Apa Itu Premis dalam Sebuah Karya dan Seberapa Pentingnya -->
close
Adhyra Irianto
21 April 2021, 4/21/2021 04:15:00 AM WIB
Terbaru 2021-04-20T21:15:44Z
BeritaSastra

Apa Itu Premis dalam Sebuah Karya dan Seberapa Pentingnya

Advertisement

pojokseni.com - Dari banyak kelas menulis, ataupun motivasi kepenulisan di Indonesia, tidak banyak yang menyebutkan tentang "premis" atau dasar pemikiran dalam satu tulisan. Premis dianggap hanya sebagai dasar dalam tulisan "ilmiah" namun jarang disebut di Indonesia sebagai pijakan bagi tulisan fiksi. Pada dasarnya, premis adalah kalimat preposisi yang menjadi sumber pijakan, atau landasan untuk mengembangkan sebuah kerangka cerita. Karena itu, sebelum Anda memulai menulis "apapun", semua musti dimulai dari langkah pertama yakni menentukan premis.


Sekarang pertanyaannya, bagaimana cara menentukan premis apabila tulisan belum dibuat? Kemudian, seberapa pentingnya premis dalam sebuah cerita atau karya? Apakah bisa memulai menulis tanpa menentukan premis. Sekarang, untuk menjawab pertanyaan pertanyaan tersebut, mari kita mulai dengan mencari premis dari cerita yang sudah ada. Kita ambil contoh cerita populer yang ditulis oleh William Shakespeare, Romeo dan Juliet. Apa premis dari cerita itu?


"Seorang perempuan (Juliet) dan lelaki (Romeo) memperjuangkan cintanya mati-matian yang ditentang orang tuanya, hingga berakhir dengan kematian." Atau, kita bisa lebih ringkaskan dengan premis Romeo dan Juliet menurut Lajos Egri, "Cinta yang sejati tidak akan pernah mati meski dipisahkan oleh kematian". Dengan premis tersebut kita bisa ambil kesimpulan bahwa premis mesti mampu menggerakkan cerita, menciptakan karakter, menentukan konflik, menentukan tujuan/aksi, dan sebagainya.


Misalnya untuk premis "Seorang perempuan (Juliet) dan lelaki (Romeo) memperjuangkan cintanya mati-matian yang ditentang orang tuanya, hingga berakhir dengan kematian." Tentunya, dengan membaca premis tersebut kita sudah langsung bisa mendapatkan gambaran jalan cerita secara garis besar. Tidak hanya itu, kita juga sudah bisa menentukan karakter utama, motif, konflik dasar, hingga penyelesaian konflik. 


"Seorang perempuan (Juliet) dan lelaki (Romeo) yang ditentang orang tuanya" dari premis tersebut menentukan siapa saja karakter utama dalam cerita tersebut. Dari kalimat tersebut, kita setidaknya menemukan 4 karakter yang mesti ada, antara lain perempuan dan lelaki yang saling mencintai (Romeo dan Juliet) sebagai peran protagonisnya, juga "orang tua yang menentang" alias orang tua dari kedua pasangan tersebut yang saling berlawanan atau berbenturan menjadikan dinding penghalang bagi cinta mereka. 


Selain karakter, masih dari premis yang sama kita juga menemukan "landasan konflik" dari cerita yang akan dibangun. Cinta Romeo dan Juliet ditentang oleh kedua orang tuanya, hal itulah yang menjadi dasar masalah yang menggerakkan ke mana arah cerita tersebut.  Bisa disimpulkan seperti ini, "Cinta yang sejati" bertemu dengan "pertentangan antara kedua orang tua" menjadikan dua kutub yang saling berlawanan dan membangun dasar konflik dari cerita tersebut.


Apalagi yang mesti ada dalam premis selain karakter dan landasan/dasar konflik? Yah, itu bisa berbentuk "aksi" atau "motif" yang dilakukan karakter untuk mencapai tujuan utamanya. Dalam premis tersebut, aksi yang dilakukan oleh dua karakter utama adalah "memperjuangkan cintanya mati-matian, hingga berakhir dengan kematian". Dari satu penggalan kalimat premis tersebut, kita sudah menebak apa yang akan dilakukan oleh kedua tokoh utama kita dalam cerita tersebut. Yah, mereka akan berjuang dan melakukan segala cara demi tercapainya tujuan mereka.


