Advertisement
pojokseni.com - Antropologi secara singkat dapat didefinisikan “Kajian tentang manusia.” Sehingga ruang lingkup dari kerja antropologis adalah mengkaji manusia. Pada awal perkembangannya, antropologi hanya meneliti masyarakat terasing, namun pada perekembangan selanjutnya, ilmu tersebut tidak terbatas pada masyarakat terasing, tapimasyarakat kota/industri pun jadi bahan kajiannya. Primata berbulu seperti simpanse, orang utan, atau gorila, diteliti oleh pakar antropologi, sejauh ia bisa menerangkan mengenai asal-usul manusia.
Seperti dikatakan Haviland (1988) antropologi adalah studi tentang manusia, berusaha menyusun generalisasi tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Bila demikian, terlihat dengan jelas bahwa bidang antrpologi itu cakupannya sangat luas. Antropologi terbagi dalam cabang-cabang, sesuai dengan bidang kajiannya. Hal yang lebih umum, biasanya ada empat cabang antropologi yang besar, yakni: antropologi biologi, arkeologi, antropologi linguistik, dan antropologi budaya.
Antropologi biologi, disebut pula antropologi fisik, yaitu kajian mengenai biologimanusia, berusaha untuk mencari perbandingan antara anatomi spesies manusia dan primata yang lebih tinggi, seperti simpanse dan gorila. Dalam perkembangan selanjutnya,antropologi biologi mengkaji masalah genetika bersama aspek-aspek demografi, ilmuforensik dan paleomedis (Saifuddin, 2005: 21).
Arkeologi adalah cabang antropologi yang mempelajari benda-benda, terutamadari peradaban masa lampau, dengan maksud untuk menerangkan dan menggambarkan perilaku manusia. Berbeda dengan pakar arkeologi klasik, pakar arkelogi dengan pendekatan antropologid terutama meneliti masyarakat prasejarah yang tidak memilikitradisi tulis. Daripada meneliti candi atau kuil, bisanya pendekatan antropologis ini lebihmemilih reruntuhan lama. Fokusnya tertuju pada proses sosial, bukan pada peradabanklasik (Keesing, 1992: 2).
Antropologi linguistik meneliti bahasa-bahasa manusia dengan lingkup kajian berupa deskripsi suatu bahasa dan sejarah bahasa. Seperti dikatakan Haviland (1988: 16), kedua pendekatan ini menghasilkan informasi yang berharga, tidak hanya mengenai cara berkomunikasi, tapi juga bagaimana orang memahami dunia luar.
Antropologi linguistik berusaha memahami bagaimana orang pendapat orang memahami dirinya sendiri dantentang dunia sekitarnya melalui bahasa yang digunakannya.Antropologi budaya adalah cabang antroplogi yang paling besar dan luas.
Kajiannya meliputi: keanekaragaman budaya, upaya mencari unsur-unsur budayauniversal, mengungkapkan struktur sosial, interpretasi simbolisme, dan berbagai masalah lainnya yang terkait (Saifuddin, 2005: 22). Antropologi budaya menyentuh subdisiplin lain. Di beberapa wilayah di dunia, antropologi disebut antropologi budaya.
Pendekatan teater antropologi digagas oleh sutradara teater multikultural dari Italia yang bernama Eugenio Barba. Barba lahir pada tahun 1936 di Italia dan dibesarkan di desa Gallipoli. Barba adalah murid sekaligus pengagum Grotowski. Selama tiga tahun belajar kepada Grostowski di Polandia, kemudian pulang ke Norwegia untuk mendirikan kelompok teater sendiri yang bernama Odin Teatret tahun 1996.
Awalnya, Barba tetap mengembangkan konsep dari teater Grotowski, yaitu konsep para teater dan budaya aktif. Namun semenjak tahun 1974, Barba berkembang ke arah yang berbeda. Kerja kreatifnya dikembangkan melalui perdebatan teoritis dalam kelompok teater The International School of Theatre Antropology (ISTA). (Yudiaryani, 2002:94)
Barba melakukan pendekatan secara antropologi dengan mengkonsepkan dramaturgi baru yang memusatkan fungsi analisis teater untuk memahami produksi teater. Analisis diawali dari pemahaman pementasan lebih dari pada pemahaman teks tertulis.
Pemahaman dramaturgi Barba dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Dramaturgi memiliki dua wilayah kerja yaitu teks tertulis dan cara menampilkannya. Teks adalah tekstur, rangkaian, anyaman berbagai laku.
- Tindakan atau action adalah rangkaian yang tidak hanya dilakukan aktor, tetapi juga rangkaian cerita, skor musikal, variasi cahaya, modifikasi irama, gerak aktor, dan propertis. Laku merupakan pula hubungan antara karakter dengan cahaya, suara, ruang dan waktu. Laku terjadi pula langsung para perhatian, pemahaman, dan emosi penonton. Maka laku adalah teks, jaringan, anyaman dan tekstur.
