Advertisement
Pulau Kemaro (sumber foto: Bisniswisata) |
pojokseni.com - Tahun 2017, sebuah film televisi mengangkat kisah bertajuk Legenda Pulau Kemaro yang dikenal pula dengan judul Legenda Cinta Bulan Purnama. Kisah ini terjadi di Sumatera Selatan, ketika seorang putra raja dari Tiongkok bernama Tan Bun Ann mencoba melamar putri raja Sriwijaya yang cantik rupawan bernama Siti Fatimah.
Tan Bun Ann dikisahkan seorang putra raja nan kaya raya, namun kekayaannya datang dari usahanya berniaga hingga ke Sumatera. Ia diberi izin berdagang di pelabuhan Sumatera Selatan oleh Raja, dengan syarat harus menyerahkan sebagian keuntungannya untuk sang Raja. Beberapa kali datang ke istana untuk menyerahkan keuntungannya, Tan Bun Ann bertemu dan bertatap wajah dengan Siti Fatimah. Hingga cinta menghinggapi keduanya.
Lama memendam cinta, akhirnya Tan Bun Ann melamar Siti Fatimah. Ia mendatangi Raja dan menyatakan keinginannya untuk mendapatkan hati sang putri yang rupawan.
Raja memberikan syarat yang sebenarnya mudah saja dipenuhi oleh Tan Bun Ann, yakni 9 guci berisi emas. Tan Bun Ann selanjutnya mengirimkan seorang utusan kembali ke negeri asalnya, Tiongkok, untuk mendapatkan guci berisi emas sebagai mahar untuk mendapatkan pujaan hatinya.
Orang tuanya mengirimkan 9 guci yang diinginkan Tan Bun Ann dengan sebuah kapal besar yang akhirnya berlayar dengan selamat ke pelabuhan Sriwijaya. Melihat kapal tersebut sampai, meski orang tuanya tak bisa menghadiri pernikahannya nanti, namun Tan Bun Ann tetap bahagia. Ia lalu masuk ke dalam kapal, dan memeriksa guci-guci yang dikirimkan orang tuanya, sedangkan Raja dan Siti Fatimah menunggu di pelabuhan.
Tan Bun Ann marah, dan nyaris mengamuk, setelah mendapati bahwa isi dari guci tersebut adalah sayuran sawi yang telah membusuk. Ia malu, dan melampiaskan kemarahannya dengan melemparkan saja guci tersebut ke Sungai Musi. Ketika membuka guci lainnya, ia kembali hanya mendapati sayuran yang telah membusuk.
Hampir saja seluruh guci tersebut ia buang, kalau saja bukan karena ia terpeleset dan menabrak guci terakhir. Guci itu jatuh dan pecah, dan Tan Bun Ann kembali terkesiap, darahnya seakan berhenti mengalir. Ternyata emas yang dimaksudkan ada di dalam guci, hanya saja berada di bawah tumpukan sayuran busuk itu. Seorang pengawal setianya akhirnya melaporkan bahwa semua guci sebenarnya berisi emas, namun ditutupi dengan sayuran busuk untuk kamuflase.
Mendengar itu, Tan Bun Ann panik dan kehilangan akal. Ia memilih melompat ke Sungai Musi untuk mengambil guci-guci yang telah ia lemparkan. Siti Fatimah melihat itu, kemudian mendekat ke pinggir sungai, menanti kekasihnya kembali.
Sayang sekali, Tan Bun Ann tak kunjung muncul di permukaan air. Siti Fatimah semakin cemas, dan bersama seorang dayangnya berpikir untuk mencari Tan Bun Ann ke dalam sungai. Kepada Raja dan rombongan yang mencoba menghalanginya, ia meninggalkan pesan.
"Apabila nanti saya mati, maka akan muncul tumpukan tanah di sini, itu adalah kuburanku dan kekasihku."
Benar saja, Siti Fatimah tak kunjung kembali, begitu pula dengan Tan Bun Ann. Tubuh mereka tak muncul di permukaan air. Justru yang hadir adalah tumpukan tanah yang akhirnya menjelma menjadi sebuah pulau di delta Sungai Musi. Pulau itu tak pernah digenangi air, meski Sungai Musi sedang pasang, dan selalu kering. Itu menjadi alasan, kenapa warga setempat menyebutkan pulau itu sebagai Pulau Kemaro (kemarau dalam bahasa Palembang).
Daya Tarik Pulau Kemaro
Pulau Kemaro (sumber foto: Republika) |
Nama Pulau Kemaro tentunya sudah tidak asing lagi bagi pecinta jalan-jalan. Apalagi, bagi yang pernah berkunjung ke Palembang. Pulau Kemaro yang terletak sekitar 5 km sebelah timur Palembang ini menjadi destinasi wisata yang populer di Palembang.
