Advertisement
Wilayah tambang PT Freeport Indonesia (sumber foto: Liputan6) |
Harus diakui, mayoritas penduduk Indonesia akan memberikan citra yang kurang baik ketika menyebut nama PT Freeport Indonesia.
Namun, semuanya mulai berubah ketika akhir tahun 2019 lalu Marsekal (Purn.) Chappy Hakim menerbitkan bukunya yang berjudul "Freeport: Catatan Pribadi Chappy Hakim".
Chappy Hakim adalah mantan Kepala Staff AU (KSAU) tahun 2002 hingga 2005, sampai akhirnya ia ditunjuk oleh Pemerintah RI dan Presdir Freeport sebagai Presdir Freeport Indonesia di tahun 2016.
Apa saja fakta dan sisi lain yang musti diketahui berdasarkan catatan Chappy Hakim? Berikut ulasannya.
1. Bukan Tambang Emas
PT Freeport Indonesia (sumber foto: Republika) |
Ini fakta pertama, karena ternyata yang dieksploitasi oleh Freeport Indonesia adalah tembaga yang memiliki kandungan emas dan perak terbesar di dunia.
Dengan kata lain, bisa kita sebut sebenarnya Freeport Indonesia adalah tambang tembaga.
2. 99 Persen Pekerja Adalah Orang Indonesia
Ilustrasi seorang pekerja di Freeport Indonesia (sumber foto: Kompas.com) |
Dari angka tersebut, sebanyak 36% di antaranya adalah putra asli Papua dan sisanya berasal dari seluruh dunia.
Hal ini didasarkan dari tulisan di buku yang ditulis mantan Presdir Freeport Indonesia 2016 hingga 2017 tersebut.
3. Tanpa Freeport Indonesia, Tidak Ada Tambang di Pegunungan Grasberg
Faktanya, Freeport Indonesia yang beroperasi di puncak Pegunungan Grasberg (Kabupaten Mimika, Papua) ini diawali dari penemuan cadangan tersebut lewat proyek Ertsberg di tahun 1932, oleh Kerajaan Belanda.
Proyek itulah yang kemudian diteruskan oleh PT Freeport di tahun 1967, setelah pimpinan Freeport era itu Langbourne Williams berhasil mendapat restu Presiden RI saat itu, Soeharto.
Saat itu, mungkin hingga hari ini, apabila Freeport tidak mengambil alih bekas proyek Ertsberg itu, maka tidak ada eksploitasi tembaga di Pegunungan Grasberg.
Pemerintah Indonesia, seperti ditulis Chappy Hakim, belum tentu punya modal, kemampuan dan peralatan yang cukup untuk mengolahnya.
Hasilnya, tempat itu bisa jadi hanya akan menjelma menjadi kawasan hampa.
4. Tak Pernah Tersandung Kasus Korupsi
Dengan modal yang besar, keuntungan yang besar, hasil eksploitasi yang juga sangat besar, namun selama 50 tahun Freeport Indonesia beroperasi, tak pernah tersandung kasus korupsi.
Ini tentu berbeda dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) lainnya yang terlalu pelik dengan masalah kronis itu.
Bahkan, bila ada yang ingin mencoba korupsi, kolusi dan nepotisme, tentunya berasal dari orang Indonesia sendiri.
Seperti yang ditulis oleh Chappy Hakim, Freeport tidak bermasalah, karena manajemen dan tata kelola internalnya sangat ketat dan disiplin.
Justru, seperti kasus "Papa Minta Saham", ada orang-orang di luar internal Freeport yang "mencari masalah".
5. Separuh Lebih Saham Freeport Milik PT Inalum
Ini kabar yang sudah berhembus sejak tahun 2018, ketika Presiden RI Jokowi berhasil mengakuisisi 51% saham Freeport untuk Indonesia.
Saham PT Freeport 51,2 % telah beralih ke PT Inalum dan dari angka itu 10% di alihkan untuk Pemerintah Daerah (Pemda) Papua.
