Advertisement
pojokseni.com - Bahasan dalam artikel bertajuk utama "menuju post realis" kali ini adalah Teater Absurd dan eksistensialisme, selanjutnya Teater Kejam ala Artaud. Sebelumnya, Anda bisa menyimak artikel bertema "menuju post realis" sebelumnya:
- Menuju Post Realis: Meyerhold dan Ekspresionisme Rusia
- Menuju Post Realis: Realisme, Batasan Post Realisme dan Teater Epik ala Brecth
Teater Absurd dan Eksistensialisme
Genre teater modern ini menurut Martin Esslin adalah teater yang tidak mengetengahkan wilayah spritual, tidak ada persoalan benar atau salah, tidak ada persoalan intelektual atau garis-garis petunjuk moral dan lakon-lakonnya tidak dapat menyuguhkan sebuah tragedi, yang ada melulu absurditas dan mimpi buruk.
Nada khas dari lakon-lakon absurd adalah penolakannya terhadap hal-hal metafisis. Teater absurd bertolak dari doktrin eksistensi atau adanya manusia menjadi mungkin melalui tindakan menentukan pilihan secara bebas dan merdeka, sekaligus bertanggung jawab terhadap pilihan tersebut. Tema dasar dari lakon-lakon absurd sebagaimana eksistensialisme adalah penderitaan metafisik dari absurditas dunia dan hidup manusia.
Absurd berarti irrasional, tak masuk akal, menyimpang dari logika umum. Dasar pemikiran absurd adalah pandangan bahwa dunia ini sepenuhnya netral. Kaum absurd melihat kebenaran selama ini sebagai sesuatu yang kacau, tak berbentuk dan penuh kontradisi. Kebenaran menjadi tak teratur tak logis tak pasti. Karena tak ada kebenaran objektif, maka tiap orang harus menemukan ukuran kebenarannya sendiri yang tetap absurd.
Dari tokohnya, Camus dan Sarte, agaknya penelitian ini tidak terlalu salah menduga kuat bahwa gerakan eksistensial bermula di Perancis, bahwa gerakan ini muncul pertama kali pada dekade 1940-an, menunjukkan bahwa secara konstektual, eksistensialisme adalah bagian dari suatu greget zaman tatkala manusia Perancis menggeliat dari cengkeraman Nazi Jerman. Menemukan bahwa lakon eksistensial dan absurd menyajikan pengalaman keterombangambingan dan kegamangan. Setidaknya manusia Perancis pada waktu itu dihadapkan pada dua pilihan, apakah memilih kerjasama dengan Nazi atau menolak dan melawannya.
Jelas terlihat bahwa teater Absurd muncul sebagai akibat dari kondisi dunia modern sekarang. Teater ini sebagai gerakan baru sampai pada tahap Negasi, yakni merobohkan/menolak konvensi-konvensi lama dan belum menemukan norma-norma baru bagi persoalan-persoalan modern. Namun, bagaimanapun teater Absurd telah merintis jalan untuk dilanjutkan oleh teater masa depan.
Teater Kejam dan Anthomin Arthaud
Theater of Cruelty (Teater Kejam) ini hadir sebagai penghargaan Artaud. Artaud mempergunakan kata “Cruelty” itu bukan dengan si sadisme tetapi meminta kepada kita untuk menghadapi teater itu dengan sikap lebih kasar, tanpa belas kasihan.
Definisi kekejaman Artaud sendiri, menyatakan bahwa semua seni mewujudkan dan mengintensifkan kebrutalan yang mendasari kehidupan untuk menciptakan sensasi pengalaman.
Growtosky dalam artikelnya tahun 1967 di Flourish menggambarkan tentang Arthaud bahwa ia “telah menjadi martir buat kita, sebuah bukti yang sangat jelas tentang teater sebagai terapi”. Seperti pada kasus aktor-aktor Herzog, warisan Arthaud sangat bermakna tidak pada kebenaran-kebenaran peristiwa dalam teaternya tapi karena tingkat kesahihan kenyataan. Apabila pada tragedi Yunani terdapat prinsip dimana seseorang terpilih menjadi persembahan yang juga menjadi korban memiliki kekuatan untuk menyembuhan masyarakat, maka bagi Growtoski, Artaud dengan penampilannya harus “menjadikan penyakit masyarakat sebagai dirinya.
Hal ini mengungkapkan bahwa analisis terhadap penyakit Artaud akan memberikan kepada kita pemahaman tentang penyakit masyarakat yang sebenarnya. Seperti yang ditulis Growtoski tentang Artaud. “Kekacauan dirinya adalah gambaran otentik dunia. Dengan demikian, analisis terhadap penderitaan Artaud mengungkapkan tiga kondisi mendasar tentang penyakit masyarakat: ketidakmurnian, ketenangan, ketidaktahuan, dan fragmentasi baik pada diri seseorang dan masyarakat.
Artaud mengajarkan kita suatu pelajaran yang berharga yang tak mungkin kita tolak. Pelajaran itu adalah tentang penyakit, Artaud yang malang ini sebenarnya mengidap Paranoia, semacam penyakit gila karena ketakutan atau karena kekecewaan. Peradaban bisa ditimpa penyakit schizophrenia, suatu perpecahan antara inteligensia dengan perasaan, tubuh dengan jiwa.
Masyarakat tidak bisa membiarkan Artaud untuk sakit dalam cara yang aneh. Mereka merawatnya, menyiksanya dengan electro shock, mencoba untuk menjawabnya dengan alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan yang diskursif atau serebral yaitu menempatkan penyakit masyarakat kedalam dirinya. (isi/pojokseni.com)