Advertisement
pojokseni.com - Hendrik Ibsen adalah seorang penulis yang dikenal dengan gaya tulisan realisme sosial. Ibsen lahir dan besar (serta meninggal) di Norwegia dan menjadi ikon dramawan terbesar Norwegia. Ia dan karya-karyanya dianggap sebagai harta kekayaan Norwegia sepanjang masa.
Banyak sumber yang mungkin sedikit melebih-lebihkan tentang Henrik Ibsen. Ia disebut dramawan terpenting dunia di eranya. Ia juga disebut-sebut sebagai pengarang lakon yang terbanyak dipentaskan setelah Wiliam Shakespeare. Karya-karyanya juga menjadi semangat zamannya, membangkitkan kegelisahan para pembaca dan penonton teater yang membawakan lakon karangannya.
Naskah pertamanya yang dipentaskan berjudul Gundukan Makam (dipentaskan tahun 1950) dan ia mendapatkan keberhasilan lewat naskah berjudul Brand (1865). Naskah-naskahnya yang terkenal tentunya Peer Gynt (1867), Kaisar dan Galilea (1873), Rumah Boneka dan Hedda Gabler (1890). Karya-karyanya membuat teater realis kembali mendapatkan tempat di hati publik, sekaligus kritikus. Teater sudah kembali menjadi sebuah seni, ketimbang sebuah hiburan. Hal itu menjadikan Ibsen mendapat gelar Bapak Realisme.
Selain itu, Hendrik Ibsen juga menjadi seorang penulis yang memengaruhi penulis kenamaan dunia lainnya. Sebut saja George Bernard Shaw, Jamse Joyce, Oscar Wilde, Arthur Miller, hingga Eugene O'Neill. Namanya disebutkan di dalam nominasi penerima noble Sastra selama tiga tahun berturut-turut, yakni 1902, 1903 hingga 1904.
Tips Membangun Watak Tokoh dalam Lakon Ala Hendrik Ibsen
Dalam kutipan Hendrik Ibsen yang ditulis oleh Lajos Egri di dalam The Art of Dramatic Writing, disebutkan bahwa Hendrik Ibsen membutuhkan waktu yang lama untuk membangun tokoh-tokoh di dalam lakonnya.
Watak merupakan hal yang terpenting dalam satu lakon, setelah premis. Karena itu, membangun watak setiap tokoh harus benar-benar detail dan mempertimbangkan semua aspek yang kecil-kecil sekalipun.
Bila benda atau material di dunia terdiri atas tiga dimensi (panjang x lebar x tinggi) maka untuk manusia bertambah tiga dimensi lainnya, yakni psikologis + sosiologis + fisiologis. Dengan tiga dimensi tambahan tersebut, maka tokoh yang dibangun tersebut akan "lengkap" sebagai manusia.
Hendrik Ibsen, selalu menyendiri ketika akan membangun watak setiap tokoh-tokohnya. Hal itu dilakukan agar ia lebih fokus dan detail menyiapkan watak dari setiap tokoh-tokohnya.
Ia juga mempelajari setiap karakter dan watak dari teman-teman dan orang-orang yang dikenalnya dengan dekat. Ia melihat semuanya secara detail; cara berjalan, cara berbicara, cara makan, sifat bawaan, dan sebagainya.
Ketika ia mendapatkan materi untuk menulis lakon, maka ia kadang memulai sebuah perjalanan dengan kereta api. Di dalamnya, Ibsen menemukan banyak orang dan menelitinya sebanyak mungkin. Terkadang, ia mengajak mereka berkenalan dan mengobrol sepanjang perjalanan.
Bekal inilah yang kemudian dibawanya ketika menyendiri menuliskan lakon. Ketika ia sendirian, ia mencoba membangun "semesta" sendiri dan mencoba mengenali setiap karakternya lebih dekat.
Ibsen melihat sampai detail-detail terkecil dari setiap tokohnya yang kemudian digunakan untuk membangun tokohnya dengan sempurna.
Jadi, meski dua orang yang kembar sekalipun, masih memiliki perbedaan dan keunikan tertentu. Ada kekhasan kecil dan perbedaan tertentu pada dua saudara, tergantung banyak hal yang datang baik dari dalam maupun luar tubuh.
Nah, Anda ingin mencoba membangun watak seperti Ibsen? Cobalah mungkin di MRT, atau di bus antar kota. Sambil liburan, dengan membawa catatan dan ingatan yang fokus, tanpa mengingat tagihan atau apapun yang menjadi beban.