Advertisement
Harold Pinter saat menerima nobel di tahun 2005 |
pojokseni.com - Tahun 2005, pecinta sastra Indonesia mengarahkan pandangannya ke penghargaan literatur tertinggi di dunia, Noble of Literature. Penyebabnya, ada nama sastrawan Indonesia yang disebut-sebut akan meraih nobel. Dialah Pramoedya Ananta Toer.
Nama Pramoedya sudah masuk dalam kandidat penerima Nobel Sastra sejak tahun 2004. Karena dia gagal mendapatkannya di tahun itu, maka di tahun 2005 namanya semakin santer dibicarakan. Bahkan, meski Pram sendiri tidak begitu mengharapkan Nobel Literatur, tapi keyakinannya cukup besar. Setidaknya hal itu yang dituliskan oleh adiknya, Koesalah Soebagyo Toer.
Nama penerima Nobel tahun 2005 ternyata seorang dramawan asal Inggris. Dialah Harold Pinter yang sebelumnya cukup terkenal sebagai aktor dengan nama panggung David Baron.
Kenapa Harold Pinter menerima nobel? Karya-karya naskah dramanya menggugah pikiran dunia dan memberikan inspirasi bagi banyak dramawan muda. Meski Harold Pinter sendiri, seperti ditulis Martin Esslin, adalah orang-orang yang sepaham dengan para penulis Teater Absurd semacam Beckett, Ionesco, Jean Genet dan Adamov.
Harold Pinter lahir di London Timur, tepatnya daerah bernama Hackney di tahun 1930. Ayahnya seorang Yahudi yang bekerja sebagai penjahit. Sedangkan Harold Pinter tidak memilih mengikuti jejak ayahnya, tapi ia malah sudah menulis puisi sejak kecil.
Berlanjut dengan sekolah akting di Royal Academy of Dramatic Art and Central School of Speech and Drama. Maka ia bergabung dengan sebuah grup teater yang terus membawakan naskah-naskah klasik karya William Shakespeare keliling Inggris bahkan sampai ke Irlandia.
Di tahun 1957, Harold Pinter mulai menulis naskah drama. Sebuah langkah yang akhirnya membuat namanya dikenal seluruh dunia. Bukan nama David Baron sang aktor, tapi Harold Pinter sang dramawan.
Menulis Naskah Diawali dengan Tidak Sengaja
Harold Pinter di tahun 1960-an |
Harold Pinter memang suka menulis. Tapi ia tidak menulis naskah drama. Ia menulis puisi dan menulis sebuah novel yang sayangnya tidak pernah diselesaikannya di tahun 1950-an akhir. Sedangkan menulis naskah, justru dimulai dengan ketidaksengajaan.
Dimulai dari seorang temannya di Universitas Bristol, yang kebetulan kuliah di jurusan drama, saat itu kebingungan mencari naskah drama baru untuk dipentaskan. Karena Harold Pinter adalah seorang penulis, maka ia meminta pertolongan padanya. Sayangnya, waktu untuk menyelesaikan naskah hanya diberi waktu satu minggu. Harold Pinter menghabiskan waktu hanya 4 hari untuk menulis naskah drama pertamanya. Judulnya The Room dan bulan Mei tahun 1957 naskah tersebut dipentaskan oleh Universitas Bristol. Tulisan naskah hanya satu babak dan ditulis secara spontan, namun akhirnya mengejutkan publik Inggris.
Keberhasilan The Room membuat Harold Pinter kembali tergugah untuk menulis sebuah naskah drama. Ia memelajari semua kekurangan naskah pertamanya dari para kritikus, lalu memperbaikinya di naskah kedua. Berbeda dengan naskah pertama yang dibuat spontan, naskah kedua dibuat lebih teliti dan berhati-hati. Sampai akhirnya naskah berjudul The Dumb Waiter selesai ditulisnya, lalu dipentaskan oleh Hampstead Theatre Club London pada Januari 1960. Lewat naskah itu, Harold Pinter menemukan ciri khas tulisannya, idiom, simbol dan kebiasaannya dalam menulis naskah drama. Sebuah misteri, kengerian dan ketakutan dari orang-orang yang kehilangan jati diri menjadi ciri khas karya-karya Pinter.
Tanpa disadarinya, atau mungkin disadari, bahwa naskahnya telah mengikuti ciri khas para penulis drama absurd sebelumnya. Ia menghadirkan sebuah tragedi yang hadir dalam bentuk farce yang gembira sebagaimana dalil Eugene Ionesco. Kengerian dalam absurditas berpadu dengan dialog yang terasa sangat komikal dan mendekati realistik.
Naskah panjang pertama yang ditulis Harold Pinter berjudul The Birthday Party yang mengambil sari-sari terbaik dari dua naskah pendek sebelumnya. Naskah ini akhirnya menjadi sebuah alegori tekanan konformitas. Seorang seniman yang dipaksa memasuki sebuah situasi yang tak biasa diikutinya, mengikuti dominasi frontal dari golongan borjouis. Meski dianggap penerus tradisi dramawan absurd, namun Harold Pinter menegaskan bahwa tidak pernah ada kontradiksi antara realisme dengan absurditas mendasar. Ia menganggap realitas memang menggelikan, maka semuanya terasa begitu menggelikan. Ia mencoba menghadirkan realitas absurditas itu berdasar dari semua yang dianggapnya menggelikan itu.
Selain itu, Pinter menjadi salah satu penentang Well-made play yang menjadi syarat naskah drama menjadi layak dipentaskan. Bagi dia, seseorang akan bertemu dengan banyak orang lainnya sepanjang waktu. Tapi, semuanya selalu mengabaikan perkara masa lalu, psikis, dan informasi latar belakangnya. Justru, semua orang akan tertarik dengan orang lain yang sedang dalam situasi dramatis. Sebagaimana kita melihat seseorang berkelahi di jalan, dan semua orang ramai-ramai datang untuk melihatnya, tanpa ada yang tahu apa penyebabnya bahkan siapa yang sedang berkelahi.
Harold Pinter menjadi salah satu penulis yang paling produktif, terutama sejak naskah pertamanya ditulis tahun 1957. Dia menulis banyak naskah drama, sandiwara radio dan salah satu yang tersukses di antaranya adalah The Caretaker (ditulis tahun 1960). Naskah drama dengan tiga babak, tiga tokoh di dalam satu kamar. Selain itu, ada banyak baris-baris puisi di dalam naskah itu. Maka deretan naskah-naskah tulisan Harold Pinter "mengeluarkan" ia dari deretan para penulis realis sosial. Apalagi, ia mengakui bahwa pengaruh Kafka dan Beckett sangat kuat dari setiap ide dan pemikirannya. Meski, sampai kapanpun ia menyebut dirinya sebagai penulis "realis" yang bahkan lebih realis daripada para penulis realis sosial yang muncul di eranya.
Harold Pinter salah satu teaterawan yang beruntung. Ia mulai menulis di tahun 1957, dan mendapat perhatian di tahun 1960-an. Ia mendapatkan posisi yang baik dan dihargai setiap karya-karyanya. Nobel di tahun 2005 juga membuktikan bahwa dunia memandang Harold Pinter sebagai seorang penulis terkemuka dan berpengaruh.