Advertisement
pojokseni.com - Bermula dari pendapat Simon Patric Morin, seorang tokoh asal Papua yang menyebut bahwa lagu berjudul Yamko Rambe Yamko diperkenalkan di Papua pada tahun 1963. Dengan nada yang khas dan ikonik serta sangat mudah diingat, maka lagu dan lirik Yamko Rambe Yamko menyebar tidak hanya di seluruh Papua, tapi seluruh Nusantara.
Bisa dibilang, selain Apuse yang kemudian dipopulerkan lagi oleh Hengki the Black Brothers, lagu Yamko Rambe Yamko adalah lagu paling populer (yang dianggap) berasal dari Papua. Namun, pernyataan dari Simon Patric Moran berlanjut dengan sambutan para seniman, budayawan dan musisi Papua bahwa mereka sama sekali tidak mengetahui dan mengenal lagu tersebut.
Tokoh selanjutnya yang juga memastikan bahwa lagu Yamko Rambe Yamko bukan berasal dari Papua adalah Nomensen Mambraku. Nama tersebut merupakan Ketua Dewan Kesenian Tanah Papua yang memastikan bahwa dari sebanyak itu suku yang ada di Tanah Papua, tidak ada satupun yang mengakui bahwa Yamko Rambe Yamko merupakan bahasa mereka.
Lalu, ditemukan kesimpulan di pertengahan tahun 2020 lalu bahwa lagu Yamko Rambe Yamko dipastikan bukan Bahasa Papua. Bila tidak menggunakan Bahasa Papua, berarti lagu tersebut jelas bukan lagu Papua, bukan? Ditambah lagi, bila itu bukan Bahasa Papua, lalu Yamko Rambe Yamko itu bahasa mana?
Puncaknya pada tanggal 26 Juni 2020 silam, akun Twitter @PapuaItuKita mengunggah twit berisi;
"Lagu Yamko Rambe Yamko, lagu daerah Irian Jaya/Papua. Artis besar sampai anak sekolah menyanyikan lagu itu. Coba cek tanya ke orang Papua itu lagu dari Papua mana, bahasa Papua mana? Orang Papua tidak tahu dan tidak mengakui itu sebagai lagu daerah. Siapa paksa jadi lagu Papua?"
Bulan Juli 2020, pembicaraan terkait Yamko Rambe Yamko mulai menjadi menarik dan semakin serius. Mulai dari Papua Language Institute yang menggelar pembicaraan dalam webinar membahas lagu tersebut mendatangkan sejumlah seniman, komposer, musisi sampai pemerhati budaya, antropolog dan sebagainya membahas Yamko Rambe Yamko.
Yah, masa lalu lagu ini tak lagi samar. Simon Patric Morin yang menyebut lagu ini diperkenalkan pada tahun 1963 ternyata seorang saksi hidup. Saat itu, Pak Kasur, seorang komposer lagu-lagu anak kenamaan di Indonesia datang ke Biak, Papua saat masih bernama Irian Jaya. Saat itu, Papua masih diserahkan pada Otoritas Eksekutif Sementara PBB atau UNTEA. Pak Kasur yang memperkenalkan lagu tersebut di Papua untuk menghibur warga setempat.
Sempat Diduga Modifikasi Lagu Afrika
Penelusuran mengantarkan ke banyak kemungkinan. Mulai dari adanya kesamaan dalam lirik lagu Yamko Rambe Yamko dengan bahasa Swahili di Afrika tengah. Sebanyak 100 juta orang yang tersebar di 12 negara di benua tersebut menggunakan Bahasa Swahili. Ada beberapa kata-kata di dalam lagu tersebut yang ternyata diakui merupakan Bahasa Swahili.
Namun, ketika penelusuran dilanjutkan ternyata Yamko Rambe Yamko justru tidak menggunakan bahasa Swahili. Hanya beberapa kata saja yang dianggap bagian dari bahasa tersebut atau mirip, namun tidak sampai sebagian. Maka tidak bisa dikatakan bahwa lagu tersebut merupakan modifikasi dari lagu Afrika.
Meski demikian, lagu tersebut tetap tidak menggunakan bahasa di Papua. Padahal, lebih dari 250 bahasa yang berada di pulau tersebut, dan tidak ada satupun yang mengakui bahwa Yamko Rambe Yamko berasal dari bahasa mereka?
