Advertisement
pojokseni.com - Estetika klasik merumuskan keindahan dalam tiga perkara, yakni mimetik (tiruan atas kenyataan), kedua memiliki fungsi sosial (mampu mengubah tatanan sosial), dan ketiga memiliki keselarasan di antara bagian-bagiannya. Estetika klasik ini yang menjadi pegangan dari abad ke-4 hingga abad pertengahan. Era renaisans (pencerahan) merupakan era pertama di mana ada gugatan terhadap ketiga perkara yang menentukan nilai estetis suatu karya seni tersebut.
Meski sebenarnya, era renaisans masih begitu bertaut dan terhubung dengan era klasik, namun setidaknya telah muncul gugatan bahwa tidak (hanya) 3 perkara tersebut yang menentukan nilai estetis suatu karya seni. Mulai kembali dimunculkan wacana spiritualitas dari karya seni, alih-alih sosial. Selain itu, sejak era Renaisans, seni sudah sangat bersangkut-paut dengan ilmu pengetahuan.
Pemikiran sejumlah filsuf dan ilmuwan di era renaisans baik langsung maupun tidak langsung telah mengubah paradigma estetika. Misalnya, bagaimana pemikiran tentang perspektif yang dikemukakan Alhazen (Ibn al-Haytam) juga mengubah pandangan terhadap seni rupa di era berikutnya. Meski kita ketahui bahwa para ilmuwan, seniman, dan filsuf di era pertengahan memang masih memegang teguh konsep estetika klasik, namun kecenderungan ilmiah di era renaisans cukup banyak memberikan perubahan paradigma.
Sebelum era Renaisans, di abad pertengahan juga ditemui bagaimana agama (khsusunya Kristen) yang melakukan pelembagaan dan pelarangan terhadap pembuatan sosok religius. Pelembagaan yang dimaksud juga akhirnya membagi seni menjadi dua, yakni seni liberal dan seni mekanis. Seni yang diinginkan pihak religius adalah seni yang "bagian dari pancaran sinar keIlahian" yang diadopsi dari filsafat Platonis. Namun, syarat dalam karya seni ini adalah adanya struktur matematis dalam karya seni, yang menjadikannya sebagai "seni mekanis". Salah satu prinsip estetika adalah adanya keselarasan atau keseimbangan dari setiap bagian, dan itu berarti sebuah struktur matematis. Mereka percaya bahwa struktur matematis tersebut juga datang dari Tuhan.
Di era Renaisans, tokoh-tokoh pemikir mulai mengaitkan "struktur matematis" tersebut dengan ilmu pengetahuan. Maka seperti Ibn al-Haytam dengan teori perspektifnya, William Ockham dengan "keindahan teori", dan sebagainya. Bahkan, Leonardo da Vinci misalnya, menyebut bahwa seni dan sains adalah dua hal yang "sama" atau "disamakan". Sedangkan Leon Battista Alberti juga menyamakan seni rupa dengan matematika. Bisa dibilang nama-nama pemikir di era Renaisans masih terpengaruh pada pemikiran Aristoteles.
Maka sebenarnya era Renaisans masih meneruskan estetika klasik, namun ditambahkan lagi dengan dua perkara lain. Kedua perkara yang dimaksud adalah keilmuan, serta dimensi spiritualitas dari karya seni. Mungkin bagi banyak orang, ini bukanlah sebuah tanggapan, apalagi gugatan era Renaisans. Tapi lebih condong ke "penyempurnaan". Sebab, era Renaisans adalah era puncak realisasi estetika klasik, namun proses realisasi tersebut pada akhirnya kembali membuka ruang untuk tanggapan serta gugatan terhadap estetika klasik tersebut.
Renaisans pada akhirnya memang menjadi jembatan antara estetika klasik ke estetika modern. Hal itu dikarenakan proses "penggalian ulang" yang dilakukan banyak pemikir era itu. Ditambah lagi dengan masuknya perkara "keilmuan" untuk menentukan standar estetis sebuah karya seni. Karya seni sudah tidak lagi menjelma sebagai sebuah hal yang mutlak memiliki fungsi sosial. Tapi, mulai menjadi sebuah perkara yang berdasar pada pandangan dan ekspresi subjektif seniman. Tidak melulu karya seni harus menjadi pakem sebuah tatanan sosial yang "benar". Namun, dari karya seni kita pada akhirnya bisa mengenali uniknya ekspresi setiap individu manusia.
Hal inilah yang pada akhirnya menimbulkan banyak gugatan-gugatan lain hadir di era berikutnya. Dan bisa dikatakan, sebab era renaisans inilah estetika modern bisa lahir dan berkembang hingga hari ini. Sampai akhirnya, penemuan disiplin ilmu estetika yang berdampak pada pengukuhan otonomi karya seni serta kecerdasan seorang seniman bisa terus berkembang hingga hari ini.