PT Inalum atau PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) adalah salah satu perusahaan BUMN, yang berhasil memiliki 51,2 % saham Freeport dengan harga sekitar Rp56,1 Triliun.
Dengan demikian, tentunya keuntungan dan pajak dari Freeport selanjutnya lebih banyak dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat, baik Papua maupun Indonesia.
Sebagai tambahan informasi, saat ini PT Inalum dipimpin oleh Orias Petrus Moedak yang merupakan putra asli Nusa Tenggara Timur (NTT) dan sebelumnya sempat menjadi Wapresdir Freeport Indonesia.
6. Penyumbang PNPB Terbesar di Indonesia dan Meraih IMA Awards
Freeport Indonesia juga meraih penghargaan Indonesia Mining Association (IMA) Awards tahun 2019 karena memberikan sumbangan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terbesar di Indonesia.
Kontribusi Freeport Indonesia mencapai Rp4,2 Triliun di tahun 2018, di mana angka tersebut naik 51% dari tahun 2017 yang berada di angka Rp2,02 Triliun.
7. Melatih Ribuan Pemagang dan Membangun Sarana Pendidikan serta Kesehatan
Sejak tahun 2013, Freeport Indonesia mendirikan Institut Pertambangan Nemangkawi yang ditujukan untuk menjalankan program pendidikan.
Program pendidikan ini merupakan salah satu dari enam program pengembangan masyarakat oleh Freeport Indonesia.
Lewat program pendidikan ini, hingga tahun lalu, tercatat sudah ada 4.000 lebih siswa atau magang yang telah diperkerjakan di Freeport sebagian besarnya.
Dari total angka tersebut, 90 persen di antaranya adalah putra asli Papua, dan sisanya adalah siswa Indonesia non-Papua.
Selain program tersebut, juga ada program beasiswa pelajar mulai dari tingkat SMA/SMK hingga magister.
Selain pendidikan, Freeport Indonesia juga fokus pada kesehatan.
Dua program yang dilakukan antara lain membangun Klinik Terapung dan Malaria Center, bekerjasama dengan sejumlah pihak seperti Dinas Kesehatan setempat, LPMAK dan sebagainya.
Malaria Center ditujukan untuk mengentaskan dan memutus penularan penyakit Malaria di kabupaten tersebut.
Angka penderita Malaria terus menurun di Mimika dan sekitarnya sejak tahun 2013, sejak Malaria Center dioperasikan.
Klinik Terapung menjadi pusat pelayanan pengobatan umum, vaksinasi, imunisasi dan pemeriksaan kesehatan.
Seperti Puskesmas atau klinik, namun di atas kapal sehingga bisa menyentuh masyarakat Mimika yang bahkan tinggal di pedalaman.
Ada banyak layanan kesehatan yang ditawarkan klinik ini, bahkan hingga pelatihan petugas medis.
8. Membangun Rumah Kreatif BUMN serta Mendorong Ekonomi Kreatif
Puluhan hektar di distrik Kuala Kencana (area industri Freeport Indonesia) sudah sejak lama dirintis menjadi lahan perkebunan Kakao untuk menjadi usaha perkebunan rakyat.
Hingga tahun lalu, tercatat sudah ada 10 ribu pohon kakao yang ditanam di sana.
Tidak hanya itu, juga ada usaha perkebunan lain seperti kopi (Koperasi Kopi Amungme) dan kelapa (Pertanian Kelapa) di Mimika yang didukung Freeport Indonesia.
Selain sektor perkebunan, ekonomi kreatif juga menjadi fokus program kemandirian ekonomi Freeport Indonesia.
Komunitas Kerajinan Rajutan Noken misalnya, yang menjadi usaha rakyat setempat dalam mengolah dan berinovasi dengan benang serat kayu menjadi barang kerajinan bernilai tinggi.
Sanggar Noken ini ditunjang dengan Koperasi Serba Usaha (KSU) Kangguru Jaya serta beberapa kios untuk menjual produk kerajinan Noken tersebut.
