Advertisement
Suatu waktu, di perhelatan FLS2N tingkat SD cabang lomba pantomime di suatu kabupaten, dua anak di antara puluhan peserta menunggu waktu dipanggil dengan tak sabar. Lalu, tibalah akhirnya mereka dipanggil dan naik ke atas pentas. Wajah mereka sumringah, begitu bahagia, kemudian menampilkan apa yang terbaik yang bisa mereka tampilkan. Mereka tampil dengan baik, menghibur semua yang menontonnya, tubuhnya lentur, dan mereka juga begitu tulus.
Sayang sekali, meski sudah tampil dengan sangat baik, tim itu tidak menang. Bahkan, tidak mendapatkan urutan ke-6 alias juara harapan 3 sekalipun. Tentunya, mereka menangis dan gurunya memberi semangat dengan mengatakan bahwa mereka dengan sangat baik. Ketika salah satu juri melintas, gurunya bertanya di mana kekurangan anak-anaknya. Juri tersebut dengan lugas menjawab bahwa anak-anak tersebut sudah tampil dengan sangat baik. Sayang sekali anak-anak itu meniru persis salah satu video pementasan pantomime anak SD yang juara tahun lalu. Persis dari awal sampai akhir. Bukannya diberi hadiah, justru tindakan tersebut melanggar hukum karena plagiat.
Kata-kata juri tersebut terdengar sangat kejam, yah, anak-anak menjadi tambah menangis karena pernyataan juri. Mereka latihan berminggu-minggu, katanya, tapi tidak mendapatkan apa-apa, bahkan pujian sekalipun. Kemudian gurunya kembali datang ke anak-anak dan berkata bahwa ini kesalahan dan mereka akan belajar dari kesalahan.
Lalu, jurinya berkata lagi. "Kalian bukan belajar dari kesalahan, tapi salah cara belajar."
Di mana perbedaannya? Bagaimana yang masuk kategori salah belajar dan mana pula yang termasuk dalam belajar dari kesalahan?
Ada satu kasus lagi ketika seseorang bertanya pada gitaris profesional bahwa selama ini mereka belajar gitar dengan cara meniru video yang ada di YouTube. Gitaris tersebut menjawab dengan cepat, bahwa gitaris pemula tersebut telah salah cara belajar. Cara belajar seperti itu sama dengan orang yang bahkan belum pernah menghidupkan kompor, tapi langsung belajar cara membuat rendang. Atau, seorang yang bahkan belum pernah belajar mengendarai mobil tapi langsung tes mengendarai di jalan tol.
Dari dua kasus tersebut, siswa SD yang belajar pantomime dengan meniru video YouTube sama kasusnya dengan seorang yang belajar gitar dengan meniru video YouTube. Mereka tidak tahu dasar, namun langsung menirukan seorang ahli. Siswa SD tersebut tidak tahu bagaimana cara melatih tubuhnya agar lentur, bagaimana meresapi setiap gerakan untuk menyampaikan pesan tertentu, dan sebagainya. Tapi, langsung menampilkan sebuah penampilan di atas panggung di hadapan para juri profesional. Hasilnya, yah seperti orang yang tidak pernah belajar cara memotong bawang, namun langsung memasak sup.
Hal itu dipastikan akan berbuah kegagalan, tapi bukan masuk kategori "belajar dari kesalahan". Mereka hanya salah cara belajar.
Bandingkan dengan kejadian seperti ini, ada seorang yang berlatih bermain sepakbola dari cara menggiring bola, berlari cepat, takel, merebut bola, menendang bola dengan akurasi tinggi, hingga menendang bola dengan kekuatan penuh agar bola melaju cepat. Lalu, ketika ada perlombaan, seseorang tersebut mengikuti dengan timnya. Ia melakukan kesalahan dengan tidak mengoper bola ketika rekannya berada dalam posisi yang lebih menguntungkan. Hal tersebut mengakibatkan timnya kalah.
Itu namanya kesalahan, dan seseorang yang dimaksud akan belajar dari kesalahan untuk terus belajar menjadi yang lebih baik. Tentunya, setiap kesalahan yang ia buat, seperti kurang fokus, terlalu individual, dan sebagainya, akan memberikan pembelajaran untuk peningkatan kemampuannya.
