Advertisement
Epicuro |
PojokSeni.com - Bermula dari keingintahuan spritual manusia sejak beribu-ribu tahun lalu. Ribuan agama telah lahir untuk menjadi jawaban akhir pertanyaan itu. Namun, sayangnya tak satupun yang mampu memberikan kepuasan intelektual dan spiritual para penanya itu.
Semua bermula dari munculnya sosok yang disebut iblis atau setan. Sosok satu ini dianggap sebagai tokoh paling antagonis dalam skenario kehidupan seorang manusia. Manusia sejak lahirnya adalah makhluk yang suci, dan setan yang mengotorinya.
Setan diejawantahkan dalam persepsi yang bias. Ia hadir di mana saja dan memiliki kekuatan yang tak terbatas. Membisikkan manusia untuk tetap berbuat dosa, sekuat apapun iman manusia itu. Lalu, tak sedikit pula manusia tersebut terjerumus ke dalam dosa.
Seorang pemikir dari Yunani, Epicuro yang hidup di tahun 341 sebelum masehi dan meninggal tahun 271 sebelum masehi mencoba mempertanyakan eksistensi setan tersebut. Bagi dia, apabila Tuhan mampu melawan setan, serta Tuhan juga tahu segalanya tentang setan maka muncul pertanyaan, apakah Tuhan mau melawan setan?
Epicuro memulai pertanyaannya dengan premis apabila ternyata Tuhan tidak mau melawan setan maka Tuhan sebenarnya tidak mencintai manusia dengan menyandingkan hidupnya bersamaan dengan setan yang jelas-jelas akan membuat mereka lupa pada Tuhan. Lalu, muncul pertanyaan di kepala Epicuro, apa sebenarnya tujuan setan di-ada-kan di dunia ini? Bukankah semua yang tercipta di dunia ini adalah kehendak Tuhan?
Epicuro menyampaikan ada dua kemungkinan, pertama "apabila Tuhan itu Maha Mengetahui, maka Ia akan tahu apa yang akan terjadi ketika kita hidup bersama atau tanpa setan di samping kita." Epicuro melanjutkan, bahwa "dengan kekuatan yang dimiliki Tuhan, sungguh sangat kecil urusan menghilangkan setan di muka bumi bahkan di seluruh semesta ini."
Maka karena hal itu tidak terjadi, pertanyaannya kembali lagi ke "apa sebenarnya tujuan setan diciptakan?"
Pemikiran tersebut bermuara ke pertanyaan lain, "apakah Tuhan tidak ingin menciptakan sebuah dunia tanpa setan di dalamnya, agar semua manusia mengikuti kehendak-Nya, yakni menyembah-Nya?"
Jawaban yang muncul adalah, "ya" atau "tidak". Ketika jawabannya "ya", maka pertanyaan berikutnya adalah "kenapa Dia tidak melakukannya?" dan itu juga yang akan ditanyakan ketika jawabannya adalah "tidak".
Saat itulah, ditemukan sebuah paradoks. Pertanyaannya menemui jalan buntu, dan jawabannya akan kembali membuat pertanyaannya berputar-putar. Maka jawabannya yang paling populer untuk pertanyaan semacam itu adalah "hanya Tuhan yang tahu." Tentu saja, dahaga Epicuro tak akan terpuaskan dengan jawaban populer itu.
Manusia adalah Setan yang Sebenarnya
Berikutnya, dari paradoks Epicuro (Epicurean Paradox) tersebut lahir berbagai jawaban dan kesimpulan yang lain. Yah, untuk menghilangkan paradox tersebut maka dihilangkan pernyataan paling awal, yakni "Setan itu ada".
Bila "setan tidak ada" maka paradox itu tidak akan muncul. Lantas, kemana setan? Serta darimana datang kejahatan bila setan tidak ada?
Manusia adalah campuran antara "setan dan malaikat". Bisikan baik maupun bisikan jahat ternyata datang dari pikiran manusia sendiri. Bisa saja "perut" yang berubah fungsi menjadi setan ketika ada kesempatan untuk mencuri. Bisa juga "kelamin" yang menjadi setan ketika ada kesempatan berduaan dengan pacar di rumah yang kosong dan sepi.
Kenapa setan tidak perlu ada? Selain untuk menghilangkan paradox tadi, ternyata setan memang berfungsi sebagai kambing hitam ketika manusia melakukan kesalahan. Seseorang pejabat teras negeri ini tertangkap korupsi. Lalu di depan kamera televisi, ia berkata bahwa ia telah terbujuk rayuan setan.
Seorang seniman kenamaan tanah air memfitnah, pura-pura digebukin padahal operasi plastik juga menyalahkan setan atas tindakannya tersebut. Seorang selebriti kondang yang tertangkap basah menggunakan obat-obatan terlarang juga menyalahkan setan atas tindakannya tersebut.
Lebih parah, seorang pelaku pedofil yang memperkosa bocah yang bahkan masih SD juga mengaku bahwa ia terbujuk bisikan jahat setan. Maka setan menjadi kambing hitam, seolah-olah tanpa kehadirannya, manusia tak akan mampu membunuh seekor nyamuk sekalipun.