Advertisement
Uta Hagen |
Namun, jangan melupakan satu nama lagi, Uta Hagen, yang juga tidak sedikit pengikutnya. Sama seperti sistem yang dikembangkan Stanislavsky, Hagen juga meminta para aktornya untuk menampilkan perilaku serealistis mungkin dalam keadaan imajiner.
Awalnya, Uta Hagen yang lahir di Jerman dan dibesarkan di Amerika bergabung dengan teater di Broadway sejak usia 18 tahun. Ia bermain di naskah The Seagull karya Anton Chekov. Sejak itulah, ia mengenal sistem yang dibangun Stanislavsky dan mempelajarinya.
Permainan Hagen di awal mendapat banyak sorotan, sehingga di usianya yang masih sangat muda, orang-orang sudah menilai Hagen memiliki potensi untuk menjadi aktor besar. Hagen justru meningkatkan kedisiplinan latihannya, karena naskah-naskah Chekov yang mendukung sistem Stanislavsky memiliki subteks yang berlapis-lapis. Perlahan-lahan Hagen mulai menyusun tekniknya sendiri untuk menghidupkan gaya naturalis dari naskah Chekov.
Ia nyaris saja bermain di Hollywood, bila bukan karena masalah lain. Hagen yang termasuk dalam daftar hitam Los Angeles, akhirnya memilih tetap kembali ke New York dan teknik aktingnya terus disusun dan diajarkan.
Selama beberapa dekade terakhir, prinsip dan teknik Hagen telah menjadikan sejumlah aktor mampu menampilkan permainan terbaik mereka. Dalam artikel kali ini, akan diulas sedikit tentang teknik keaktoran Hagen.
Unsur dan Elemen dari Teknik Akting Hagen
Teknik akting Hegen |
Teknik Subsitusi
Bermula dari seorang aktor besar, Uta Hagen memiliki kaliber sebagai seorang guru akting di New York. Ternyata, ia tidak hanya berbekal seorang "mantan aktor" dan sutradara, nyatanya Hagen memang emiliki wawasan yang sangat baik. Ia mampu menyampaikan semua filosofi aktingnya dalam latihan, dan memberikan wawasannya terhadap pendalaman karakter, juga penyampaian subteks yang berlapis.
Salah satu yang diajarkan dalam teknik akting Hagen adalah teknik substitusi. Teknik ini merupakan teknik untuk memanggil emosi tertentu dengan ukuran atau takaran yang tepat dan divariasikan. Aktor yang mendalami situasi emosional tertentu namun menggunakan "pengalaman" atau "emosi pribadi" berdasarkan pengalaman-pengalamannya pribadi tentu bisa saja tersesat dalam suatu peran.
Oleh karena itu, untuk menghadirkan kembali momen psikologis nyata yang pernah dialami aktor dalam kehidupannya ke atas panggung, adalah satu hal yang cukup berbahaya. Menurut Hagen, seorang aktor akan terdistorsi, lalu emosi yang dikeluarkan tidak sesuai dengan kadar atau takaran yang dibutuhkan, yang menjadikan perannya tidak logis.
Prinsip teknik subsitusi ialah aktor menempatkan diri mereka dalam "kenyataan" ketimbang "mereplikasi kondisi hidup imajiner" dalam permainan. Maka teknik subsitusi menjadikan seorang aktor "mengganti kehidupan dalam permainan" dengan "kehidupan mereka sendiri" tanpa menggunakan kata "seakan-akan". Maka teknik ini murni digunakan oleh aktor, bukan hal yang dibangun oleh sutradara. Proses memindahkan pengalaman dan perspektif pribadi ke atas permainan (sesuai takaran/kadar yang dibutuhkan) tersebut dikenal dengan nama proses transferensi.
"Hanya seorang aktor yang dapat mengartikulasikan teknik subsitusi tersebut dengan tepat, ini tugas aktor untuk menemukan hubungan antara diri mereka sendiri dengan karakter berdasarkan sudut pandang dan pengalaman mereka sendiri," kata Uta Hagen.
Tentunya, akan ada aktor yang mendapatkan keuntungan dari teknik subsitusi ini, tapi di sisi lain juga akan ada aktor yang justru mendapatkan kerugian. Misalnya, seorang aktor yang mendapatkan "situasi yang tidak nyaman" bagi diri mereka pribadi di permainan, maka eksplorasinya menjadi kurang maksimal. Atau, ada seorang aktor yang mendapatkan situasi yang benar-benar baru dan aneh, baru pertama kali dirasakannya, maka sajian yang tampak adalah kebingungan, kecemasan dan (mungkin) kekaguman.
