Advertisement
PojokSeni.com - Ketika dunia terserang wabah penyakit menular karena virus Corona (Covid-19) maka yang terjadi adalah para pakar kesehatan bersama dengan pemerintah di setiap negara mulai menyusun protokol kesehatan tertentu. Sayangnya, ada beberapa pihak yang "mungkin" adalah seorang pakar tapi bukan pakar kesehatan justru membuat pernyataan tertentu yang membuat banyak orang tersesat.
Berbicara tentang musik, maka akan sangat salah dengan seorang pakar fisika. Begitu juga Anda berbicara tentang fisika dengan seorang pakar musik. Maka disinilah titik penting kuliah, belajar dan ilmu pengetahuan. Anda mesti tahu pada siapa Anda bertanya pada hal-hal tertentu.
Bila Anda adalah seseorang yang merasa dirinya pakar dan mengetahui di bidang tertentu, maka pertanyaan-pertanyaan di bawah ini akan membantu Anda menyadari apakah Anda benar-benar mengetahui dan paham di bidang tersebut? Atau justru harus banyak belajar?
Daftar Pertanyaan:
- Apakah Anda sanggup membaca buku setebal 200 halaman terkait satu topik tersebut? Misalnya politik atau agama mungkin.
- Apakah Anda merasa bisa menulis atau menjelaskan setidaknya 30 judul/sub topik terkait topik tersebut?
- Apakah Anda merasa lebih ahli daripada orang yang betul-betul awam?
- Apakah Anda tahu permasalahan dan harapan terbesar orang-orang terkait topik tersebut?
- Apakah Anda bisa membuat sebuah artikel, tulisan lain, opini atau hal lainnya yang setara dengan tulisan orang yang berkompeten di bidang itu?
Bila semua pertanyaan di atas dijawab dengan "Ya" atau "Mampu" maka itu berarti Anda mengerti dan paham tentang topik tersebut. Anda bisa menyebut diri Anda sebagai orang yang tahu, berkompeten, ahli atau mungkin pakar di bidang tersebut.
Tapi bila tidak semuanya dijawab "ya", maka itu berarti Anda bukan seorang ahli di bidang tersebut. Maka cari bidang lain yang Anda kira bisa mendapatkan jawaban "ya" untuk semuanya. Atau, pilihan berikutnya, silahkan belajar lagi.
Fungsi Belajar, Sekolah dan Kuliah
Bila Anda merasa belajar, sekolah dan kuliah adalah hal yang tidak penting, maka Anda yang sebenarnya meletakkan diri Anda sebagai orang yang tidak akan dipandang penting bagi dunia. Bisa saja Anda tidak sekolah dan tidak kuliah karena biaya, tapi bukan berarti Anda tidak belajar, bukan? Anda bisa belajar dari orang-orang yang mengerti, dengan mendatanginya. Bukan berharap orang-orang yang mengerti itu mendatangi Anda.
Anda bisa mendapatkan pelajaran-pelajaran dari para ahli dunia dengan membaca buku. Bila Anda tidak mengerti, maka tanyakan pada yang ahli. Belajar sendiri tapi tidak mengerti hanya membuat Anda tersesat.
Mari kita lihat analogi berikut ini. Kita anggap lingkaran ini adalah "semua ilmu pengetahuan di dunia". Lingkaran tersebut berwarna putih yang berarti kita tidak tahu apa-apa, masih kosong.
Kemudian ketika Anda belajar pelajaran dasar, mungkin dari TK sampai SD lalu SMP, Anda akan mendapatkan pondasi ilmu pengetahuan secara menyeluruh. Itu dengan catatan Anda memang belajar sepenuh hati, tidak menghabiskan waktu dengan hal-hal tak berguna. Maka lingkaran tadi yang sepenuhnya putih akan berubah menjadi seperti di bawah ini.
Kemudian, setelah mendapatkan pondasi dasar, Anda akan melanjutkan ke tingkat SMA/SMK/MA. Anda akan mendapatkan lagi pondasi ilmu yang lebih dari sekedar "dasar". Maka lingkaran tadi akan berubah seperti di bawah ini.
Lalu Anda memutuskan kuliah dan mengambil satu jurusan tertentu. Maka ilmu yang Anda pelajari tidak lagi "umum" namun lebih menjurus atau khusus. Maka ketika Anda menyelesaikan S1 Anda, lingkaran tadi akan menjadi seperti ini.
Anda kemudian melanjutkan S2 dengan ilmu yang sama (linear) dengan S1. Ingat, S1 adalah pondasi untuk bangunan yang lebih tinggi, jadi bila S2 Anda tidak linear dengan S1 maka tidak berarti akan menjadi lebih tinggi. Maka untuk kasus S1-S2 linear, lingkaran tadi akan menjadi seperti ini.