Dan penggalan kalimat "hingga berakhir dengan kematian" dari premis tersebut menunjukkan akhir cerita, atau penyelesaian konflik dari cerita yang Anda bangun. Tidak mungkin Anda membangun cerita dari awal dengan premis seperti itu, namun pada akhirnya kedua orang itu menikah, lalu bahagia, punya banyak anak, dan lain-lain bukan? Yah, itu dikarenakan Anda sudah menentukan bagaimana akhir dari cerita tersebut sebelum ceritanya dibuat.


Premis adalah Sintesis


Sebelumnya, Anda mungkin bisa memulai dengan mencari premis dari berbagai cerita, teater, film, novel, dan sebagainya yang sudah pernah Anda tonton. Pastikan premis yang akan Anda dapatkan berisi minimal; karakter, dasar konflik, motif/aksi, hingga penyelesaian konflik. Dengan menemukan premis dari banyak cerita yang sudah Anda baca, itu bisa menjadi cara belajar membuat premis yang paling dasar untuk Anda yang baru mulai akan menulis.


Premis bersifat universal, atau setidaknya mengandung kebenaran universal. Dengan demikian, Anda tidak akan berjalan di satu sisi yang Anda anggap benar secara subjektif. Misalnya seperti ini, Anda yakin benar bahwa benda di bawah ini adalah meja.




Namun, suatu hari Anda menemukan bahwa ada orang yang duduk di atas meja ini. Sedangkan dalam "kebenaran" yang selama ini Anda pegang teguh adalah "meja bukan tempat duduk", karena yang menjadi tempat duduk adalah "kursi". Maka, dengan berpegang pada kebenaran tersebut, Anda menganggap siapapun yang duduk di atas meja "telah melakukan kesalahan besar".


Dengan demikian, kita anggap ide Anda (thesis) adalah "meja adalah tempat meletakkan barang, dan bukan tempat duduk". Ternyata, apa yang Anda sadari sebagai kebenaran tersebut bisa bergerak ke banyak sisi, dan Anda menemukan sesuatu yang Anda anggap "bukan kebenaran" namun dilakukan banyak orang. Kita sebut saja ini sebagai "antithesis" dari ide yang selama ini Anda pegang.


Pertemuan antara thesis dan antithesis tersebut menjadikan sebuah proses dialektika yang hasilnya adalah sebuah "sintesis". Apa sintesis dari contoh kasus di atas? Yah, Anda menemukan sebuah kebenaran baru yakni "sebuah meja akan menjadi meja apabila diperlakukan, atau dimanfaatkan seperti meja". Dengan kata lain, Anda telah menemukan satu kalimat yang menjadi sebuah dasar pemikiran baru yang lebih bersifat universal kebenarannya.


Seperti itu kira-kira hal yang dilakukan dalam membangun premis. Premis yang baik adalah sebuah sintensis yang didapatkan dari proses dialektika, dari pertemuan "dua kubu" yakni thesis dan antithesis. Premis yang mengandung kebenaran universal tentunya tidak membuat Anda berjalan di satu sisi dan mengabaikan kebenaran yang lainnya. Misalnya "si A akan masuk neraka karena tidak memeluk agama B", itu adalah salah satu contoh "thesis" yang belum melalui proses dialektik sehingga terkesan "berjalan di satu sisi" saja dan mengabaikan kebenaran dalam sisi lainnya.


Membangun Cerita Berdasarkan Premis yang Dibuat


Setelah premis dibuat apa yang dilakukan berikutnya? Yah, Anda akan mulai membangun karakter dari premis tersebut. Mungkin akan banyak hadir tokoh lainnya untuk mendukung jalannya cerita, tapi terpenting bangun terlebih dulu tokoh utama yang "tersebut di dalam premis". Untuk membangun tokoh, akan lebih baik bila Anda membaca terlebih dulu artikel ini untuk membangun tokoh secara detail:  Detail yang Harus Diperhatikan Seorang Penulis


Setelah membangun tokoh atau karakter, maka Anda mulai menyusun cerita. Misalnya dalam contoh premis Romeo dan Juliet tadi, bagaimana kedua orang itu bertemu, lalu bagaimana cinta tumbuh di antaranya keduanya, dan pada akhirnya bagaimana cinta mereka bisa menjadi cinta yang sejati. Dengan demikian, Anda berhasil membangun jalannya cerita berdasar dari premis yang Anda buat.


