Advertisement
Foto proses kretif berkesenian tradisional musik kolintang |
Oleh: Ambrosius M Loho*
Seniman, dapat disebut sebagai ‘penguasa’. Mengapa bisa disebut penguasa, karena dia adalah ‘creator’ (baca: Pencipta), yang menciptakan sebuah karya seni. Seniman juga adalah sosok yang tidak bisa diabaikan, walaupun mereka sering dilupakan para penikmat sebuah karya seni. Mereka sering terlupakan, juga karena para penonton, penikmat, dan pengamat hanya fokus kepada sebuah rasa yang sudah tercapai, maka dengan demikian sudah selesai.
Refleksi selanjutnya, penulis akan mencoba menguak sisi lain dari seniman, sebagaimana judul tulisan ini, bahwa di dalam karya seni, kesaktian seniman akan dikedepankan. Dalam menguraikan hal ini, penulis berpijak dari salah satu uraian Martin Suryajaya dalam ‘Sejarah Estetika (2016), berjudul “Pratibha (Kreativitas Artistik) & Kesaktian Seniman”.
Uraian atas kreativitas artistik dan kesaktian seniman ini berpijak dari paham uang paling umum dalam estetika india, yang memiliki 2 konsep dasar yakni ‘rasa’ yang mengandung nilai-nilai spiritual, dan merupakan inti dari semua seni. Estetika India juga mempunyai pandangan bahwa ‘rasa’ lahir dari manunggalnya situasi yang ditampilkan bersama dengan reaksi dan keadaan batin para pelakunya yang senantiasa berubah. Pengetahuan dan praktek seni bagi mereka membantu dalam pengembangan kepribadian seseorang. Ada keyakinan bahwa Orang-orang yang terlibat dalam seni, dapat mencapai keseimbangan dan ketenangan pikiran, pengendalian diri dan cinta untuk semua. Penampilan mereka membuat mereka percaya diri dan mampu beradaptasi dengan segala keadaan. Perasaan negatif lenyap saat jiwa: Musik, tarian, dan drama mengajarkan kita semua tentang mencintai dan menumbuhkan rasa kepedulian.
Sebagai pintu masuk, kita perlu memahami terlebih dahulu apa itu kreativitas. Kreativitas dapat dimengerti sebagai: Pertama, kemampuan menanggapi dan memberikan jalan keluar atau pemecahan yang ada, kedua, kemampuan melibatkan diri pada proses penemuan, dan ketiga kemampuan untuk menghasilkan atau mencipta sesuatu yang baru. Pendek kata, inti dari kreativitas adalah mampu menemukan kebaruan dan atau mampu mengatasi masalah. Dalam kreativitas inilah pribadi seseorang selalu berpikiran positif untuk menemukan hal yang baru dengan menciptakan proses (sistem) dan produk. Semua ini akan bermuara pada penemuan konsep atau cita kreatif seseorang. (Campbell dalam Sunarto, Jurnal Refleksi Edukatika 8 2018).
Dalam scope tulisan ini yakni kreativitas sang seniman, kreativitas sebagaimana diuraikan di atas, memang merupakan sisi penting subjek-seniman. Dalam estetika India, kreativitas artistik seniman merupakan daya cipta artistik yang ada dalam diri seniman. Kekuatan itu disebut sakti, mengartikan pula kekuatan. Seniman sejati memiliki kekuatan dan kesaktian untuk mencipta. Fakta yang bisa menegaskan hal ini, misalnya seorang seniman puisi, tidak dapat menciptakan sebuah rajutan kata, kalimat, menjadi sebuah puisi, tanpa kesaktian kreativitasnya. Tanpa kesaktian itu, tak mungkin ada sebuah puisi. (245).
Kreativitas artistik sang seniman tidak dimiliki oleh semua orang karena:
Pertama, tidak semua orang memilikinya. Hanya senimanlah yang memiliki kekuatan tersebut. Bahkan di kalangan seniman, hal ini ada tingkatannya. Bisa kita bandingkan bahwa dalam keterampilan seorang seniman, terdapat tingkatan pratama, madya, dan utama. Hal ini menegaskan pula bahwa seorang seniman bisa melakukan apa saja, terkait cara bermusiknya, cara menguraikan kata puitisnya, dll., dengan kekuatan kreativitasnya.
Kedua, kreativitas seniman ini tidaklah abadi karena seorang seniman bisa saja kehilangan daya cipta artistiknya, seiring dengan bertambahnya usia. Jadi, setiap orang berubah seiring kondisi fisik dan bahkan sentuhan musikalitas seseorang bisa saja hilang-lenyap. (246).
Pertanyaan selanjutnya, apakah kondisi atau sifat ini merupakan sesuatu yang alamiah atau sesuatu yang bisa diinternalisasi dari usaha latihan seseorang (sang seniman), dan atau berdasarkan hasil dari pengetahuan keseniannya? Dalam pemahaman khas para estetikawan India, bahwa hal yang dimaksud itu, merupakan bakat alamiah yang tidak bisa direproduksi lewat kerja manusia, walaupun memang harus diakui bahwa setiap seniman yang memilikinya perlu mengasah dengan pembiasaan dan pengetahuan akan ilmu pengetahuan yang semakin hari semakin berkembang.
Di sisi yang sama, Kavyaprakasha karya Mammata Bhatta (Abad 11) dalam Suryajaya 2016, mengatakan bahwa dimensi kreatif seorang seniman ditekankan sebagai kekuatan yang bahkan melampaui para dewa. Bhatta berkata: Brahma menciptakan dunia dengan berpijak pada hukum alam, namun seorang penyair menciptakan sajaknya tanpa patokan apapun selain perasaan batinnya. (247). Demikianlah dalam penciptaan artistiknya, sang penyair bebas menyatakan apapun, tanpa memandang kemasukakalan cerita atau isi musik dengan kondisi dunia aktual. Itulah sebabnya kreativitas seniman menunjuk pada ‘kejeniusan puitis’.
Jika kita melihat perkembangan realitas saat ini, baik realitas keadaan seniman maupun perkembangan peradaban saat ini, semua telah berkembang. Berkembangnya peradaban manusia yang ditandai dengan semakin banyaknya penemuan baru dalam ilmu pengetahuan, secara jelas membawa dampak bagi kehidupan. Dampak itu bisa dilihat lewat fakta seperti timbulnya pergeseran dan perubahan dalam berbagai aspek hidup manusia, demikian pun, kesenian yang merupakan unsur penting dalam hidup manusia, berkembang ke arah yang, katakanlah, semakin modern.
Dampak yang melanda manusia dan kehidupannya itu, juga menyebabkan manusia memiliki kesempatan untuk berkreasi dengan kreativitasnya. Secara khusus berkaitan dengan seni dan kesenian, melalui berbagai kreativitas, manusia mengapresiasi kesenian yang ada. Kreativitas memiliki peran penting bagi kehidupan manusia karena dengan kreativitas yang dimiliki manusia dapat memberikan makna terhadap kehidupan. Kreativitas pada akhirnya telah memberikan isi, corak, dan nuansa dalam kehidupan manusia.
*Ambrosius M. Loho adalah seorang Dosen di Universitas Katolik De La Salle Manado, serta Pegiat Filsafat-Estetika