Advertisement
Ilustrasi: Pementasan Teater Salembayung, Riau |
pojokseni.com - Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan seni pertunjukan. Salah satunya adalah teater tradisional. Ada banyak jenis teater tradisional dan hingga hari ini masih hidup di berbagai tempat dan daerah di Indonesia.
Beberapa jenis teater tradisional sudah dibahas oleh PojokSeni di artikel berikut: 10 Bentuk Teater Tradisional di Indonesia dan berlanjut lagi di artikel berikut: Teater Tradisional Indonesia Bagian II.
Simpelnya, teater tradisional adalah teater yang bersifat improvisasi dan tanpa naskah. Karena itu, teater tradisional mudah dipentaskan di sembarang tempat. Dalam ulasan kali ini, PojokSeni akan membahas kliasifikasi teater tradisional menurut Kasim Ahmad (dalam buku Pendidikan Seni Teater (untuk petunjuk guru SMA), Departemen Pendidikan dan Kebudayaan).
Teater Rakyat
Pertama adalah teater rakyat, yakni teater yang menyatu dengan kehidupan rakyat, spontan dan sederhana. Anda mungkin mengenal nama seni pertunjukan antara lain Makyong (Kalimantan Barat), Mendu (Riau), Randai (Sumatera Barat), Mamanda (Kalimantan Selatan), Topeng Prembon (Bali), Ubrug dan Longser (Jawa Barat), Ketoprak (Jawa Tengah), Ludruk (Jawa Timur), Cekepung (NTB), Dulmuluk (Sumatera Selatan), Lenong (Jakarta) Sinlirik (Sulawesi Selatan) dan sebagainya, yang termasuk dalam teater rakyat di Indonesia.
Teater Bangsawan |
Teater Klasik
Berikutnya ada teater klasik, yang sudah dipentaskan di gedung pertunjukan serta dipisahkan dari penonton. Awalnya, teater ini lahir di kerajaan. Di Indonesia, ada berbagai jenis teater klasik yang cukup ternama. Dalam beberapa pementasannya, teater klasik ini menggunakan pola cerita seperti dalam teater rakyat, artistik panggung menggunakan teknik teater modern, namun masih memainkan improvisasi, serta cerita yang lebih kekinian pada eranya.
Beberapa grup seperti Abdul Muluk, Komedi Stambul, Dardanela, Teater Maya, Cine Drama Institut. Teater Maya adalah teater yang dipimpin oleh Usmar Ismail yang mulai mengetengahkan peran penting dari seorang sutradara. Sedangkan Cine Drama Institut yang lahir di Yogyakarta beberapa tahun setelah kemerdekaan Indonesia adalah cikalbakal dari Akademi Seni Drama dan Film (ASDRAFI) di Yogyakarta.
Opera Batak |
Di saat bersamaan setelah munculnya Cine Drama Institut, hadir pula berbagai grup lain seperti Bintang Surabaya Film Co di Surabaya, Teater Bogor di Bogor, Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) di Jakarta dan berbagai grup teater lainnya.
Sedangkan teater modern dengan metode akting dari Amerika dan Rusia, serta teknik barat yang diimplementasikan pada pertunjukan kemungkinan hadir pada tahun 1968. Ditandai dengan kepulangan WS Rendra dari Amerika dan mendirikan Bengkel Teater Rendra, mulailah pementasan teater modern menjadi barometer pementasan di Indonesia.
Namun, teater tradisional, meski mulai ditinggalkan, namun bukan ditenggarai karena hadirnya teater modern. Karena pada dasarnya, teater modern di Indonesia juga terus mencoba memasukkan unsur-unsur teater tradisional untuk dileburkan dengan teknik teater Barat.
Melainkan, karena penonton teater yang mulai tereduksi, setelah bioskop hadir, serta kurangnya minat generasi muda untuk menyaksikan pementasan teater. (ai/pojokseni)