pameran untuk seni rupa, tapi juga gedung pertunjukan, bahkan aula. Selain Taman Budaya yang hanya ada di pusat provinsi, berapa banyak daerah di Indonesia yang punya gedung pertunjukan, galeri lukisan, dan ruang pamer lainnya.
Mungkin seniman memang butuh bantuan berupa dana, tapi rasanya bukan itu yang prioritas diberikan oleh negara. Negara perlu memastikan bahwa infrastruktur yang mendukung kegiatan seni, dan budaya bisa cukup. Apa yang terjadi dengan infrastruktur kesenian yang cukup? Maka akan banyak timbul peluang dan kesempatan bagi seniman untuk memanfaatkannya.
Hasilnya, seniman tentunya bisa mempertimbangkan langkah-langkah yang tepat untuk tetap berproses kesenian dan menyentuh sasarannya. Dengan demikian, akan ada banyak kesempatan bagi seorang seniman untuk tetap berkarya, dan mungkin menghidupi dirinya sendiri dari kesenian.
Kembali lagi ke premis awal, bagaimana seni bisa diapresiasi masyarakat apabila ruang seni itu hingga saat ini masih sangat terbatas?