Advertisement
pojokseni.com - Bicara tentang teater tradisional Indonesia, tentunya tidak akan lepas dari menyebut wayang. Teater tradisional selalu dibagi menjadi dua jenis, yakni teater manusia dan teater boneka. Wayang, bisa masuk ke dalam dua-duanya sekaligus. Wayang orang adalah jenis teater manusia, wayang (selain wayang orang) adalah jenis teater boneka. Namun, apakah seluruh jenis wayang adalah teater tradisional? Dalam hal ini, Pojokseni menyempitkan ke tiga jenis wayang, yakni wayang Suket, wayang Kancil, dan wayang Suluh.
Istilah teater tradisional, sebenarnya adalah teater yang dilahirkan dari ritual atau upacara adat. Maka berbeda istilahnya dengan pertunjukan teater yang menjadi tradisi (mentradisi). Di titik ini perbedaan dan cara memilah, serta memisahkan mana yang teater tradisi, serta mana yang teater transisi. Teater transisi, merupakan salah satu bentuk teater tradisional yang sudah terpengaruh dengan teater modern.
Dalam hal ini, ketiga jenis wayang yang akan dibahas dalam artikel ini, antara lain wayang suket, wayang kancil, dan wayang suluh merupakan jenis "teater transisi", yang memadukan antara kesenian teater tradisi, dengan kreasi berdasar unsur-unsur kebaruan yang terjadi di masyarakat. Berikut pemaparan ketiga jenis wayang baru tersebut.
Wayang Suket
Secara sempit, kita bisa artikan Wayang Suket sebagai wayang yang terbuat dari bahan rumput (suket). Yah, hal itu dikarenakan bahan pembuatan wayang ini memang dedaunan rerumputan yang dijalin atau dilipat untuk membuat wayang.
Berbeda dengan wayang kulit, wayang suket tentunya memilih daya tahan yang lebih pendek, karena terbuat dari dedaunan. Wayang suket mungkin adalah salah satu bentuk efisiensi bahan, sehingga orang-orang terdahulu yang lebih banyak bertemu dengan dedaunan bisa tetap bermain wayang.
Tentunya, ada beberapa jenis wayang non-kulit yang usianya lebih tua ketimbang wayang suket. Misalnya ada wayang ajen, wayang golek, wayang cepak, dan sebagainya yang terbuat dari bahan kayu. Juga ada wayang golek langkung yang terbuat dari bahan bambu. Maka wayang suket menjadi salah satu jenis wayang non-kulit yang hadir dalam jenis berbeda.
Dulunya, wayang suket merupakan mainan anak-anak di pedesaan pulau Jawa. Namun, kemudian ada seniman wayang, atau dalang yang akhirnya mencoba mengangkat cerita wayang dalam desain wayang suket.
Wayang Kancil
Wayang satu ini hadir ketika kisah kancil untuk anak-anak mulai populer. Maka, wayang juga dijadikan media sebagai bahan cerita anak tersebut. Sejarah mencatat, pencipta wayang kancil adalah Sunan Giri yang termasuk dalam Wali Sanga.
Meski demikian, wayang kancil tidak begitu dikenal saat itu. Baru di tahun 1920-an, kisah kancil yang diangkat ke pertunjukan wayang menjadi populer oleh Bo Liem. Tahun 1980-an, demi meningkatkan pengetahuan dan kecintaan anak-anak pada kesenian tradisional Indonesia, wayang kancil dihidupkan kembali. Salah satu tokoh yang terkemuka dalam mengembangkan wayang kancil adalah Ki Ledjar Subroto dari Yogyakarta.
Sama seperti pertunjukan wayang purwa, wayang kancil juga dilengkapi seperangkat gamelan, layar putih, penyanyi sinden dan sebagainya. Lagu-lagunya juga khas untuk pertunjukan wayang kancil dan mengandung pesan untuk anak-anak.
Wayang Suluh
Sederhananya adalah, wayang suluh merupakan pertunjukan teater modern yang dipindahkan ke pertunjukan wayang. Hal itu ditunjukkan dengan karakter wayang yang merupakan orang biasa dengan pakaian sehari-hari.
Suluh berarti cahaya sedikit, atau secercah cahaya. Meski demikian kata suluh di sini merupakan kata dasar dari kata "penyuluhan" yang dilakukan pemerintah, melalui wayang. Wayang ini memang hadir setelah era kemerdekaan hingga tahun 1970-an. Dengan demikian, dalang dari pertunjukan wayang suluh ini juga sering disebut sebagai "juru suluh" atau "penyuluh".
Karena memang waktu itu pertunjukan wayang ini ditujukan untuk sosialisasi program pemerintah pada masyarakat. Cerita yang diangkat juga bukan lagi cerita pewayangan, tapi cerita sehari-hari. Jadinya, tokoh-tokoh dalam wayang tersebut punya nama seperti manusia asli, seperti Joko, Bambang, Pak Lurah, Pak RT, Tuan Tanah, dan sebagainya.
Itu tadi ulasan terkait tiga wayang baru yang mungkin saat ini sudah cukup dilupakan masyarakat luas. Terkait wayang, Anda bisa membaca artikel bertajuk Menilik Kembali Asal Usul Wayang.