Advertisement
pojokseni.com - Beberapa waktu lalu, digelar diskusi antara pihak Pemprov DKI Jakarta dengan para seniman se-Jakarta perihal revitalisasi Taman Ismail Marzuki. Dalam diskusi yang berlangsung alot dan panas tersebut, seniman se-Jakarta menolak revitalisasi tersebut.
Ada beberapa penyebab, antara lain perihal pembangunan hotel mewah di dalam kompleks TIM yang ditakutkan akan mengurangi aktivitas kesenian yang seperti biasanya. Kedua, seperti yang disampaikan Deputi Gubernur DKI bidang Budaya dan Pariwisata, Dadang Solihin, para seniman menolak karena tidak dilibatkan dan ditanya dulu waktu pembangunan.
Bahkan, Dadang Solihin disebut-sebut membentak para seniman dalam diskusi tersebut. Video Dadang membentak seniman juga menjadi viral di dunia maya. Video tersebut pertama kali diunggah di jejaring Twitter oleh salah satu akun dan menyebut bahwa deputi gubernur tersebut melakukan cara yang arogan, bentak-bentak dan mengancam.
Meski Dadang menyebut dirinya sedang serak, sehingga suaranya seperti membentak, namun publik khususnya pecinta seni tetap tidak bisa menerima. Sebab dalam video yang viral tersebut, seniman senior menimpali bentakan Dadang dengan kalimat, "jangan galak-galak, tidak bisa pejabat pakai cara seperti Anda."
Belum selesai sampai di situ, diskusi para seniman di PDS HB Jassin itu terus memancing perdebatan dan penolakan. Wacana pembangunan hotel bintang lima di TIM kembali menjadi bahasan hangat. Intinya, seniman se-Jakarta menolak mentah-mentah wacana revitalisasi tersebut.
"Sedangkal itu pemahaman tentang kesenian dan kebudayaan? Apa hubungannya membangun kebudayaan dengan membangun hotel bintang lima di TIM? Itu kebudayaan koplok," protes Radhar Panca Dahana dalam pertemuan seniman tersebut.
Protes keras Radhar Panca Dahana diamini oleh perwakilan seniman lainnya. Nama-nama seperti Taufiq Ismail, Abdul Hadi WM dan lain-lain bereaksi dengan menolak wacana tersebut. Bahkan ada seorang seniman dalam diskusi tersebut yang terang-terangan menyebut bahwa mereka tidak butuh hotel apapun di TIM.
TIM yang dulunya adalah kebun binatang, kemudian di tangan Gubernur DKI Jakarta era Ali Sadikin dengan susah payah diubah menjadi pusat kesenian Jakarta. Pembangunan tersebut dilandasi dari perlunya kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan dan pengembangan seni di Jakarta. Pembangunan itu diawali pula dengan diskusi bersama para seniman.
Oleh karena itu, penolakan seniman tersebut berdasar dari tidak adanya pendekatan persuasif dari Pemprov DKI pada para seniman yang selama ini adalah "penghuni" TIM. Bagaimana selanjutnya? Apakah revitalisasi yang dianggarkan triliunan rupiah tersebut akan dihentikan atau tetap dilanjutkan tanpa mendengar aspirasi seniman? (ai/pojokseni)