Mengingat Tragedi Bom Bali 2002: Kejahatan Sempurna dan Investigasi dengan Teknologi Canggih -->
close
Pojok Seni
12 April 2020, 4/12/2020 12:51:00 AM WIB
Terbaru 2020-04-12T20:29:30Z
ArtikelUlasan

Mengingat Tragedi Bom Bali 2002: Kejahatan Sempurna dan Investigasi dengan Teknologi Canggih

Advertisement
Tragedi Bom Bali
PojokSeni.com - Meski sebuah cerita kelam yang pernah menimpa bangsa Indonesia, namun ada hal menarik di balik Tragedi Bom Bali yang terjadi pada tanggal 12 oktober 2002 di Jalan Legian, Kuta, Bali. Aksi terorisme yang merenggut nyawa ratusan orang ini, nyatanya sebuah kejahatan yang "paling sempurna" yang pernah terjadi di Indonesia.

Bahkan untuk mengungkapkan siapa dalang di balik kejadian mengerikan tersebut, Polri menggaet tim forensi Australia untuk identifikasi jenazah. Kemudian, berbagai kepolisian dari luar negeri ikut turun untuk menuntaskan kasus tersebut. Hal itu dikarenakan presiden saat itu, Megawati Soekarno Putri terus mendesak agar kasus itu harus tuntas diidentifikasi bulan November 2002.

Nyatanya, nyaris tidak ada petunjuk setelah kejadian itu terjadi. Semua tempat hancur, khususnya Paddy's Pub dan Sari Club (SC) yang merupakan daerah sumber ledakan tersebut. Lalu, bagaimana cara petugas bisa mengidentifikasi pelaku?

Perencanaan yang Matang Para Teroris



Petugas berhasil mengidentifikasi tiga jenis bom yang digunakan dalam tragedi tersebut. Pada tanggal 20 Oktober 2002, tim investigasi (yang merupakan gabungan Polri dengan kepolisian dari berbagai negara) mengumumkan jenis bom yang digunakan adalah bom TNT (1 kg) untuk meledakkan Paddy's Pub dan bom RDX (100 kg) yang meledak di Sari Club. Bom satu lagi yang meledak di sekitaran Konsulat New York adalah jenis TNT (50g).

Tiga ledakan tersebut, nyatanya dua yang disebut pertama memberikan dampak menghancurkan yang sangat parah. Total 202 korban meninggal dan 200 lebih di antaranya luka-luka. Sayangnya, untuk menemukan siapa dalangnya masih cukup sulit.

Beruntung, petugas gabungan menemukan satu barang bukti yang dicurigai milik para teroris. Sebuah mobil minibus jenis L-300, tentunya sangat mencurigakan ada mobil minibus ini di sebuah club malam, bukan?

Dari kecurigaan tersebut, petugas mulai mengidentifikasi mobil minibus itu. Sayang sekali, mobil itu sudah benar-benar hancur lebur, nyaris tak berbentuk lagi. Maka petugas bertindak cepat dengan mengidentifikasi nomor mesin.

Sayang sekali, seluruh bagian mesin sudah hancur, semuanya berserakan ke mana-mana. Maka petugas mesti mencari semua partikel pecahan mesin tersebut untuk menyusunnya kembali. Bahkan ada partikel yang nyaris sangat kecil, berada di antara pasir, sehingga pasir tersebut mesti diayak untuk mendapatkannya.

Tangkapan foto seorang warga ketika kejadian Bom Bali terjadi (wikipedia)

Dalam kerja yang berjalan 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, akhirnya petugas berhasil mengumpulkan semua partikel mesin yang sudah terlontar ke mana-mana itu. Apakah sudah selesai?

Belum! Karena petugas mesti menyusunnya kembali seperti semula. Seperti menyusun sebuah puzzle, hanya saja jauh lebih kecil, dan lebih sulit. Kerjakeras itu berbuah manis, petugas berhasil menyusun ulang semua rangka mesinnya dan menyusunnya dengan sempurna.

Nyatanya, para teroris sudah memperhitungkan hal tersebut. Petugas tentunya akan mengindetifikasi nomor rangka dan nomor mesin, lalu akhirnya mengetahui siapa pemilik terakhir mobil tersebut. Oleh karena itu, polisi mulai mencari seluruh bagian dari mesin tersebut.