Permainan Mistis di Lembah Grime
Pernyataan dari Yan Petrus Tegai seorang seniman dari Lembah Grime, Papua memberikan pernyataan yang cukup mengejutkan. Ia menjelaskan, di Kabupaten Jayapura ada tiga suku besar yang berada di sekitaran Lembah Grime, yakni Suku Gresi, Namlong dan Kemtuk. Ketiga suku ini ketika tahun 70-an memiliki sebuah permainan yang diberi nama Kasep.
Kasep merupakan permainan yang dianggap mistis, sakral dan juga seperti permainan sulap (magic). Dan saat itu, ada lagu pengiring permaianan ini yang diciptakan. Karena itu, kata-katanya seperti mantra dan tidak diungkapkan sehari-hari. Lagu yang dimaksud adalah Yamko Rambe Yamko.
Yan Petrus Tegai mengakui bahwa tahun-tahun ketika ia masih kecil dan menghabiskan waktu untuk menyaksikan atau mengikuti permainan Kasep tersebut adalah sekitar tahun 1971 sampai 1977. Kasep adalah roh, maka bahasa yang digunakan juga bahasa "Roh".
Meski Yamko Rambe Yamko disebut sebagai lagu yang "ceria" namun tidak dalam permainan mistik ini. Hey Yamko Rambe Yamko pada lirik pertama berarti "Hei, sudah cukup sudah," yang berarti sudahlah melihat kearah lain, sekarang fokus pada permainan ini dengan serius. Sedangkan Aronawa Kombe justru disebutkan ketika pemain Kasep khususnya pemimpinnya sudah mulai menggunakan bahasa "roh".
Aronawa Kombe merupakan paduan dari Bahasa Kemtuk dan Namlong yang berarti "ibuku juga ibumu". Sedangkan Teeminokibe Kubano ko Bombe ko berarti "gendonglah anak kecil itu, si kecil, gendong si gadis kecil ini karena bulan hampir terbenam."
Lirik Lagu Yamko Rambe Yamko
Hee yamko rambe yamko aronawa kombe
Hee yamko rambe yamko aronawa kombe
Teemi nokibe kubano ko bombe ko
Yuma no bungo awe ade
Teemi nokibe kubano ko bombe ko
Yuma no bungo awe ade
Hongke hongke hongke riro
Hongke jombe jombe riro
Hongke hongke hongke riro
Hongke jombe jombe riro
Terjemahan menurut versi Balai Pelestarian Nilai Budaya (BNPB) Papua
Hai jalan yang dicari sayang perjanjian (2x)
Sungguh pembunuhan di dalam negeri sebagai bunga bangsa (2x)
Bunga bangsa, bunga bangsa, bunga bertaburan di taman pahlawan (4x)
Menjadi Identitas Papua
Setelah diperkenalkan sejak tahun 1963 (menurut Simon Patric Morin) lagu ini pada akhirnya dianggap sebagai identitas Papua. Nyaris semua buku pelajaran, khususnya sekolah dasar, memperkenalkan lagu ini sebagai lagu Papua. Karena itu, lagu ini seringkali dinyanyikan di luar daerah Papua dan menjadi lagu Papua yang terpopuler selain Apuse.
Tidak hanya itu, melodi dan intonasi lagu ini juga sering digubah oleh musisi lainnya karena begitu ceria. Mulai dari iklan di televisi sampai semacam lagu kebangsaan komunitas-komunitas kecil.
Dari anak sekolah dasar sampai tokoh publik di Indonesia juga mengenali lagu tersebut. Paduan suara asal Indonesia mengenakan pakaian khas Papua dan menyanyikan lagu tersebut di luar negeri. Semua memberi "nafas" Papua didasari atas kecintaannya pada tanah yang indah di timur Indonesia tersebut.
Dan ternyata, perdebatan dan penelusuran terhadap lagu yang kontroversial ini masih belum berakhir hingga hari ini. Entah apakah akhirnya Papua akan menolak lagu tersebut menjadi identitas mereka yang sudah keburu melekat sejak puluhan tahun silam, atau mungkin ada keputusan lainnya.