- Plot memiliki dua dimensi yaitu dimensi keterkaitan dan simultan. Kedua dimensi tersebut mempengaruhi atau bahkan menentukan laku yang akan terbentuk.
- Terdapat dua pendekatan berbeda, berdasarkan spektakel dari teks tertulis dan pendekatan dari teks panggung. Teks tertulis terpisah dari pementasannya sedangkan teks panggung dapat disarikan dari pementasan.
- Perbedaan pendapat ini dapat digunakan untuk dapat mengamati fenomena teater modern. Pengamatan yang lebih bersifat mikroskois atau atau pelacakan anatomi teater.
Akting bukanlah bentuk keseharian tetapi acting merupakan montage unsur-unsur anting yang selama ini tersembunyi maupun yang Nampak di keseharian. Demikian juga tafsiran tokoh, dan perhatian penonton. Penyutradaraan penonton adalah memberi ransangan pada irama ketegangan tanpa memaksakan sebuah penafsiran. (Yudiaryani, 2002: 294-295)
Teater Antropologi dalah kajian sikap pra-ungkap pelaku berdasarkan ragam gaya dan ragam tradisi secara kolektif maupun personal. Dalam konteks Teater Antropologi, kata performer atau pelaku digunakan untuk mengganti kata aktor dan penari baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan “teater” berarti teater dan tari: teater-tari. (Yudiaryani, 2002: 298)
Tugas penting dari Teater Antropologi adalah mempelajari prinsip-prinsip mencipta gerak melalui usaha pengulangan. Maksudnya gerak seorang pelaku tidak pernah ada yang sama. Namun, melalui prinsip pengulangan gerak pelaku memiliki pemaknaan bukan pada teknik namun pada prinsip. Dampak dari mempelajari prinsip pengulangan adalah pelaku akan menemukan kodifikasi gerak yang secara tradisi pernah menjadi miliknya. Bahan pelaku akan mengenal kembali tradisi mengkodifikasi yang selama ini telah menghilang. (Barba, 1995: 25)
Kajian seni pertunjukan cenderung mementingkan teori, gagasan-gagasan utopis, dan menghindari pendekatan empiris. Teater antropologi sebaliknya, mengkaji wilayah empiris dalam rangka melacak berbagai aturan, teknik, dan estetik yang terkait dengan pertunjukan. Teater antropologi berusahan menemukan teknik dasar dari suatu teknik gerak tubuh.
Dengan kata lain, Teater Antropologi merupakan suatu wilayah investigasi baru yang yang tidak terkait dengan paradigm antropologi teater atau tari dan bahkan bukan kajian tentang teater tari sebagai fenomena pertunjukan seperti yang sering dilakukan oleh para antropolog, namun kajian tentang sikap lengkap pelaku dalam rangkaian situasi dan kondisi pertunjukan.
Melalui pendekatan teater antropologi, pelaku didorong memasuki proses kreatif dan membebaskan pelaku sepanjang kreativitas berlangsung. Artinya, kreativitas dan usaha dekontruksi yang mencerminkan kegiatan kreatif akan menyebabkan setiap babakan kreasi melahirkan pergeseran pertambangan makna dari sudut komunikasi maupun resepsi.
Segala sesuatu terkait dari “pra-gerak” hingga “gerak yang tercipta” dan berakhir hingga “pemaknaan” yang diungkapkan oleh gerak. Gerak yang dimaksudkan oleh Barba adalah sebagai pencetus istilah teater Antropologi, karena bukan semata gerak fisik pelaku, tetapi juga gerak batin pelaku. (Barba, 1995: 25)
Dalam kegiatan Teater Antropologi, teater tidak lagi terbebani dengan persoalan penggabungan ataupun dikotomi teori dan praktek, serta pemisahan dan peleburan konvensi beberapa genre pertunjukan, tetapi kegiatannya untuk membuktikan bagaimana setiap kreativitas pelaku memerlukan kelengkapan kode serta ikon yang mampu mewujudkan reaksi-reaksi tubuh, pikiran, dan batin pelaku.
Teknik praungkap tidak muncul dan hilang dengan sendirinya. Seperti halnya system syaraf, misalnya secara materi tidak dapat terpisah dari seluruh kehidupan organ-organ tubuh, namun dapat dipikirkan sebagai satu keutuhan yang terpisah. Fiksi kognitif tersebut memungkinkan adanya intervensi yang efektif. Hal ini Nampak abstrak tetapi benar-benar berguna bagi kerja di tingkat pelatihan.(isi/pojokseni)
Daftar Rujukan
- Barba, Eugenio, The Paper Canoe, A Guide to Theatre Antropology. Richard Fowler (Penerjemah), Routledge, London, New York, 1995.
- Yudiaryani, Panggung Teater Dunia, Pustaka Gondho Suli, Yogyakarta, 2002.
- Haviland, William A. Antropologi edisi keempat jilid 2. Jakarta: Erlangga, 1988.
- Saifuddin, Achmad Fedyani. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis
- Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana, 2006.