Kenapa? Meski mobil itu terbukti sebagai mobil yang mengangkut bahan peledak, tapi nomor rangka dan nomor mesin ternyata sudah tidak ada!

Yah, para teroris yang sudah lebih matang memperhitungkan hal tersebut menghapus nomor tersebut dengan gerinda. Maka, tentu akan banyak petugas investigasi yang benar-benar tertekan karena hasil itu.

Di lain pihak, tekanan dan desakan dari presiden serta keluarga korban terus berdatangan. Sedangkan identifikasi yang sudah menguras tenaga, waktu dan pikiran justru bertemu jalan buntu.

Teknologi Canggih Mendukung Identifikasi


Saat itulah, petugas mnenyadari bahwa para pelaku ini bukan pelaku sembarangan. Mereka cerdas, dan kejahatan ini sudah terlalu matang perencanaannya. Oleh karena itu, dibutuhkan investigasi yang lebih mendalam. Kali ini melibatkan penyidikan secara ilmiah. Atau, istilahnya Scientific Crime Investigation (SCI).

Maka, saat itu laboratorium forensik Polri akan mencoba mengungkapkan kasus itu dengan melibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutakhir. Saat itulah, baik penyidikan yang melibatkan ilmu kimia, fisika dan sebagainya akan segera dilakukan.

Ada metode yang digunakan oleh Polri saat itu, yakni metode menghadirkan kembali nomor yang telah dirusak di rangka mesin tersebut menggunakan reaksi kimia. Lebih kerennya, cairan kimia yang digunakan untuk memunculkan kembali nomor di logam tersebut adalah buatan Polri. Metode menimbulkan kembali ini disebut sebagai metode re-etching.

Tentunya, tidak bisa sebentar. Polri mesti menghabiskan waktu berhari-hari untuk mencari nomor mesin tersebut. Lebih tepatnya, nomor mesin hanya timbul dalam bentuk citraan dan hanya akan tampak selama 20 detik.

Maka satu petugas mengoles cairan kimia ke mesin yang sudah disusun tersebut. Sedangkan petugas yang lain sudah bersiap dengan kamera untuk mengambil fotonya. Hal tersebut tidak bisa terlambat, karena bila telat maka citraan tersebut tidak akan muncul kembali. Dan investigasi akan kembali bertemu jalan buntu.

Tapi, metode itu berhasil. Kerja keras itu berbuah sebuah hasil yang meyakinkan: deretan nomor mesin B 001230!

Menangkap Para Pelaku

(dari kiri) Ali Imran, Imam Samudra dan Amrozi
Setelah mendapatkan nomor mesin, apa informasi yang didapatkan selanjutnya? Tentu sangat banyak, mulai dari jenis mobil, tahunnya, nomor polisi/plat, siapa pemilik pertama, kedua dan sampai ke siapa pemilik terakhirnya?

Maka petugas menemukan data yang lengkap, mobil minibus Mitsubishi L-300 kapasitas 1.400 cc, tahun 1983 plat nopol DK 1324 DS, beserta nama pemilik yang pertama.

Kemudian, identifikasi dilanjutkan dengan melihat riwayat mutasi dari mobil tersebut. Maka muncullah nama-nama orang yang pernah memiliki mobil tersebut, sampai pada orang terakhir bernama Amrozi, warga Jawa Timur.

Satu-satunya kecacatan dari rencana para pelaku adalah Amrozi memutuskan untuk "balik nama" terhadap mobil tersebut. Itulah yang akhirnya menggiringnya ke depan regu tembak untuk dieksekusi. 

Penyelidikan terus berlanjut, sampai nama-nama lain yang muncul dari mulut Amrozi seperti Ali Ghufron, Imam Samudra serta 16 tersangka lainnya ditangkap satu persatu. Sekitar 6 tahun berselang setelah kejadian tersebut, 3 otak utama kejadian Bom Bali 2002, yakni Amrozi, Imam Samudra dan Ali Ghufron di eksekusi.

Meski ada cerita kelam tentang sebuah kasus kejahatan yang nyaris sempurna ini, kita juga tetap memberikan apresiasi tentang kerjakeras petugas investigasi dan para polisi yang berhasil mengungkap kasus ini.


Sumber: 


Wikipedia
TribrataNews.Polri
dan berbagai referensi jurnal, artikel dan berita online lainnya.

Ads