Advertisement
ilustrasi imajinasi: sumber foto: news.detik |
pojokseni.com - Keberadaan sebuah karya seni sangat bergantung pada imajinasi artistik senimannya. Namun, imajinasi adalah salah satu dari arus kesadaran yang dimiliki manusia, karena itu analisis sebuah karya pun dimulai dari analisis fenomenologis tentang kesadaran seseorang.
Karena itu, Jean-paul Sartre memulai dengan intensionalitas kesadaran, yang mana harus ada objeknya. Dalam hal ini, hakikat karya seni dimulai dari hubungan antara karya seni tersebut dengan senimannya. Menurut Sartre, hubungan keduanya adalah objek intensional dengan kesadaran intensional. Bagaimana itu objek intensional?
Objek intensional bagi Sartre, adalah objek yang "tak nyata" dan tak ada di dunia ini. Misalnya Anda membayangkan sebuah meja, maka meja yang ada di pikiran atau imajinasi Anda tersebut mestilah tidak "nyata", sebagaimana meja yang ada di ruang tamu Anda. Ketidaknyataan (nir-nyata) dari objek intensionalias tersebut erat hubungannya dengan operasi imajinasi.
Operasi Imajinasi
Sartre membagi operasi imajinasi manusia menjadi tiga jenis. Antara lain;
Menempatkan Objek Sebagai Sesuatu yang Ada tapi Tidak Hadir
Misalnya, seseorang yang berkhayal tentang bermain bersama ayahnya, atau mungkin bercengkerama bersama teman-temannya, atau berkasih dengan pacarnya. Tapi, orang-orang tersebut tidak ada di depannya, mungkin jauh di sana atau mungkin sudah tiada. Maka, menurut Sartre, operasi imajinasi seperti ini disebut menempatkan objek sebagai sesuatu yang "seperti" ada padahal tidak hadir di hadapannya.
Menempatkan Objek Sebagai Sesuatu yang Tidak Ada
Kondisi seperti ini adalah tentang seseorang yang berimajinasi ada suatu objek yang tidak ada dan mungkin tidak akan pernah ada di dunia nyata. Ia bisa saja membayangkan seseorang yang seumur hidupnya berjalan terbalik (tangan di bawah, kaki di atas), atau membayangkan seseorang berkepala buaya.
Menempatkan Objek sebagai Kemungkinan
Kondisi ini membayangkan sesuatu yang memiliki probabilitas. Ia bisa jadi membayangkan dirinya menjadi saudagar yang kaya raya, atau pemilik perusahaan multi-nasional. Atau, ia membayangkan perjalanan ke galaksi lainnya. Ia membayangkan semua itu sebagai suatu kemungkinan yang bisa saja dicapainya.
Ciri Khas Imajinasi
Dari ketiga jenis operasi imajinasi tersebut, ada satu kesamaan. Kesamaan itu yang menjadikan ciri khas imajinasi. Apa kesamaan dari ketiga jenis operasi imajinasi tersebut? Yah, kesamaannya adalah menghadirkan sesuatu yang tidak ada, menjadi "ada" di dalam pikirannya.
Karena itu, imajinasi memiliki watak yang "gaib". Meski demikian, imajinasi yang gaib inilah yang kemudian dihadirkan menjadi karya seni. Dalam hal tersebut, imajinasi yang merupakan objek intensional dan proses artistik penciptaan sebuah karya adalah kesadaran intensionalnya.
Hal itu yang mendasari pendapat Sartre bahwa untuk mengkritik sebuah karya seni, maka Anda harus terlebih dulu melebur dalam "semesta imajinasi" alias dunia yang nir-nyata tersebut. Karena karya yang berdasar imajinasi itu tak bisa diukur dengan rasional dunia nyata.
Peran Serta Penonton
Penonton memiliki peran yang penting dalam apresiasi sampai kritik karya seni. Karena, pneonton atau pemirsa akan mengerahkan pula imajinasinya untuk membaca sebuah karya seni, baik itu puisi, teater, musik hingga lukisan.
Tidak ada yang bisa melihat dan menangkap apapun dari sebuah objek estetis apabila hanya fokus pada teknik, kondisi fisik, dan sebagainya. Misalnya dalam melihat sebuah lukisan, apabila pemirsanya hanya fokus pada teknik yang digunakan pelukis, atau fokus pada warna apa yang digunakan, maka tentunya sesuatu yang coba dihadirkan oleh sang pelukis tak akan pernah tampak oleh penontonnya.
Karena itu, penonton akan mendapatkan sesuatu dari objek estetis apabila ia mencoba untuk "mengunci" dirinya dalam keintiman bersama karya tersebut. Objek estetis dalam karya seni, menurut Sartre, adalah sisi imajiner dari karya tersebut. Sedangkan sisi riil, seperti teknik, elemen, komposisi, dan sebagainya, bukan termasuk dari apresiasi estetis seorang penonton.