Advertisement
Oleh : Malkan Junaidi
Jangan petentang-petenteng membawa hadis sahih ke sana kemari untuk ngamplengi muka orang, apalagi jika kamu gak menguasai bahasa Arab dan yang kamu bawa itu hanya versi terjemahan. Bahkan jika kamu menguasai bahasa Arab, tidak serta-merta kamu layak berfatwa, kawan. Banyak pengetahuan yang harus kamu miliki sebagai pelengkap, salah satunya pengetahuan mengenai latar belakang munculnya sebuah hadis.
Kenapa?
Sebab ada hadis-hadis yang jelas kesahihannya namun tampak bertentangan satu dengan yang lain. aku kasih contoh hadis tentang puisi.
Dalam sahih muslim terdapat hadis tentang salah satu sahabat nabi yang mengikuti nabi di sebuah perjalanan (apakah naik unta atau kuda, tidak disebutkan). Nabi bertanya padanya, apakah ada puisi-puisi Umayyah bin Abi As-salt yang dia hafal. Dia menjawab, ya. Nabi kemudian memintanya melantunkan. Dia pun melantunkan satu bait. Nabi memintanya melanjutkan, dia pun melanjutkan hingga seratus bait.
Dari hadis ini tampak jelas tidak ada larangan untuk membacakan atau menyimak pembacaan puisi. Akan makin jelas jika orang tahu bahwa Umayyah bin Abi As-salt adalah penyair jahiliyah.
Namun di sahih muslim terdapat hadis lain yang menceritakan bahwa nabi berjumpa dengan seorang penyair yang melantunkan bait-bait puisinya dan dengan tanpa tedeng aling-aling beliau menunjukkan penolakan.
"Tangkap setan itu. Sungguh, memenuhi perut kalian dengan nanah lebih baik dibanding memenuhi (benak kalian) dengan puisi."
Nah, hadis mana yang akan kamu pakai untuk menentukan hukum menulis, membaca, dan menyimak pembacaan puisi? Kedua hadis tersebut sama-sama sahih namun tampak sangat bertentangan. Bagaimana akan memilihnya?
Untuk itu kamu perlu mempelajari teks terkait kedua hadis itu. Misal teks mengenai kebiasaan orang arab melantunkan puisi/syair kala bepergian dengan mengendarai unta, yang mana selain untuk melipur lelah para pengendara, pun konon untuk melipur lelah unta yang mereka naiki. Kamu perlu mempelajari teks puisi-puisi Umayyah bin Abi As-salt dalam kaitan dengan ajaran islam, adakah kesesuaian. juga kamu perlu membaca hadis-hadis yang mungkin tingkatannya di bawah sahih tentang nabi membacakan satu dua bait puisi, tentang Umar bin Khatthab yang memarahi seorang sahabat yang membacakan puisi di dekat nabi (menganggapnya sebagai ketidakpantasan) namun nabi malah membela sahabat itu. Dan seterusnya.
Setiap teks (hadis) pastilah memiliki konteks. Berlevel sahih atau di bawah sahih, orang harus berusaha memahami konteks tersebut dulunya, terlebih jika esensi teksnya tampak provokatif dalam konteks sosial sekarang.
(tulisan ini dimuat di status akun Facebook Malkan Junaidi)