Advertisement
pojokseni.com - Dalam menulis sebuah cerita dalam prosa, baik itu novel, cerpen, cerbung dan jenis prosa lainnya, penulis cenderung menggunakan sudut pandang orang ketiga dalam ceritanya.
Keuntungan memilih sudut pandang orang ketiga adalah penulis bisa memosisikan dirinya sebagai orang di luar cerita dan tahu segalanya. Sebelumnya, sempat dibahas di pojokseni.com terkait sudut pandang, termasuk sudut pandang orang ketiga.
Sudut pandang orang ketiga terbagi menjadi empat jenis, antara lain:
- Sudut pandang ketiga serba tahu
- Sudut pandang ketiga pengamat
- Sudut pandang ketiga objektif
- Sudut pandang ketiga terbatas
Keempatnya sudah dijelaskan lebih detail pada artikel ini: Sudut Pandang Orang Ketiga dalam Sebuah Cerita
Pertanyaannnya adalah bagaimana membuat suasana terasa lebih hidup dalam sebuah cerita menggunakan sudut pandang orang ketiga?
Membangun Suasana dengan Sudut Pandang Orang Ketiga
Berbeda dengan sudut pandang orang pertama (yang biasanya menggunakan Aku/Saya), sudut pandang orang ketiga membuat penulis berada di luar cerita. Itu artinya, ia bukan menjadi objek penderita.
Oleh karena itu, penggambaran yang detail terhadap karakter menjadi salah satu kunci untuk menghidupkan suasana. Apalagi bila tujuannya menjadikan cerita tersebut lebih terasa nyata
Sebelumnya sebagai suatu karya sastra, ada asas yang harus dipenuhi oleh sebuah prosa. Berikut beberapa di antaranya:
- Keseimbangan
- Keutuhan
- Kesepadanan
- Keselarasan
Maka, ketika membangun "ruang", "waktu", karakter dan alur, benar-benar dipertimbangkan bahwa semua yang dibangun secara detail itu memiliki fungsi. Atau, setidaknya ada penekanan penulis terhadap sesuatu yang dibangunnya, berkaitan dengan apa yang akan terjadi berikutnya.
Anda tidak perlu bertele-tele menceritakan merek minyak wangi yang ada di meja kerja seorang tokoh, kalau ternyata tidak ada kelanjutannya. Atau, benda itu sama-sekali tak disebutkan dalam kejadian berikutnya.
Mempertimbangkan Penggunaan Kata dan Kalimat
Satu kalimat terdiri dari berbagai bagian yang masing-masing memiliki fungsi berbeda. Namun, setiap unsur di dalam kalimat tersebut akan sama-sama mendukung makna yang diusung kalimat tersebut.
Maka dari itu, menyampaikan sebuah ide, atau menuliskan semua ide dan gagasan membutuhkan perhitungan yang tepat. Dalam hal ini, tidak semuanya mesti menggunakan "rasa" sebagaimana yang digembar-gemborkan dalam budaya pop.
Misalnya, untuk membuat pembaca Anda lebih merasakan rasa curiga terhadap satu kejadian, Anda membuat kalimat seperti ini:
Danu curiga dengan beberapa orang yang datang ke pemakaman ayahnya.
Ternyata, kalimat tersebut kurang cukup untuk mengarahkan pembaca ke siapa yang dicurigai Danu? Juga tidak menggambarkan jelas bagaimana kadar kecurigaan pada setiap orang.
Maka dari itu, kalimat tersebut diubah untuk menekankan kecurigaan, serta memberi keterangan siapa saja yang dicurigai. Misalnya, menjadi seperti ini;
Beberapa orang yang datang ke pemakaman ayah Danu, ketika jenazah masih belum dimakamkan, terlihat begitu mencurigakan bagi Danu.
Kalimat Langsung
Kalimat langsung juga menjadi salah satu kunci untuk menghidupkan suasana dan juga imajinasi pembaca. Misalnya kalimat seperti ini:
Danu bertanya pada seorang pria yang duduk di ujung ruangan, apa yang telah dilakukannya pada malam kematian ayahnya.
Kalimat tersebut masih merupakan kalimat tak langsung. Dengan mengubahnya menjadi kalimat langsung, maka dialognya akan terasa lebih hidup. Tentunya, suasana terberi (given circumstance) yang ada seperti detail ekspresi, gerakan, suasana, dan sebagainya juga mesti digambarkan dengan baik agar kalimat itu menjadi lebih hidup.
Danu, sambil menggenggam kedua tangannya sebegitu keras, datang menghampiri pria yang dari tadi duduk di ujung ruangan. "Apa yang kau lakukan malam kemarin, di malam kematian ayahku!" Danu tiba-tiba menyentaknya dengan pertanyaan yang mengejutkan.
Dengan penggambaran yang lebih detail serta kalimat langsung, membuat kalimat tersebut jauh lebih hidup suasananya. Berikutnya, Anda bisa menulis jawaban si lelaki yang dicurigai itu dengan sama detailnya. Misalnya, lihat contoh berikut ini:
Danu, sambil menggenggam kedua tangannya sebegitu keras, datang menghampiri pria yang dari tadi duduk di ujung ruangan. "Apa yang kau lakukan malam kemarin, di malam kematian ayahku!" Danu tiba-tiba menyentaknya dengan pertanyaan yang mengejutkan.
Tentu saja pertanyaan itu membuat kaget. Tapi lelaki itu terlalu kaget, sampai-sampai tak mampu menguasai dirinya. Ia bahkan terbata-bata di awal bicaranya, sebelum berhasil menguasai diri dan berbicara dengan perlahan.
"Eh, aku, eh iya, a-aku, aku menonton televisi sendirian di rumahku semalaman."
"Kalau kau memang menonton televisi, bisa kau ceritakan padaku, apa yang kau tonton! Danu sepertinya tak membiarkan lelaki itu mendapatkan kesempatan untuk memikirkan jawaban tipuan. Ia kembali menyergap lelaki itu dengan tatapan matanya, hanya agar ia menjawab lebih cepat.
"Eh, aku menonton, ehm... iya berita selebriti. Jadi, setelah istrinya menjadi viral karena video syurnya, Fulan semakin tertekan karena positif Corona. Ah, iya aku menonton itu malam tadi," jawab lelaki itu dengan gagap. Tangannya yang memegang erat ponsel sedari tadi tampak bergetar.
"Ayahku meninggal pukul tujuh malam. Dan kau tahu, tidak ada berita selebriti yang disiarkan pukul tujuh malam!" Danu menyeringai, "kau telah berbohong!"
"Oh, kalau pukul tujuh, rasanya, ehm, aku mungkin ketiduran. Terlalu lelah seharian," jawab lelaki itu tiba-tiba. Ia tampak tersudut.
Nah, seperti itu kurang lebih tips untuk menjadikan dialog dalam prosa seperti novel atau cerpen Anda lebih terasa nyata dan membangun imajinasi pembaca Anda. Tentunya, dengan interaksi dan suasana yang detail, serta pilihan kata yang paling tepat untuk setiap kalimat akan menjadikan cerita Anda lebih menarik.
Tips dari Pojokseni di atas tentunya bisa Anda pertimbangkan bila saat ini sedang membuat sebuah cerita dengan sudut pandang orang ketiga.