Advertisement
Hari Tari Sedunia di Pontianak |
pojokseni.com - Kejadian tak mengenakkan di dunia seni kembali terjadi di Indonesia, kali ini Pontianak, Kalimantan Barat pada puncak perayaan Hari Tari Sedunia tanggal 29 April 2019 lalu. Sebuah video viral beredar di masyarakat, bahwa ada sekelompok orang yang terdiri dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan berbagai Organisasi Masyarakat (Ormas) membubarkan paksa kegiatan Hari Tari Sedunia di Taman Digulis Kota Pontianak. Aksi pembubaran tersebut berlanjut dengan aksi kekerasan yang menimpa Kepala Prodi Pendidikan Seni Pertunjukan FKIP Untan, Ismunandar.
Setelah ditelusuri, ternyata penyebabnya adalah adanya "perintah" dari Walikota Pontianak Edi Kamtono pada Satpol PP untuk menghentikan tari modern yang dilakukan sejumlah pria karena dituding mengandung unsur LGBT (Lesbian Gay Biseksual Transgender) pada malam puncak acara tersebut. Perintah menghentikan tarian itu, dijawab dengan tindakan kekerasan yang akhirnya tidak hanya menghentikan tarian yang dimaksud, tapi juga menghentikan acara tersebut.
Seperti dilansir dari media lokal Pontianak, Edi Kamtono menyatakan bahwa ia menerima gambar dan video tari pria berpakaian terbuka di tempat umum, dan tarian yang mengundang kontroversi, bahkan dianggap oleh masyarakat menjurus ke LGBT. Lalu, ia meminta tarian tersebut dihentikan. Namun, di lapangan Satpol PP melanjutkan perintah dari Walikota tersebut dengan menghentikan acara.
Dua Kesalahpahaman
Tarian Viral yang dituding LGBT |
Melihat dari kejadian yang terjadi, maka ada dua kesalahpahaman. Pertama, kesalahpahaman Walikota Pontianak menanggapi tari modern yang ditampilkan tersebut.
Seperti diungkapkan oleh Dosen Prodi Seni FKIP Untan, Kanjeng Raden Tumenggung Erwan Suparlan Adiningrat SSn, kesalahpahaman pertama adalah karena tudingan LGBT yang ditujukan pada orang yang menari modern dance. Tentunya, ini sangat spekulatif, dan cenderung fitnah.
Tudingan tersebut, hadir dari orang-orang yang tidak tahu banyak tentang seni tari, bahkan seni apapun. Itulah kenapa di video yang viral tersebut, keluar pernyataan dari aparat atau ormas yang melakukan pembubaran paksa. "Apa laki-laki nari kayak gitu, LGBT itu," kata seseorang di video tersebut.
Kesalahpahaman pertama, dianggap karena kurangnya wawasan tentang seni. Atau, memang publik Pontianak masih baru "kedatangan" tari jenis itu sehingga masih belum bisa menerimanya.
Kesalahpahaman yang kedua, adalah tindakan sembrono dari aparat dan ormas tersebut yang disebut oleh Walikota Pontianak sebagai "salah mengartikan perintah". Perintahnya minta tarian tersebut dihentikan, malah acaranya yang dihentikan.
Hasilnya, kejadian ini seperti yang sudah-sudah kerap menimpa kegiatan seni. Dituduh LGBT, komunis, atheis, liberal dan sebagainya. Sehingga kesenian di berbagai daerah cenderung berjalan di tempat, lantaran terlalu banyak orang-orang yang tidak mengerti seni tapi ikut campur tangan terlalu jauh.
Masih dalam semangat May Day, hari buruh sedunia, sekarang pertanyaannya, bagaimana nasib para pekerja seni? (ai/pojokseni.com)
Baca artikel "May Day, Bagaimana Nasib Pekerja Seni? hanya di PojokSeni.com.