Menelisik Realita Penerima Bantuan Bedah Rumah di Televisi, Tak Seindah di Layar Kaca -->
close
Pojok Seni
22 April 2020, 4/22/2020 03:08:00 AM WIB
Terbaru 2020-04-21T20:08:53Z
Ulasan

Menelisik Realita Penerima Bantuan Bedah Rumah di Televisi, Tak Seindah di Layar Kaca

Advertisement
Salah satu adegan khas, host akan ikut pekerjaan si penerima bantuan. Kadang "nyebur" ke sawah
PojokSeni.com - Sebuah opini yang paling tidak populer adalah "semua yang Anda lihat di layar kaca adalah kepalsuan". Yah, nyaris semua berbentuk settingan, framing dan menyembunyikan fakta yang terjadi.

Kali ini, sebuah cerita dari keluarga Susanto akrab dipanggil Pak Gogon, warga Pamulang, Tangerang Selatan yang mendapatkan bantuan bedah rumah di salah satu acara televisi swasta. Rumahnya yang sudah nyaris hancur, atap bolong, dan benar-benar rusak, diperbaiki semaksimal mungkin.

Tidak hanya dibuat menjadi indah, tapi isinya juga dilengkapi. Ada televisi, kipas angin, kulkas, dan sebagainya, yang sebelumnya masih seperti mimpi bagi pak Gogon.

Dalam berbagai adegan, Anda akan disuguhi kehidupan pak Gogon yang tinggal bersama seorang istri dan anak tirinya di rumah yang sangat sederhana, dan nyaris rubuh. Berkat bantuan tim dari TV swasta, rumahnya dibedah dan diberi berbagai properti tambahan.

Pak Gogon sehari-hari bekerja sebagai supir angkot. Seorang "talent" menemui pak Gogon, mengaku sebagai mahasiswa yang sedang penelitian, lalu menemani pak Gogon menjalani kehidupan sehari-hari. Ada cerita ketika sedang narik angkot, malah mogok di tengah jalan, lalu para penumpang marah dan tidak mau membayar. Kamera langsung zoom ke wajah pak Gogon yang begitu sedih. Adegan berlanjut ke talent beserta pak Gogon yang mendorong angkot mogok itu.

Sayang, di acara tersebut, Pak Gogon sering tampak terdiam, melongo dan kebingungan. Penyebabnya adalah, pak Gogon lupa naskah. Karena lupa dengan naskah yang sudah dihafalkan, pak Gogon jadinya lebih sering diam.

Adegan setelah penerima tahu bahwa ia mendapatkan bantuan bedah rumah

Adegan angkot mogok nyatanya juga settingan. Adegan ini diperlukan untuk menampakkan secara berlebihan betapa malangnya nasib pak Gogon.

Acara berlanjut ke pak Gogon beserta keluarga dibawa ke hotel berbintang. Rumahnya sedang dibedah, jadinya pak Gogon dan keluarga mendapatkan kesempatan itu. Ada adegan yang dipotong, yakni ketika pak Gogon dan keluarga lama terdiam karena takjub pada pemandangan tersebut.

Sayangnya, ada adegan berenang di kolam renang. Pak Gogon sudah mengaku bahwa ia sering pusing dan masuk angin bila berenang, ditambah lagi ia tidak bisa berenang. Jadinya, ia sempat menolak. Tapi, adegan itu ternyata sebuah keharusan. Jadinya, pak Gogon melanjutkan adegan tersebut dan sampai akhir acara, pak Gogon terpaksa pakai koyo di kepalanya. Dia benar-benar masuk angin dan pusing pasca berenang.

Setelah beberapa hari bermalam di hotel, keluarga pak Gogon kembali ke rumahnya. Yah, sudah jadi "kekuatan" tim bedah rumah tersebut, bahwa rumah yang dibuat hanya butuh waktu beberapa hari saja (bukan satu hari). Kenapa? Karena bahan-bahannya adalah triplek, gypsum dan setipenya. Faktanya, rumah berbahan triplek dan gypsum, hanya berapa lama bisa bertahan?

Ada satu adegan yang menjadi adegan paling murni dan tidak artifisial dalam acara tersebut, yakni ketika keluarga pak Gogon melakukan sujud sukur di rumah yang mereka dapati. Ketika ia masuk ke rumah, melihat ada kasur springbed, furniture yang bagus, TV, kulkas dan sebagainya. Sebelumnya, ia tak pernah memimpikan memiliki peralatan rumah selengkap itu. Itulah kenapa, sujud sukurnya asli.

Kemudian, acara selesai. Dipenuhi dengan sukacita, tangis kebahagiaan, dan tepuk tangan meriah dari warga sekitar, tetangga pak Gogon. Sampai pak Gogon dibawa tur keliling rumah barunya, dan akhirnya tim acara tersebut pamit dan pulang. Malam itu berakhir jadi malam yang bahagia. Pertama kalinya tidur di atas kasur empuk, bisa nonton TV dan sebagainya. Benar-benar kenyataan yang indah, bukan?

Sayangnya lagi, ada hal yang lupa diperhitungkan oleh tim dari TV swasta tersebut. Pekerjaan pak Gogon cuma supir angkot, yang harus bertarung dengan ojek online dan taksi online. Juga, kadang-kadang harus bekerja serabutan untuk mencari makan keluarganya, yang kadang cukup kadang juga tidak.

Masalahnya adalah, seluruh perabotan tersebut justru mesti dibayar mahal. Ada biaya listrik dan tambahan lainnya yang membengkak. Sedangkan untuk biaya makan saja, pak Gogon tidak cukup.

Lalu apa yang terjadi? Yah, perlahan-lahan, satu per satu barang-barang itu mulai dijual. Pertama, TV selanjutnya kulkas, dan berlanjut semua barang-barang elektronik lainnya. Lebih parahnya lagi, awal-awal setelah "shooting" pak Gogon juga sering disebut "artis" sama tetangganya.

Semakin hari, semakin hilang keindahan dan kebahagiaan itu. Yah, sesaat saja. Sekarang, pak Gogon sudah bersiap dengan rumah yang mungkin tidak bertahan lama, dan nyaris semua isinya sudah dikuras untuk menghemat biaya listrik dan mencari dana tambahan.


Sumber: Quora 

Ads