Advertisement
pojokseni.com - Bertolt Brecht dikenal sebagai seorang penyair dan penulis naskah drama. Selain buku puisi fenomenal "Zaman yang Buruk Bagi Puisi", beberapa naskah dramanya juga menyita perhatian dunia.
Naskah drama "Life of Galileo", "Mother Courage and Her Children" dan sebagainya. Namun kemudian, banyak yang mencoba mementaskan naskah dari Bertold Brecht, namun kemudian gagal menemukan kesempurnaan estetik dan artistik.
Ternyata, sebagaimana dikatakan oleh Peter Brooke, seorang sutradara teater Amerika yang terpengaruh gaya Bertolt Brecht, menyatakan bahwa pernyataan dan apa yang telah dibuat Bertolt Brecht menjadi kunci untuk keberhasilan mementaskan naskah Brecht. Bahkan, kata Peter Brooke, semua karya teater modern saat ini bermula pada titik yang sama yakni apa yang telah dibuat Brecht.
Tiga dasawarsa karya-karya Brecht memengaruhi dunia, sejak 50-an. Meski saat ini karyanya dianggap kurang sesuai dengan zaman, namun tidak bisa dipungkiri bahwa wajah teater modern berubah karena pengaruh sosok marxis dan politis ini.
Teater Epik
Teater Brecht disebut sebagai teater epik yang sangat kuat dalam membahas masalah terbaru pada masyarakat. Pendekatan filsafat untuk membahas politik, membuat Brecht kerap menyebut teaternya sebagai teater dialektal.
Pendekatan klasik dianggap sebagai sebuah pelarian, begitu pula cerita teater yang begitu rapi, plot yang menarik dan menimbulkan konflik tertentu, lalu menemukan solusi. Bagi Brecht, karya seperti itu hanya akan meninggalkan pertanyaan dan masalah tertentu bagi penonton, yang mungkin bertemu masalah yang sama, tapi tidak bertemu solusi yang sama.
Berbagai Teknik dan Efek
Brecht memperkenalkan efek alienasi yang saat itu diperkenalkan dengan nama "Verfrendungseffekt". Efek alienasi, atau efek keterasingan menjadikan penonton menjadi lebih jauh keterikatan, baik secara emosional maupun psikologis dengan karakter dan sebagainya.
Brecht juga menerobos dinding keempat yang menjadi pakem dalam teater sebelumnya. Hal itu sebenarnya bagi Brecht adalah teknik untuk merekat lagi penonton dan pemain yang sudah terpisah karena efek alienasi tadi. Jadinya, daripada penonton tersesat, maka ia meminta aktornya yang menyapa penonton baik dengan pertanyaan, ataupun pidato.
Cerita yang dihadirkan Brecht kadang diingatkan dengan narasi. Narator memberikan informasi tentang apa yang terjadi sebelumnya dan setelah. Tidak hanya narasi, Brecht juga menghadirkan lagu, musik, tarian khusus untuk pementasannya. Ternyata, tujuan dari semua itu adalah mengingatkan penonton bahwa mereka tidak sedang menonton sebuah kehidupan nyata yang dipindahkan ke atas panggung.
Ciri berikutnya yang digunakan Brecht adalah menggunakan set yang sangat minimal. Alat peraga juga tidak begitu banyak, kadang-kadang untuk hand property, hanya ada satu untuk satu aktor. Tapi, kadang juga lebih sering aktor membawa semacam layar proyeksi, atau semacam papan bertulisan hanya untuk memberi tahu atau memperkenalkan karakter tertentu.
Lebih unik lagi, aktor yang keluar dari karakter yang dibangunnya sendiri, lalu masuk lagi dalam karakter sebelumnya. Hal itu adalah hal biasa terjadi dalam sebuah pentas oleh Brecht.
Anda butuh jeda untuk pengendapan atau kontemplasi? Nah, teknik Brecht memungkinkan itu. Di tengah pertunjukan, Brecht menggunakan teknik "tableaux" atau bingkai beku. Dengan teknik tersebut, aktor masuk ke dalam bingkai yang dimaksud, dan di saat itu semua act terhenti.
Dalam keadaan itu, kadang narasi yang mengisi kekosongan itu, atau aktor keluar dari karakternya bahkan menembus dinding ke empat untuk berbicara dengan penonton, atau mungkin hanya diam. Yah, hanya diam untuk memberi waktu bagi penonton dapat berhenti dan berpikir.