Maka aktor-aktor dengan pengalaman hidup yang kaya akan mendapatkan keberhasilan menerapkan teknik ini, ketimbang aktor muda yang masih sedikit pengalaman hidupnya.
Penetapan Goals
Uta Hagen |
Saat latihan, Hagen meminta siswa-siswanya untuk menggunakan alat peraga, kostum, fitur arsitektur, properti dan sebagainya untuk hal-hal tertentu. Hal tersebut ditujukan Hagen untuk mencapai sebuah "goals" atau tujuan. Maka diperlukan tindakan yang otentik untuk menetapkan tujuan yang dikaitkan dengan proses transferensi dalam teknik subsitusi (yang dijelaskan sebelumnya).
Dengan terbiasa menggunakan peralatan di studionya, maka siswanya juga akan mendapatkan motivasi untuk melakukan tindakan otentik. Muara akhirnya adalah, seorang aktor tahu bagaimana berinteraksi dengan semua objek tersebut, ketika semuanya telah berada di atas panggung. Maka situasi di atas panggung menjadi jauh lebih realistik bagi para siswanya.
Tentunya, hal ini mengingatkan kita pada inner acting dalam sistem yang dibangun Stanislavsky.
Teknik Hagen: Jalan Tengah antara Representasional dan Presentasional
Ada dua gaya akting, yakni akting representasional dan presentasional. Aktor tentunya memerlukan dua jenis akting ini untuk hal-hal tertentu. Representasional (kerja aktor secara internal) dan presentasional (kerja aktor secara eksternal) dipergunakan dalam jenis-jenis drama tertentu dan pada akhirnya mesti dikuasai dua-duanya.
Masalahnya, melatih sejumlah teknik akting, akan cocok untuk salah satu jenis akting saja. Nah, teknik Hagen menjadi "jalan tengah" antara keduanya. Aktor diminta untuk terus "merekam" apapun pengalaman mereka setiap hari, yang diperlukan untuk transferensi.
Proses transferensi ini tetap digunakan meski menggunakan akting representasional, maupun presentasional. Itulah kenapa teknik Hagen saat ini menjadi salah satu yang difavoritkan di Amerika karena terobosannya menjadi jalan tengah antara dua jenis akting ini.
Kekurangan Teknik Hagen
Meski memiliki banyak kelebihan dan mampu menghadirkan permainan terbaik, bukan berarti teknik Hagen tidak memiliki kekurangan. Karena dibuat oleh seorang "Chekovian" dan penganut sistem Stanilavsky, teknik Hagen tentunya cukup mumpuni untuk menjadikan Anda bermain baik dalam berbagai genre.
Sayangnya, itu tidak berlaku untuk permainan yang mengandalkan fisikal, "stilir tubuh" atau kebanyakan dari konsep postrealis, maka teknik ini akan kurang membantu.
Sejumlah sumber menyebutkan, untuk dapat menyempurnakan teknik Hagen, maka Anda perlu menggabungkannya dengan berbagai teknik lain agar lebih sempurna. Karena teknik Hagen bersifat "dari dalam" dan psikologis, maka Anda perlu melengkapi dan menyempurnakannya dengan metode latihan fisik, seperti metode Anne Bogart, Tina Landau, Tadashi Suzuki sampai teknik Jerzy Grotowsky bisa dimanfaatkan untuk mencapai improvisasi fisik, representasi gestur dan kolaborasi antara gerak mekanik dengan naluri.
Satu lagi, teknik ini adalah salah satu teknik yang TIDAK bisa dilatih dalam waktu yang sebentar. Perlu berbulan-bulan, mungkin bertahun-tahun, untuk mendalami teknik ini. Latihannya juga perlu disiplin, keras dan rutin.
Namun, seperti yang dikatakan salah seorang maestro teater dari Lampung, Iswadi Pratama, "Kau tidak akan luar biasa, bila yang kau jalani adalah jalan yang biasa-biasa saja."
Untuk lebih jelas tentang teknik akting Hagen, Anda bisa mempelajari buku yang ditulisnya berjudul "Respect to Acting".