Berikutnya, temukan "cinta sejati" tadi dengan landasan konfliknya. Dalam cerita Romeo dan Juliet, sumber konfliknya adalah "ditentang oleh orang tua". Sekarang, kenapa orang tuanya menentang? Apa motifnya? Anda membangun lagi kerangka cerita untuk menjadikan alasan "ditentang oleh orang tuanya" menjadi lebih kuat. Dalam cerita tersebut, diketahui ternyata ayahnya Romeo dan ayahnya Juliet adalah musuh bebuyutan sejak lama, yah sejak Romeo dan Juliet lahir ke dunia. Dalam kisah-kisah lain yang premisnya sama, kadang-kadang penyebabnya adalah "perbedaan kasta/status sosial" dan banyak hal lainnya yang mendasari "pemicu konflik" dengan kuat.


Berikutnya, setelah Anda membangun pemicu konflik maka yang harus Anda susun selanjutnya adalah "apa yang terjadi setelah pertemuan antara kisah utama dengan pemicu konfliknya"? Dengan kata lain, Anda akan mulai membangun cerita ketika "cinta sejati" sudah bertemu dengan pemicu konfliknya, yakni "permusuhan orang tua". Apa yang harus dilakukan oleh tokoh utama? Berdasarkan premis tadi, yang harus dilakukan oleh kedua tokoh utama adalah "berjuang mati-matian". Dengan demikian, Anda tidak bisa menjadikan karakter Anda menyerah dengan keadaan tersebut, lalu memilih mengikuti kehendak orang tuanya. Karena sudah disebutkan dalam premis yang Anda bangun di awal, bahwa kedua tokoh akan berjuang mati-matian dengan segala cara untuk tetap bersatu.


Dan bagaimana akhirnya? Masih berdasar pada premis di atas bahwa akhir cerita adalah keduanya bertemu dengan kematian. Yah, semua sudah ditentukan oleh William Shakespeare sejak awal, bahwa nantinya kedua karakter ini akan mati. Bagaimana proses matinya? Itu yang akan Anda bangun dan ciptakan.


Sekarang, struktur atau kerangka cerita sudah dibangun dengan detail dan lengkap. Apa langkah selanjutnya? Tentunya, mulailah menulis cerita yang Anda bangun.


Bagaimana bila premis Anda sama dengan premis yang sudah ada sebelumnya? Sebenarnya tidak begitu masalah. Premis dalam "Pelukis & Wanita" yang saya tulis misalnya, sama dengan "No Exit" karya Jean-paul Sartre. Namun, premis adalah "benih" tanaman dan proses membangun cerita seperti yang dipaparkan di atas adalah proses menanamnya. Pernah Anda temukan ada dua batang tumbuhan yang sama persis? Tidak, meskipun secara kasat mata "benihnya" sama bentuknya. Kita anggap biji jagung dari tongkol yang sama, kemudian ditanam lagi, lalu keduanya akan tumbuh menjadi tanaman yang berbeda bukan?


Terpenting, jangan menulis tanpa menyiapkan premis. Itu sama saja seperti seorang tukang kayu yang mengumpulkan kayu, lalu mulai mengergaji ke sana kemari, memaku ke sana kemari, namun tidak tahu ingin membuat apa. Lalu, entah jadi kursi atau meja, terpenting si tukang kayu tidak menyiapkan konsepsi yang jelas dari apa yang akan dibangun. Itu adalah proses yang keliru. Tukang kayu tersebut seharusnya sudah tahu apa yang akan dibuat, sudah menggambar dan bahkan sudah menentukan berapa tinggi, lebar, warna, dan sebagainya dari apa yang akan dibuat. Semua proses yang berdasar pada ilmu pengetahuan, tidak bisa dilakukan tanpa konsepsi di awalnya. 


Berarti setelah premis, terpenting untuk membangun sebuah cerita adalah pengetahuan sintaksis linguistik. Sekilas tentang kalimat, kesepadanan dan sebagainya bisa juga Anda baca di artikel ini: Sekilas tentang Kesepadanan Struktur Kalimat dan Ciri-cirinya

Ads