Dua tanda cinta Tan Bun Ann dan Siti Fatimah, yakni sebuah pohon langka yang dianggap sebagai ritus cinta mereka berdua, dan pernikahan antar dua bangsa yang berbeda bahasa dan budaya, Tiongkok dan Palembang. Tanda kedua, hadir 4 timbunan tanah, dua di antaranya cukup besar, dan dua lainnya lebih kecil. Dua yang cukup besar dipercaya sebagai makam Tan Bun Ann dan Siti Fatimah. Sedangkan dua lagi dipercaya sebagai makam prajurit setia Tan Bun Ann dan dayang Siti Fatimah. Gundukan tanah tersebut sekarang sudah dibuat menjadi makam dan nisan yang terawat hingga hari ini.
Dipercaya pula, siapa pasangan muda-mudi yang berkunjung ke pulau ini, selanjutnya kisah cinta mereka akan berlanjut sampai pernikahan. Bagi penduduk setempat, Pulau Kemaro dianggap pula sebagai pulau jodoh.
Jejak Sejarah
Zaman Kerajaan Palembang Darussalam, dibangun sebuah benteng di Pulau Kemaro yang dinamakan Benteng Tambak Bayo. Benteng inilah yang menyulitkan kolonial Belanda untuk masuk dan menguasai kerajaan Palembang Darussalam. Bahkan, sejarah mencatat, Belanda butuh waktu 10 tahun untuk merebut Benteng Tambah Bayo, dari tahun 1811 hingga 1821, itupun dengan menggunakan tipu muslihat. Faktanya, setelah benteng ini jatuh ke tangan Belanda, maka Palembang segera jatuh pula.
Meski demikian, pulau yang secara administratif masih masuk dalam wilayah Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan ini mendapatkan banyak pembangunan sejak awal dekade 60-an. Pulau tersebut mayoritas dihuni oleh etnis Tionghoa, sehingga pembangunan yang dilakukan di pulau itu semuanya bernuansa Tiongkok. Mulai dari Klenteng, Pagoda, dan sebagainya.
Itu menjadi jawaban, kenapa pulau ini ramai dikunjungi ketika perayaan Imlek dan perayaan khas etnis Tionghoa lainnya. Titik teramai kunjungan ke Pulau Kemaro adalah saat Cap Go Meh (15 hari setelah Imlek), karena saat itu berbagai pertunjukan kesenian tradisional Tionghoa akan dipertunjukkan di pulau tersebut. Di saat itu, wisatawan dari Tiongkok, Singapura, Malaysia dan tentunya dari Indonesia akan sangat ramai mengunjungi Pulau Kemaro.
Tahun 2006, dibangun pula Pagoda berlantai 6 yang kental dengan nuansa Tiongkok. Pagoda tersebut, terletak berdekatan dengan pohon cinta serta makam Tan Bun Ann dan Siti Fatimah. Ketika pertama kali menginjakkan kaki di Pulau Kemaro, Anda juga akan melihat sebuah prasasti tentang Legenda Pulau Kemaro yang dibuat oleh instansi terkait di Kota Palembang.
Cara Berkunjung ke Pulau Kemaro
Pagoda 9 lantai di Pulau Kemaro (sumber foto: Sindonews) |
Selain sarat dengan sejarah, kisah menarik, nuansa oriental dan sebagainya, pulau seluas 5 hektare ini juga memiliki pemandangan yang indah dan menyegarkan mata. Meski terhimpit kawasan industri di timur Palembang, namun ketika menyeberangi sungai menuju pulau ini, suasana langsung berubah menjadi sangat asri.
Untuk berkunjung ke pulau ini, pertama tentunya Anda musti berkunjung ke ibukota Provinsi Sumatera Selatan, Palembang. Kota yang terkenal dengan kuliner pempek ini bisa Anda datangi lewat Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II untuk jalur udara.
Ingin lebih hemat, tentu saja Anda bisa naik bus, yang harga tiketnya jauh lebih murah ketimbang tiket pesawat terbang. Apabila Anda tinggal di Pulau Sumatera, baik Aceh sampai Lampung, Anda bisa memesan tiket bus PO Yoanda Prima yang melayani jalur dari dan menuju ke Palembang dari berbagai kota di Sumatera. PO Yoanda Prima tentunya direkomendasikan karena menyajikan kenyamanan, sehingga perjalanan Anda terasa lebih menyenangkan.
Selanjutnya, ketika Anda tiba ke Palembang, Anda bisa melihat pulau tersebut ketika berada di Jembatan Ampera, ikon Kota Palembang. Meski berada di bantaran sungai Musi, namun Pulau Kemaro berada di pusat Kota Palembang. Jadi, Anda bisa berkunjung kapan saja ke pulau ini.
Untuk menyeberang, Anda bisa menyewa perahu tongkang, atau untuk lebih hemat bisa naik perahu ketek dan bisa juga dengan speedboat. Anda bisa berkunjung ke dermaga untuk menyewa perahu-perahu tersebut. Dari pinggir sungai, Anda hanya perlu waktu sekitar 30 menit saja untuk mencapai pulau tersebut bila menaiki perahu tongkang dan perahu ketek. Namun, bila Anda naik speedboat, Anda bahkan bisa mencapai pulau tersebut dalam waktu 15 menit saja.
Sedang merencanakan untuk berangkat ke Palembang? Tentunya, Pulau Kemaro harus masuk dalam daftar yang ingin Anda kunjungi di kota tersebut. (ai/pojokseni.com)