Kejadian di atas kita sebut dengan "belajar dari kesalahan".
Sedangkan ada orang lain yang belajar satu lagu yang sudah jadi dengan cara meniru video YouTube. Kemudian, seseorang tersebut akan mengikuti sebuah festival musik dan melakukan persis yang ada di video. Hasilnya, ia tidak memberikan hal yang lain pada lagu yang dibawakan. Hanya berupa sebuah reproduksi karya, tanpa ada proses penciptaan kreatif di sana. Lalu ketika kalah di festival tersebut karena orang-orang lebih kreatif dalam bereksperimen, ia bahkan tidak tahu di mana kekurangannya. Karena yang ia tahu hanyalah membawakan karya orang lain dengan cara meniru. Apabila ia berhasil meniru dengan baik, itu baginya sudah berarti menampilkan sebuah suguhan yang sangat menarik.
Kejadian di atas kita sebut sebagai "cara belajar".
Salah Belajar di Panggung Teater
Di panggung teater, cara belajar yang lebih sering dilakukan adalah seperti contoh di atas. Mereka melihat sebuah video, lalu mencoba meniru sebisa mungkin. Misalnya mereka membawakan naskah Usmar Ismail berjudul "Ayahku Pulang". Lalu, hal yang mereka lakukan adalah mencari contoh video pertunjukan yang sudah ada, lalu menirunya sebisa mungkin. Ada banyak grup teater yang mungkin melakukan hal yang sama, yakni mencari contoh video pertunjukan. Tapi mungkin untuk mendapatkan inspirasi bagaimana sebaiknya kostum yang dipilih, atau mungkin dekorasi ruangan, dan lainnya yang bisa menginspirasi pertunjukan mereka. Namun tetap saja pertunjukan mereka berjalan atas konsepsi yang sudah ditentukan lewat diskusi sebelum latihan dimulai.
Sedangkan grup yang meniru tadi, tidak mengetahui dengan pasti apa metode akting yang digunakan, bagaimana pendalaman peran, membangun tokoh, apa pesan dari naskah yang akan dibawa, dan sebagainya. Mereka hanya meniru dan mencoba sebisa mungkin semirip video tersebut. Tidak ada sentuhan eksperimen, penciptaan, dan proses kreatif dalam pembuatan pertunjukan tersebut.
Kesalahan cara belajar tersebut berdampak buruk bagi aktor-aktor baru tersebut ke depannya. Mereka tidak mengetahui dasar-dasar bermain peran, tapi langsung menggelar pertunjukan di atas panggung. Sekarang, siapa korbannya? Yah, penonton, apalagi kalau mereka bayar tiket. Mereka hanya membayar tiket untuk menyaksikan laku palsu.
Maka proses belajar yang tepat harus dipertimbangkan untuk membentuk seniman-seniman yang kreatif, produktif, dan punya landasan kuat untuk setiap karya mereka. Kesalahan cara belajar menurut hemat kami hanyalah "pelecehan terhadap seni" itu sendiri. Seakan-akan seni adalah sebuah proses yang mudah, dan tidak perlu usaha keras untuk melakukannya.
Boleh saja mencari inspirasi, namun belajar dengan cara meniru adalah hal yang keliru bagi sebuah proses kreatif. Mungkin iya, anak-anak akan lebih mudah belajar dengan cara meniru. Tapi hal itu hanya berlaku untuk anak-anak. Sedangkan bila Anda sudah dewasa, setidaknya cukup dewasa, maka sebaiknya hargai lagi sebuah proses belajar dan proses kreatif. Hal itu ditujukan agar membaca, belajar, berlatih, dan terus berproses dengan baik menjadi rentetan kewajiban yang harus dipenuhi, sebelum akhirnya menyajikan sebuah pertunjukan di atas panggung.
Apa bila hal tersebut telah dipenuhi, maka apabila pertunjukan tersebut masih gagal, bisa dianalisis di mana kesalahan yang dilakukan dalam pentas tersebut. Lewat analisis tersebut, maka Anda akan mengetahui apa saja hal yang harus diperbaiki. Itulah yang disebut sebagai belajar dari kesalahan. Tentunya, belajar dari kesalahan adalah hal yang positif dan mutlak dilakukan oleh seseorang untuk menuju kesempurnaan.