Teori Perspektif Ibn al-Haytam yang Memengaruhi Pandangan Dunia Terhadap Seni -->
close
Pojok Seni
15 April 2021, 4/15/2021 07:29:00 PM WIB
Terbaru 2021-04-15T12:29:21Z
ArtikelFotografi

Teori Perspektif Ibn al-Haytam yang Memengaruhi Pandangan Dunia Terhadap Seni

Advertisement

PojokSeni.com - Leonardo da Vinci, seniman hebat yang menciptakan Monalisa dan sejumlah karya seni hebat lainnya disebut terpengaruh oleh tulisan Witelo dan Pecham. Namun, ternyata Witelo dan Pecham yang ternama dengan banyak karya besarnya tersebut terpengaruh langsung oleh seseorang yang dalam tradisi klasik disebut Alhacen (atau sering pula disebut Alhazen). Pertanyaannya, siapakah Alhacen atau Alhazen ini? 


Yah, dia adalah Ibn al-Haytam (965 - 1041), seorang filsuf Islam yang menulis kitab berjudul Al Manazir. Ketika ditranslasi ke bahasa latin, karya tersebut menjadi berjudul "Perspectiva" alias ilmu tentang perpektif (sudut pandang). Awalnya, teori perspektif tersebut adalah teori yang berbicara tentang penglihatan manusia. Apa sebenarnya teori tentang penglihatan manusia? 


Kajian Ibn al-Haytam ternyata berpengaruh besar di dunia. Leonardo da Vinci misalnya, juga beberapa seniman perupa yang hidup di era Renaisans juga terpengaruh dengan teori ini. Hasilnya adalah, perupa era pencerahan mencoba menghadirkan objek sesuai seperti bagaimana yang tampak dan mengemuka lewat visual. 


Sebenarnya, apa yang ingin disampaikan dan dikaji oleh Ibn al-Haytam adalah prblom epistemologi klasik yakni bagaimana penjelasan antara sesuatu yang "tak terlihat", dengan apa yang terlihat dari suatu objek penglihatan, dan bagaimana kaitannya dengan indra penglihatan? 


Selain karena penyerapan cahaya (seperti yang dipaparkan Aristoteles) ada satu teori lagi tentang pancaran atau ekstramisi. Jadi selain mata manusia menyerap cahaya, ada juga kemungkinan bahwa mata juga memancarkan cahayanya sendiri. Hal itulah yang memungkinkan setiap benda bisa dikenali secara visual (Sejarah Estetika, Martin Suryajaya halaman 173). Meskipun demikian, ada hal lain yang berpengaruh secara fisiologis-anatomis, diantaranya syaraf mata (yang memancarkan cahaya) dan sebagainya.


Hal itulah yang dirumuskan Ibn al-Haytam tentang perspektif (penglihatan). Tiga hal yang paling utama dan mendasari sebuah penglihatan adalah adanya cahaya yang diserap, cahaya yang dipancarkan, serta organ-organ mata yang bekerja. Maka epistemologi klasik tentang penglihatan yang sejak lama menjadi perdebatan sejumlah ahli pada akhirnya diselesaikan oleh Ibn al-Haytam. Hal ini juga yang memunculkan kondisi baru bagi estetika keindahan di era renaisans.


Keindahan Visual


Awalnya, sebelum era renaisans menganggap "keindahan visual" itu sebagai apa yang terlihat oleh mata, dan akan berbeda-beda tangkapannya di setiap manusia. Karena itu keindahan terletak di "mata" bukan di objeknya. Hal itu menjadikan pandangan terhadap keindahan menjadi sangat subjektif.


Namun oleh Ibn al-Haytam, ditegaskan bahwa sesuatu yang bagus atau jelek itu berdasarkan "bendanya" bukan "mata yang melihat". Penglihatan kita memang mempersepsi keindahan entah bagaimana caranya, dan apapun yang memengaruhinya. Namun, objek tersebut memiliki sifat partikularnya sendiri. Setidaknya, ada 20 aspek objektif untuk menjadi penyebab keberadaan sebuah objek. Berikut beberapa di antaranya; cahaya, warna, jarak, distribusi bidang, tubuh organik, bentauk, ukuran, kesendirian, keramaian, jumlah objek, gerak, diam, kekasaran materi, kehalusan, transparansi, kepekatan, bayang, kegelapan, kemiripan, dan perbedaan.


Keindahan adalah keselarasan dari berbagai bidang tersebut. Hal itulah yang dikemudian hari disebut dengan proporsi. Perpaduan yang selaras dari 20 objek tersebut akan menjadikan objek indah, secara visual.


Lalu apa itu keindahan subjektif? Yah, itu adalah keindahan semu sebagai kebalikan dari keindahan objektif tadi. Sejatinya, benda yang sebenarnya jelek secara visual bisa indah di mata seseorang karena hal lain yang memengaruhinya. Keindahan itu tidak tampak pada "diri benda" tersebut. Meski demikian, bisa menjadi begitu indah karena ada sesuatu yang memengaruhi pandangan visual menjadi lebih kabur.


Pernah Anda diberikan hadiah yang jelek sebenarnya, tapi dari orang yang Anda cintai? Seperti itulah kira-kira, "keindahan subjektif". Sesuatu yang tidak tampak menjadikan objek visual tersebut terlihat "kabur" dan menjadi indah.


Kitab Perspektif yang dikarang oleh Ibn Al-Haytam pada akhirnya juga menginspirasi lahirnya kamera, sehingga beliau digelari sebagai Bapak Optik Modern.

Ads