Advertisement
Tari Tantayungan, yang biasa menjadi pembuka pertunjukan teater tradisional Tantayungan |
pojokseni.com - Menyebut teater tradisional di Kalimantan Selatan, tentunya nama yang akan tersebut terlebih dulu adalah Mamanda. Namun, ada teater rakyat atau teater tradisional yang usianya justru jauh lebih tua ketimbang Mamanda, yakni Tantayungan.
Mirip seperti Mamanda, Tantayungan juga merupakan pertunjukan teater tradisi atau teater rakyat yang terpengaruh oleh unsur-unsur kebudayaan Melayu. Meski demikian, akar atau pondasinya juga masih bercirikan adat dan kebudayaan setempat.
Tantayungan, berdasarkan catatan sejarah berawal di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan. Orang-orang yang mementaskan pertama kalinya adalah orang-orang Pandawan, masyarakat asli daerah tersebut. Awalnya, pertunjukan ini berisi tari-tarian yang ditujukan sebagai salah satu rangkaian acara pernikahan setempat.
Tariannya dilakukan secara massal dan ditarikan oleh dua kelompok. Kedua kelompok besar itu memeragakan peperangan alias tari perang yang dikenal sangat dinamis tersebut. Pertempuran antara keduanya berlangsung sampai ada satu kelompok yang "seolah-olah" kalah dan menyingkir dari medan perang.
Pasukan bertombak yang menang kemudian melanjutkan prosesi penyambutan pengantin. Tarian perang inilah yang awalnya disebut dengan nama tarian Tantayungan.
Sampai akhirnya bentuknya mulai berkembang, dengan masuknya unsur-unsur cerita masyarakat setempat. Akhirnya, dialog mulai dimasukkan dalam tarian-tarian tersebut, dan akhirnya bergeser dari pertunjukan tari menjadi pertunjukan teater rakyat atau teater tradisional.
Penyajian pertunjukan diiringi oleh musik tradisional dengan alat musik seperangkat alat "gamelan" yang kemudian disebut sebagai gamelan Banjar. Alat musik yang digunakan antara lain babun (sejenis gendang), dawu, sarun (seperti saron), gong ukuran kecil, kanung (seperti kenong), Kangdi, serunai, gong ukuran besar, kalimpat dan beberapa alat musik tambahan lainnya.
Musik yang dimainkan bernama irama Ayakan yang merupakan alunan khas Banjar. Ada tempo pelan, tempo sedang dan cepat yang sesuai dengan alur dramatik peperangan yang sedang diperagakan. Namun, pengaruh musik Melayu sangat kental terasa di pertunjukan ini.
Tidak hanya itu, pertunjukan Tantayungan berikutnya juga mirip dengan pertunjukan teater bangsawan ala Melayu. Perbedaannya adalah setiap gerakan terkesan "ditarikan" karena memang pondasi dari pertunjukan ini adalah tari Tantayungan yang lahir lebih dulu. Meski demikian, sebagaimana teater bangsawan, humor dan lelucon menjadi bagian utama dari pertunjukan ini.
Urutan pertunjukan adalah, sebuah tetabuhan dari alat musik perkusi yang ditujukan untuk memanggil penonton. Kurang lebih semacam pemberitahuan bahwa pertunjukan akan dimulai. Kemudian, tari-tarian Tantayungan akan menjadi tampilan pembuka, sebelum akhirnya pegelaran teater dimulai.
Pegelaran teater dimulai dengan hadirnya seorang pencerita atau dalang. Keunikannya, dalangnya ada tiga, antara lain Dalang Sejati yang menjadi pemimpin para dalang, serta dua dalang lainnya yakni Dalang Kasmaran serta Dalang Pengembar. Ketiganya akan menceritakan kisah yang ditampilkan, namun tetap arus utamanya dipimpin Dalang Sejati.
Pertunjukan ini juga menggunakan bahasa setempat yang disebut bahasa Bukit, namun dicampurkan dengan sedikit bahasa Kawi. Dalang-dalang tadi akan menyampaikannya dengan bernyanyi (atau dinyanyikan), meski kadang satu atau dua dalang justru ikut menjadi aktor dalam cerita yang disuguhkan.
Perkembangan Tantayungan serta Bentuknya Sebagai Teater Transisi
Tantayungan di awalnya, setelah bertransformasi dari tarian, ditampilkan cukup sederhana. Karena itulah, pentasnya bisa digelar di mana saja, bahkan di pekarangan rumah sekalipun.
Lama kelamaan, pengaruh Teater Bangsawan makin kuat masuk ke Tantayungan menjadikan pertunjukan ini mulai dipentaskan di atas panggung. Panggungnya berada di sebuah tempat khusus untuk pentas Tantayungan, yang berupa bangunan segi empat dengan atap dan lantai terbuat dari bahan bambu disebut dengan nama "serobong".
Penonton dan pemain terasa sangat dekat, nyaris tak berbatas. Perbedaan utama dari Teater Bangsawan adalah setting untuk Tantayungan lebih sederhana. Hanya ada meja di tengah panggung, serta tongkat yang dipegang semua pemain dan tombak untuk adegan perang.
Panggungnya berbentuk tapal kuda dan memanfaatkan properti yang sedikit itu untuk banyak hal. Meja tadi misalnya, kadang jadi kursi raja, kadang jadi meja sedang, kadang jadi tempat bersembunyi dan sebagainya.
Namun untuk kostum, Tantayungan cukup berbeda dengan properti dan dekorasi panggung yang sederhana. Kostumnya adalah baju Taluk Belanga dengan calana pangsi, tanjak Siak (penutup kepala khas daerah Siak), kumis (baik palsu maupun asli), dan dalang menggunakan selempang bahu untuk membedakannya dengan para pemain.
Adegan awal disebut maucukani, ketika dalang datang dan bercerita. Dalang-dalang ini menggunakan giwang di telinganya yang berkilauan diterpa cahaya. Dalang ini akan meminta izin dulu pada "leluhur" sebelum pertunjukan dimulai.
Teater tradisional satu ini juga disebut sebagai teater transisi, yakni teater rakyat yang sudah mendapat pengaruh teater modern. Namun, sebagaimana teater tradisi pada umumnya, Tantayungan juga terancam punah karena sudah sangat sedikit sekali pelaku serta peminatnya.
Catatan terakhir tentang Tantayungan adalah pernah dipentaskan di Desa Ayuwang, Kecamatan Haruyan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Meski disebut-sebut mirip dengan Wayang Gung, namun cerita yang diangkat dalam Tantayungan adalah cerita rakyat setempat, bukan berdasar epos Ramayana atau Mahabrata misalnya.