Advertisement
pojokseni.com - Karya seni, sebagaimana ditulis oleh De Witt H Parker, adalah sarana kehidupan estetik. Maka dengan karya seni, pengalaman estetik serta kemampuan artistik seorang seniman akan menjadi bertambah baik. Berikutnya, karya seni tersebut akan melebur dalam nafas dan jiwa masyarakat.
Maka seni sebagai salah satu sarana eksperimen seorang seniman, akan terus meningkat tarafnya dan capaiannya. Namun ada satu hal yang pasti tentang karya seni dan kesenian. Yakni, mereka selalu awet dan menjaga komunikasi ungkapan terhadap publik.
Seni yang awalnya merupakan sebuah ide atau gagasan, kemudian "dilahirkan" dengan banyak tujuan. Pastinya, tujuan pertamanya adalah untuk memenuhi keinginan sang seniman itu sendiri. Karya seni, bagi para pengkarya, adalah sebuah jalan menuju hal-hal baru, atau pikiran-pikiran baru.
Tapi ada hal lain yang penting, yakni bagaimana ketika karya seni itu disiarkan ke publik. Apakah para penghayat (mungkin tidak semua penonton atau penikmat adalah penghayat) mampu menerima pesan atau makna secara estetis di dirinya masing-masing. Apakah karya seni tersebut mampu menghantarkan penikmatnya ke dalam pengalaman estetis tertentu?
Misalnya dalam karya sastra, dengan medium bahasa, maka sastrawan akan mempertimbangkan simbol bahasa yang dipergunakannya. Mulai dari judul, sampai isinya, termasuk urusan kepadupadannan antara setiap baris atau isinya. Maka pengetahuan dan kemampuan berbahasa menjadi syarat mutlak bagi seorang sastrawan.
Di teater misalnya, dengan medium tubuh, maka seorang seniman teater mulai dari sutradara, dramaturg, aktor sampai penata kostum juga memperhatikan detail simbol yang digunakan dalam pentas tersebut. Juga sangat penting mengetahui dan memahami dramaturgi, keaktoran dan pemanggungan.
Begitu juga di tari, seni rupa dan berbagai jenis seni lainnya. Semua partikel di dalamnya akan saling mengait dan mengikat untuk saling memberikan pesan. Maka ada satu saja yang kurang atau salah simbolnya, maka makna dari karya seni tersebut bisa jadi akan menjadi jauh dari tubuh karyanya.
Atau, kalaupun tidak menjauh, maka pesan yang disampaikan tidak akan sampai secara utuh.
Hal yang Membuat Seniman Gagal
Apabila penyair (atau pensyair?), penari, aktor, perupa dan seniman lainnya gagal menggunakan simbol yang tepat dalam karyanya, maka seperti yang disampaikan di atas, pesan tak akan tersampaikan secara utuh.
Mungkin alasan si pengkarya adalah "abstrak" alias dunia bentuk. Tentunya, memilih bentuk artistik yang dianggap menarik dengan mengorbankan tujuan awal dari karya itu sendiri; makna.
Memang "abstrak" akan memberikan suatu keleluasaan dalam berkarya, bahkan keluasan ruang interpretasi. Sayangnya, terlalu leluasa dan memilih dunia bentuk ketimbang dunia makna membuat para penghayat menjauhi karya seni tersebut. Karena bagi para penghayat, bukan bentuk yang paling utama dari sebuah karya seni. Yah, tapi isinya, yang berada di palung terdalam karya tersebut. Bukan apa yang ada di permukaan.
Terkadang keinginan untuk bermain bentuk menjadikan seorang seniman lebih mengutamakan bentuknya. Dampak buruknya adalah, karya seni yang hadir (mungkin) akan indah hanya pada bentuknya, tapi hadir dalam bentuk rekaan yang justru kurang bermakna. Padahal, ada beban moral dan spiritual yang menjadi salah satu kewajiban seorang seniman.
Semakin dalam makna yang dibawa sebuah karya seni, maka para penghayat bisa masuk dalam fase kontemplasi, bahkan hingga fase trasendental. Inilah karya seni yang bisa hidup abadi. Karena akan menjadi awet dan indah.
Sedangkan karya seni terbaik, tentunya yang indah secara estetika, juga dalam maknanya. Karya seni semacam itu tidak hanya hadir sebagai hiburan, tapi bahan pemikiran. Ia tidak hanya bisa dilihat di permukaan, tapi harus diselami untuk mendapatkan mutiara di palung terdalamnya.