Advertisement
pojokseni.com - Seniman, dalam hal ini adalah pekerja seni profesional, memiliki sebuah tendensi untuk terus kreatif. Kreatif berhubungan erat dengan ide, intuisi dan kreatifitas, maka seorang seniman harus terus mampu menciptakan sesuatu yang baru, sebuah ide yang segar.
Kerja seniman hanya sedikit melibatkan otot, kalaupun cukup besar, namun tak begitu besar dibandingkan dengan kerja otak. Mulai dari mempelajari, memahami, menghafal, menciptakan, mengkaji dan mengulang-ulang, semuanya merupakan kerja otak. Sekarang, bagaimana bila seorang seniman mati ide?
Percobaan pada Tikus
Seorang ilmuwan yang khusus mendalami tentang otak dan pikiran manusia, Mark Rosenzweig pernah melakukan penelitian yang melibatkan sejumlah tikus. Kelompok pertama tikus ditempatkan di suatu tempat yang penuh dengan "rangsangan" atau stimulus, semacam rintangan, halangan. Ada roda putar untuk mendapatkan sepotong kecil keju, tangga untuk menuju tempat air, bola pingpong yang menghadang tempat tidur dan sebagainya.
Kelompok tikus yang kedua, ditempatkan di ruang yang lebih aman. Hanya ada tempat istirahat yang nyaman, makanan dan air. Sedangkan kelompok tikus yang ketiga, berada di tempat yang sama dengan kelompok dua, bedanya, kelompok ketiga bisa melihat dengan jelas tempat kelompok pertama (ruang yang penuh stimulus) dan menyaksikan perjuangan tikus yang ditempatkan di ruang tersebut.
Hasilnya, setelah beberapa waktu, para tikus itu diletakkan di sebuah lorong labirin. Tikus yang berada di ruang nomor satu, adalah para tikus yang paling cepat menyelesaikan masalah, menemukan jalan keluar dan sebagainya. Begitu pula ketika dipertemukan dengan masalah-masalah lain, maka tikus yang berada di ruang nomor satu adalah yang paling cepat menyelesaikan masalah apapun itu. Apalagi bila dibandingkan dengan tikus yang diletakkan di ruang kedua.
Belum cukup sampai situ, Mark Rosenzweig kemudian melakukan pembedahan terhadap tikus-tikus tersebut. Tikus pada ruang satu memiliki sel saraf yang jauh lebih berkembang di cerebral cortex (bagian utama di otak). Tidak hanya itu, tapi cortexnya juga lebih tebal, sel yang bercabang-cabang dan hubungan antar sel otak yang jauh lebih banyak.
Jumlah itu berlipat-lipat lebih banyak ketimbang tikus yang tinggal di ruang tanpa rintangan dan halangan. Bagaimana dengan tikus yang berada di ruang ketiga. Mereka menyaksikan setiap saat bagaimana perjuangan tikus yang berada di ruang satu, namun mereka hanya melihat. Faktanya, kehidupan mereka di ruang tersebut tidak berbeda dengan tikus di ruang kedua. Hasilnya, tidak ada perbedaan berarti antara tikus di ruang kedua dengan tikus di ruang ketiga.
Apa yang bisa diambil dari percobaan yang dilakukan Mark Rosenzweig? Untuk meningkatkan ide, berarti meningkatkan kinerja otak. Pengalaman, eksperiment, hingga cobaan dan rintangan membuktikan proses pendewasaan diri, peningkatakan kemampuan otak dan pemecahan masalah. Interaksi dengan lingkungan, aktivitas intelektual dan proses belajar tentunya dapat terus meningkatkan kemampuan otak, yang membuat "mati ide" bisa diatasi.
Maka jangan depresi dengan terlalu banyak cobaan dalam hidup. Justru Anda harus bersyukur, karena dengan banyaknya cobaan, maka Anda mesti terus berpikir untuk mencari solusi dan jalan keluar. Maka, akan semakin banyak aktivitas intelektual, serta merespon lingkungan yang akan Anda lakukan. Sebagaimana hasil penelitian tadi, akan ada pula banyak jaringan antar sel di otak yang akan terus tercipta.
Bagaimana Kalau Sudah Terlanjur?
Bagaimana kalau seandainya sudah terlanjur menikmati hidup tanpa rintangan berarti, flat dan begitu-begitu saja? Cara berikutnya adalah memberi stimulasi pada otak.
Ada beberapa cara, pertama "menerobos kebiasaan". Hidup adalah rangkaian rutinitas dan kebiasaan. Sedangkan seniman menganggap hal tersebut sebagai kemampatan, yang harus diterobos. Merubah kebiasaan setiap hari, tentunya kebiasaan yang positif jangan sampai berubah, mampu membantu Anda yang sedang mati ide.
Kemudian, Anda bisa membuat target ide. Kadangkala, ada banyak ide yang hadir di kepala Anda, namun tak dilaksanakan, karena merasa ide tersebut jelek. Bila sedang dalam "kemampatan" ide, maka anggap saja tidak ada ide yang jelek. Semua ide yang ada di kepala Anda biarkan keluar dan mengalir. Jelek atau bagusnya, bisa dipoles dalam proses penciptaannya.
Anda juga bisa mencoba berjalan-jalan ke tempat yang belum pernah Anda kunjungi. Atau, bilapun sudah pernah Anda kunjungi, namun Anda tidak pernah memberikan perhatian pada tempat itu. Misalnya ke toko baju, tentunya Anda sudah sering ke toko baju, tapi coba perhatikan semuanya lebih detail. Desain tokonya, susunan bajunya, pilihan warnanya.
Sesuatu yang Anda anggap biasa saja, bisa menjadi sesuatu yang luar biasa, bila ada sentuhan yang berbeda. Anda bisa memberikan satu potong kayu pada tiga orang yang berbeda. Mereka bisa membuat sesuatu yang berbeda dengan nilai dan harga yang berbeda, tergantung seberapa kreatif mereka.
Menikmati musik, makan di tempat yang berbeda, bertemu dan berkenalan dengan orang baru, mencoba belajar alat musik, atau mungkin belajar memasak, bisa Anda coba untuk refreshing otak. Jangan lupa, membaca sebagai salah satu stimulus otak yang paling utama, jangan pernah Anda lewatkan.
Kemudian, setelah muncul "calon ide" meskipun Anda menganggapnya ide yang jelek, coba satu persatu dituliskan. Sampai ada banyak ide yang tertulis, sekarang giliran siapkan "project" untuk membuatnya menjadi nyata.
Seperti kata Thomas Alva Edison, jenius itu berarti 1% ide, dan 99% kerja keras untuk membuat ide tersebut jadi nyata. (ai/pojokseni.com)