Metode Stanislavsky: Menemukan Rancangan Karakter dalam Pikiran dengan Pertanyaan dan Pembagian -->
close
Pojok Seni
29 May 2021, 5/29/2021 08:31:00 PM WIB
Terbaru 2021-05-29T13:36:24Z
Artikelteater

Metode Stanislavsky: Menemukan Rancangan Karakter dalam Pikiran dengan Pertanyaan dan Pembagian

Advertisement

metode stanislavsky


pojokseni.com - Stanislavsky menyatakan dalam "bahasa keaktoran" bahwa mengetahui itu sama artinya dengan merasakan. Jadinya, mengetahui sesuatu membuat aktor mampu merasakan segala sensasi dan perasaan ketika merasakan kondisi tertentu. Masalah kemampuan dan kekuatan seorang untuk mendapatkan dan menemukan realita representasi, sebenarnya adalah masalah pengetahuan. Mengetahui adalah memiliki pengetahuan terhadap sesuatu, dan untuk dapat merasakan dengan baik, maka seorang aktor harus mengetahui.


Stanislavky kemudian berkata bahwa untuk menilai suatu realita (kenyataan) caranya adalah menghubungkan semua kehidupan yang terpisah yang diciptakan oleh penulis naskah, lalu satukan semuanya hingga menjadi utuh. Hal inilah yang menjadi jawaban dari pertanyaan yang diajukan sendiri oleh Stanislavsky tentang apa yang akan dilakukan seorang aktor terhadap bagian naskah yang tidak menumbuhkan semacam kilatan keajaiban suatu pemahaman intuitif.


Pada dasarnya adalah keinginan aktor untuk mengetahui sesuatu realita di dalam naskah. Mengetahui juga berarti merasakan, karena mengetahui lebih jauh tentang tokoh, cerita, alur, dan penokohannya berarti perpanjangan logika untuk menjadi tokoh tersebut. Dan itu berarti, satu usaha untuk merasakan hal yang dirasakan oleh aktor tersebut sedekat mungkin dengan given circumstance (situasi terberi) dalam naskah tersebut.


Untuk itu, dibutuhkan banyak pertanyaan-pertanyaan untuk mengetahui hal terkait naskah dan penokohan. Pertanyaan-pertanyaan dibutuhkan untuk mengetahui detil-detil "kehidupan" di dalam naskah, juga untuk mengetahui detil terkait psikologis, fisiologis, dan sosiologis karakter tertentu. Karena itu, dalam metode Stanislavsky adalah bagaimana seseorang membangun kerangka dari pertanyaan-pertanyaan untuk membangun tokoh yang diinginkannya.


Ketika pertanyaan-pertanyaan tersebut mendapatkan jawaban, maka jawaban tersebut akan membentuk semacam ringkasan informasi terkait karakter tertentu. Pelan-pelan, setiap pertanyaan tersebut menghadirkan detil-detil yang dibutuhkan aktor untuk menjadi karakter yang diinginkan. Karena pertanyaan membawa "pengetahuan" yang bisa menjadikan seseorang menjadi "mengetahui". Dan mengetahui berarti merasakan. Maka aktor mampu merasakan bagaimana jika (what if) dia yang menjadi karakter tersebut.


Kenapa pertanyaan? Karena bila Anda menjadi seorang guru dan mengajarkan sesuatu, Anda baru menyadari bahwa orang-orang atau siswa yang paham dengan apa yang Anda ajarkan, mereka akan bertanya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dibangun dari kerangka pemahaman, dan usaha untuk mengetahui lebih dalam dan detil lagi.


Karena itu, pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membuat aktor lebih mengerti dan mengetahui tentang karakter yang akan diperankan. Pengetahuan membuat pikiran bisa terlibat dalam memahami dan "mengeksekusi" naskah. Lalu, akan muncul perasaan yang merupakan hasil dari keterlibatan pikiran tersebut. Perasaan akan hadir secara pribadi ketika Anda mengetahui dan mampu "berpindah" dari "aku diri" menjadi "aku peran" lewat pemahaman tersebut.


Keterlibatan pikiran juga terjadi dalam analisis naskah. Lewat analisis naskah, seorang aktor akan melacak apa saja kondisi yang tersedia di dalam naskah. Bisa melibatkan riset terhadap sosiologis dan budaya tertentu, juga bisa melibatkan keadaan dan historis dari daerah tertentu. Untuk dapat mengerti secara detail, teks butuh dibagi menjadi banyak bagian agar dapat dianalisis satu persatu. Pembagian tersebut kemudian mendapatkan detil-detil yang dibutuhkan sebelum digabungkan lagi jadi unit-unit yang lebih padat.


Maka ketika proses latihan (rehearsal) bermula, impuls aktor akan bekerja sebagai hasil analisis dan pemadatan. Pembagian sebelumnya memang diarahkan sebagai sekuens yang masuk akal yang selanjutnya disebut sebagai "superobjektif" penokohan. Kenapa pembagian diperlukan, jawabannya karena Anda perlu membangun karakter dari detil-detil tersebut. Seperti membangun sebuah dinding dari tumpukan batu bata, maka Anda mengetahui detil dari "dinding" dengan mengetahui setiap batubata yang digunakan.


Apa saja yang didapatkan dari detil tersebut, salah satu di antaranya adalah motif. Motif yang dirasakan aktor ketika menjadi tokoh, bisa jadi tidak pernah ditemukan aktor ketika berada di dunia kesehariannya. Karena itu, unit-unit dan sasaran-sasaran yang didapatkan oleh aktor dalam proses analisisnya membantu mengganti apa yang dirasakan aktor sebagai motif di permainan sebagaimana motif di dunia nyata. Hal itu berpengaruh pada arahan peran dan kadar energi yang dibutuhkan seorang aktor untuk peran tersebut.

Ads