Advertisement
Bagaimana jika panggung teater bukan panggung? Di mana peran (akting) dalam tokoh ditempatkan di tengah dinding layar hari ini? Bagaimana dengan teater virtual? Tubuh masihkah menyimpan 'aura'nya? Negara ada di mana? Apakah ini satu pertanda matinya teater?
Pertanyaan-pertanyaan
yang terus bertumbuh, tetapi semangat pertanyaan ini 'seolah' akan mengguncang
kegagahan teater, mempertebal keraguan 'iman' para pelakunya akan fleksibilitas
teater. kenapa, tentu saja realitas wabah dengan segala aturan-aturan; sosial
distance, phisical distance, lockdown, karantina, rapid test, masker, larangan
berjama'ah- dan hiruk pikuk wacana perteateran hari ini, kebaruan dan tawaran
yang diusung. membangun kecemasan lain dari persoalan politik dan kesejahtraan
sosial.
Wacana
bermunculan, teater digital, teater virtual, streaming teater, threemenit one
man show, serasa ada yang mendesak untuk diuji. apakah benar semakin kesini,
teater justru sibuk memikirkan dirinya sendiri? Teater seperti kehilangan
kepekaannya kalau boleh kita menyebutnya, teater seperti benar-benar telah
kehilangan auranya.
Bagaimana
seharusnya teater menaruh dirinya (memposisikan, mengkonstruksi, melemparkan
pengetahuan). sehingga teater akan terus bekerja sebagai medan-medan
sosial-cultural. satu sisi menempatkan dramaturgi (disiplin, metode, lab)
sebagai ruang kesadaran, disisi lain menyentuh akar kesadaran sosial budaya
masyarakatnya.
Sebab
dari sekian genre kesenian, teater paling banyak mempergunakan disiplin,
medium, memori, emosi berbagai produksi budaya maupun tekhnologi. dimana
produksi tekhnologi, entitas dan identitas (daerah) kota - sebagai ekosistem-
merupakan sumber penciptaan. karena demikian kompleksnya teater, dan ketika
kegaduhan ini tidak dielaborasi secara baik, maka teater seharusnya tidak
menjadi gaduh bagi dirinya sendiri. begitupun bagi publik masyarakatnya.
Sehingga
memunculkan statemen kematian teater dan hilangnya aura teater. lantas kalau
teater sudah kehilangan auranya apa yang akan kita harapkan pada teater.
sementara para penganut teater terus diburu kecemasan akan hilangnya teater.
Demikian
kami merasa perting membuat sebuah pola. sebagai kerja mencipta garis
keterhubungan yang jelas didalam kerja proses. sehingga dengan pola tersebuat
akan terurai persoalan-persoalan yang sebenarnya. semacam pintu keluar bagi
kecemasan, dramaturgis hingga pengembangan. maka tema kurasi dari program
jambore teater Jatim 2020 adalah EXIT. sebuah usaha menemukan pola dari kerja
'menempatkan pintu' keluar teater dari kejenuhan dan kecemasan dalam aktivisme
teater hari ini.
Pola
(ekosistem dan distribusi) dan laboratorium komunitas digunakan sebagai dasar
untuk melihat sejauh mana proses exit 'akan' terjadi. hasil dari proses
membangun 'pola' ini akan terlihat pada produksi pertunjukan.
Tiga kelompok terpilih berdasarkan
basik ruang penciptaan, diantaranya kelompok bermain kangkung berseri malang,
teater kala pondok pesantren nurul jadid paiton probolinggo dan UKM seni teater
nanggala universitas trunojoyo bangkalan. Persentasi karya akan dilakukan
tanggal 20-22 November 2020 bertempat dilokasi masing-masing. Ketiga kelompok
ini dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan kuratorial, dengan menimbang
militansi proses (aktivisme kelompok) dan berharap akan menjadi pintu untuk
melihat kemungkinan jalan keluar yang bisa terus bertumbuh. Tabik!
Departemen Teater Dewan Kesenian Jawa Timur
Galuh Tulus Utama, Mohammad Sinwan, Mahendra Cipta