Kesenian ukir dari budaya Kamoro juga terus dilestarikan lewat Yayasan Maraowe Waiku Kamorowe.
Bentuk dukungannya adalah Festival Kamoro atau dalam bahasa setempat dikenal dengan Kamoro Kakuru yang menjadikan budaya ukir Kamoro menjadi dikenal luas, hingga mancanegara.
9. Membangun Lapangan Terbang Perintis
Wilayah Papua sebagian besar adalah pegunungan, hutan dan sungai-sungai.
Tentunya, pesawat terbang menjadi sarana transportasi yang sangat efektif di sana.
Hingga 2019, tercatat Freeport Indonesia telah atau sedang membangun beberapa lapangan terbang perintis antara lain di Aroanop dan Waa-Banti, kabupaten setempat.
10. Salah Satu Perusahaan dengan Manajemen Lingkungan Terbaik
Sebagai perusahaan yang mengeksploitasi hasil bumi, tentunya Freeport Indonesia juga mesti mempertimbangkan manajemen lingkungan.
Berdasarkan berbagai audit independen Sistem Pengelolaan Lingkungan, Freeport Indonesia menyandang predikat “sangat terintegrasi” dan “konsisten dan praktik internasional”.
Sedangkan Wildlife Habitat Council dari Amerika pada tahun 2011 memberikan predikat bahwa Freeport Indonesia berkontribusi terhadap pelestarian habitat satwa liar di sekitaran area kerja.
Pasir sisa tambang (Sirsat) dikelola sebagai bahan proyek pembangunan, dengan biaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan mencapai USD 101 juta setiap tahunnya dan terus meningkat sejak 2012.
Limbah dikelola dengan baik, dengan 2.439 ton limbah B3 dikirimkan ke sejumlah pendaur ulang atau kegiatan lainnya sehingga tidak mencemari lingkungan.
Ditambah lagi, Freeport Indonesia tercatat tidak menggunakan merkuri dan sianida dalam proses pemisahan mineralnya, melainkan menggunakan metode pengapungan.
Hal itu menjadikan limbah bahan berbahaya dan beracun tidak ditemukan dari proses kerjanya.
Ditambah lagi ratusan hektar daerah tambang telah atau sedang menjalani proses reklamasi.
Bahkan, total sudah 68.000 batang pohon bakau telah ditanam hingga beberapa tahun terakhir.
Sekarang, ada 157.000 bibit tanaman lokal dengan total 135 jenis tanaman telah disiapkan untuk reklamasi dengan melibatkan Universitas Negeri Papua untuk suksesi alami.
Ditambah lagi, Freeport Indonesia juga mendapatkan penghargaan untuk kategori "Mengembangkan Keanekaragaman Hayati" dalam ajang Indonesia Green Awards 2015 untuk Program "Penerbitan Buku Burung dan Buku Katak", Predikat Pelestari Keanekaragaman Hayati dari La Tofi School of CSR di ajang Indonesia Green Awards 2013 untuk Program Biodiversity Freeport Indonesia.
Hal itu tentunya juga menunjukkan Freeport memiliki banyak program untuk lingkungan hidup di sekitarnya.
(Lihat berbagai penghargaan lainnya yang telah didapatkan PT Freeport Indonesia di pranala ini)
Penutup
PT Freeport Indonesia (sumber foto: Detik.com) |
Sayangnya, tidak banyak pihak yang mengetahui, apalagi secara detail dan rinci, apa saja keterlibatan Freeport Indonesia dalam membangun Papua dan Indonesia.
Tentunya, ulasan di atas bisa membuat kita melihat Freeport Indonesia dari sisi yang lain, ketimbang terus memberi citra yang negatif. (ai/pojokseni.com)
Tags: : Freeport Indonesia, tambang tembaga, Narasi dari Papua, Mining for Life.
(Sumber tulisan: "Freeport: Catatan Pribadi Chappy Hakim", Historia.id, Republika.com, Wikipedia, Detik.com, Liputan6.com, CNBCIndonesia.com, ptfi.co.id, Kompas.com dan Okezone.com)