Seni, Keindahan dan Estetika Platonis Menurut Al-Farabi dan Ibn Sina -->
close
Pojok Seni
16 March 2021, 3/16/2021 02:22:00 AM WIB
Terbaru 2021-06-05T06:21:09Z
Artikel SponsorBeritaEstetika

Seni, Keindahan dan Estetika Platonis Menurut Al-Farabi dan Ibn Sina

Advertisement

pojokseni.com - Tidak lama lagi kita akan menghadapi bulan puasa, serta lebaran 2021. Meski kemungkinan masih berada di dalam kondisi yang tidak stabil karena pandemi Covid19, namun bukan berarti menghadapi lebaran kita mesti terus bersedih. 


Kali ini, PojokSeni akan membagikan artikel terkait estetika yang disesuaikan dengan tema Islami, menjelang Ramadan dan Lebaran 2021. Dalam dunia filsafat Islam, ada banyak nama besar seperti al-Kindi, al-Razi, Ibn Rushd dan nama-nama besar lainnya. Namun, dua nama berikut, Al-Farabi yang lahir tahun 870 dan Ibn Sina yang lahir tahun 980 adalah dua orang filsuf dengan semangat Platonis.


Awalnya, al-Kindi adalah filsuf pertama yang membawa pandangan estetika platonis. Namun, al-Kindi tidak se-sistematis al-Farabi dan Ibn Sina dalam menjabarkan pemikiran yang cenderung platonisme. Selain buah pemikirannya di bidang ilmu pengetahuan lainnya, apa saja sumbangan pemikiran dari Al-Farabi dan Ibn Sina untuk seni dan estetika?


Wacana Estetika Al-Farabi


Al-Farabi membawa konsep metafisik, dengan Tuhan sebagai "Ada Pertama". Semua hal akan terkait dengan yang "Pertama" ini, termasuk juga keindahan. Tuhan memancarkan keindahan yang kemudian "diserap" oleh alam semesta yang menjadikannya indah.


Al-Farabi menyusun 10 hierarki keindahan, dan manusia berada di nomor 10. Ke-10 penyerap atau memantulkan keindahan yang terpancar dari Ilahi tersebut. Dengan kata lain, keindahan sejati datang dari pancaran cahaya Ilahi. Semua benda, alam, karya seni, dan sebagainya menurut Al-Farabi, tidak indah atau tidak menyimpan indah di dalam dirinya. Mereka bisa menjadi indah bila ikut berpartisipasi dalam keindahan milik Ilahi.


Oleh karena itu, sama seperti Plato, Al-Farabi juga menempatkan seni dalam konteks sosial-moral untuk kegunaannya atau fungsinya. Al-Farabi menempatkan sastra (khususnya puisi) ke dalam ilmu logika sebagai sub-ilmu.


Wacana Estetika Ibn Sina


Konsep yang dibawa oleh Ibn Sina terkait estetika adalah keindahan kodrati. Maksudnya, sesuatu akan menjadi indah bila tetap sesuai dengan kodratnya. Kodrat yang dimaksud oleh Ibn Sina berarti "seperti semestinya". Sendal akan jadi indah bila dibuat dengan indah, dan tetap digunakan sebagai sendal. Begitu juga asbak rokok akan tetap indah bila dibuat dari kayu yang indah, lalu diukir indah, namun tetap digunakan sebagaimana mestinya.


Bagaimana dengan manusia? Seperti Al-Farabi dan filsuf platonis lainnya, juga ada hierarki yang disusun oleh Ibn Sina. Dalam stratifikasi keindahan menurut Ibn Sina, semakin indah maka akan semakin intelektual karya seni tersebut. Maka dari itu, keindahan tertinggi tentunya milik Yang Maha Esa, karena dari Tuhan semua keindahan dan ilmu berasal. Dalam hal ini, Tuhan juga menjadi sumber semua yang kodrat, juga semua yang harmoni. Konsep metafisik juga menjadi pemikiran utama Ibn Sina. Manusia butuh semacam aksese (dengan bantuan meditasi, juga kontemplasi) untuk memurnikan dirinya dan mencapai keindahan yang sejati.


Pencarian terhadap keindahan yang sejati, berarti mencari kodrat sebenarnya dari manusia. Hal itu juga yang nantinya bisa mendekatkan manusia pada Tuhannya. Dengan kata lain, Ibn Sina sepakat dengan Plato bahwa seni menjadi salah satu jalan (lain) seorang manusia untuk dapat mengenali dirinya, dan Penciptanya.


Demikian sedikit ulasan pemikiran Ibn Sina (atau biasa disebut dengan nama Avicenna oleh ilmuwan barat) juga Al-Farabi terkait seni dan estetika. Temukan artikel lainnya yang juga membahas estetika dalam Islam, atau pemikiran para filsuf Islam terdahulu terkait seni dan estetika di Pojokseni.com dalam rangka menyambut Ramadan dan Lebaran 2021 ini. 

Ads