Bila Anda melanjutkan ke S3, maka lingkarannya akan menjadi seperti ini. Anda akan menyentuh titik terakhir dari ilmu pengetahuan tersebut, tapi lihatlah sebanyak mana bagian "kosong" meski Anda sudah S3?
Anda meraih gelar professor karena sesuatu hal, maka Anda akan membuat sebuah terobosan tertentu, penemuan tertentu di ilmu pengetahuan. Maka Anda akan "menerobos" lingkaran tersebut.
Maka di saat yang bersamaan, lingkaran itu akan semakin melebar karena banyaknya pengetahuan baru yang bermunculan. Dunia terus berkembang, dan jangan sampai Anda masih begitu-begitu saja.
Maka bagi kebanyakan orang yang terjadi adalah dunia terus berkembang dan maju, sedangkan ia masih di situ-situ saja. Terbelit oleh labirin yang ia buat sendiri tak maju-maju dan hanya merutuki hidup, dan menyalahkan waktu seakan-akan kita adalah kekeliruan yang terlahir di dunia yang salah.
Teori Konspirasi
Semakin banyak pengetahuan Anda, maka Tuhan Anda akan semakin besar. Bila pengetahuan Anda kecil, maka Tuhan Anda pun hanya akan melakukan hal-hal yang kecil, menurunkan hujan, menurunkan penyakit, menghembuskan oksigen dan sebagainya. Maka dengan pengetahuan yang jauh lebih besar, Anda juga akan menyadari bahwa Tuhan itu jauh lebih besar dari perkiraan Anda.
Bagaimana dengan teori konspirasi yang saat ini tengah berkembang? Mulai dari bumi datar sampai corona? Itu adalah ciri khas seseorang yang bicara di bidang "putih" seperti ilustrasi di atas tadi.
Kadang, ada seorang yang sangat cerdas, tapi berbicara di bidang yang ia sebenarnya tak kuasai, maka ia akan terlihat tolol. Ada seorang yang tak cukup cerdas, tapi hanya berbicara di bidang yang ia kuasai, maka ia akan terlihat cerdas. Seperti itu saja simpelnya.
Meski baru S1 kita anggap saja S1 psikologi, tapi berbicara tentang psikologi, anggap saja yang cukup dasar misalnya perbedaan antara pendapat Sigmund Freud dengan Carl Jung. Maka ia akan terlihat sangat cerdas, bukan?
Beda dengan seorang S3 jurusan ekonomi, tapi berbicara tentang sastra. Maka bagi akademisi sastra yang pendidikannya hanya S1 akan melihat doktor ekonomi tersebut sedang memperlihatkan ketololannya.
Tidak ada yang salah ketika S3 sastra misalnya tidak bisa menjabarkan teori relativitasnya Einstein. Juga tidak ada yang salah ketika S3 fisika tidak bisa menjabarkan tentang metode keaktoran Stanislavsky. Yang salah itu adalah, ketika ia berbicara di bukan bidangnya.
Ilmu pengetahuan itu mungkin tidak sulit, tapi rumit. Untuk mengetahui sesuatu, perlu waktu yang lama, penelitian yang menguras waktu dan tenaga, pembelajaran yang komperehensif dan tentunya Anda akan menghabiskan banyak waktu dan umur Anda untuk hal tertentu yang cukup sulit dijawab. Nah, teori konspirasi merupakan "jalan pintas".
Untuk benar-benar yakin dan memercayai bahwa bumi itu bulat, maka Anda bisa belajar astronomi, geografi, geologi, teori gravitasi, relativitas dan sebagainya. Berapa waktu yang dibutuhkan? Lama!
Tapi untuk memercayai bahwa bumi itu datar, Anda tinggal melihat video youtube yang durasinya bahkan tidak sampai 30 menit. Jalan pintas, bukan?
Intinya, ada seseorang yang imajinatif dan berbicara di bukan bidangnya. Lalu, dengan cara yang sangat akademik menyusun sebuah "kepercayaan" yang bermula dari hipotesis yang salah. Maka, semua yang disusunnya sudah dimulai dari titik koordinat yang salah. Wajar saja bila banyak "cocokologi" di sana.
Sekarang, ada banyak ahli dan pakar misalnya pakar kesehatan, ekonomi, sosiologi, pertahanan, tata negara, politik dan sebagainya akan duduk berkumpul bersama membahas terkait pandemi ini. Dan Anda hanya akan mendengar pendapat (atau lebih tepatnya sumpelan) dari seorang yang bukan ahli di bidangnya berbicara tentang covid-19 adalah konspirasi elit global?
Sekali lagi, Anda tidak akan terlihat tidak cerdas ketika menolak berbicara tentang hal-hal yang Anda tidak ketahui. Anda hanya akan terlihat cerdas ketika mengetahui dua-tiga hal/bidang tapi mengetahuinya sampai ke detail-detailnya.
Anda justru terlihat tolol ketika berbicara hal yang bukan bidang yang Anda ketahui dan bahkan tak pernah Anda pelajari.