Advertisement
Ketua KPU Kota Bengkulu membaca puisi dalam pembukaan pentas drama "Pinangan" Anton Chekov oleh Teater Petak Rumbia Bengkulu |
pojokseni.com - Teater Petak Rumbia Bengkulu menyuguhkan penampilan drama komedi yang disadur dari naskah Anton Chekov bertajuk Pinangan, sutradara Emong Soewandi. Pentas yang digelar pada hari Minggu (24/12/2017) pukul 21.00 WIB tersebut digelar dalam rangka sosialisasi Pemilihan Walikota-Wakil Walikota yang akan digelar di Kota Bengkulu, tahun 2018 mendatang. Naskah drama realis ala Anton Chekov berubah menjadi drama komedi yang ditujukan agar penonton yang merupakan calon pemilih pada gelaran Pilwakot tersebut bisa mengikuti pesta demokrasi tersebut, dengan menggunakan hak pilihnya demi Bengkulu yang lebih baik.
Pertunjukan ini juga menjadi sejarah bagi kesenian Bengkulu, di mana sebuah pertunjukan teater menjadi sarana untuk sosialisasi pemilu. Hal ini masih sangat langka terjadi di Bengkulu, dan diharapkan dapat dilaksanakan secara terus menerus, sehingga menjadi salah satu bentuk kepedulian seniman dalam mensukseskan program pemerintah.
Acara tersebut dibuka dengan pembacaan puisi dari Ketua KPU Kota Bengkulu, serta beberapa komisioner KPU. Bahkan, dalam drama bertajuk Pinangan tersebut, salah seorang pegawai di KPU yang merupakan anggota Teater Petak Rumbia, Zohri Junaidi juga ikut serta dalam pentas tersebut. Meski ada sejumlah kekurangan, dikarenakan kurangnya waktu persiapan dan berbagai kesalahan teknis, namun pentas tersebut mampu mengocok perut ratusan penonton yang memadati Gedung Teater Tertutup (GTT) Taman Budaya Bengkulu.
Aktor yang diturunkan oleh sutradara Emong Soewandi juga merupakan aktor-aktor muda yang masih duduk di bangku SMA dan beberapa masih tercatat sebagai mahasiswa. Hal itu menjadi nilai positif, karena proses regenerasi di grup teater tersebut terus berjalan. Meski demikian, masih terjadi inkonsistensi dalam manifestasi atau pengejawentahan tubuh dan karakter para aktor masih belum terlalu matang. Namun, karena usia yang masih belia serta masih dapat berlatih dan menambah jam terbang di atas panggung, para aktor tersebut dapat menjelma menjadi aktor-aktor kuat di Bengkulu di masa mendatang. Terutama pemeran Janilin dan Luna.
Sosialisasi Pemilu juga tidak serta merta merubah jalan cerita. Kisah Disma yang mencoba melamar Siluna, diterima dengan baik oleh Janilin, ayah Luna. Namun, dimulai dari perdebatan tentang tanah, berlanjut dengan perdebatan tentang anjing pemburu, Siluna dan Disma terlibat adu mulut hebat yang akhirnya melibatkan pula Janilin dalam pertikaian tersebut. Janilin akhirnya mengusir Disma, namun memanggil Disma kembali karena Luna menangis setelah tahu tujuan kedatangan Disma ke rumahnya adalah untuk melamar Luna. Ketika Janilin keluar dari panggung untuk mengejar Disma, saat itu sebuah adegan sosialisasi pemilu masuk ke dalam cerita. Sayangnya, pada saat itu, justru pemeran Siluna kehilangan karakternya dan hal itu bertahan hingga adegan "sosialisasi" tersebut berakhir.
Janilin kemudian masuk dan memulai adegan dari tengah-tengah penonton, menunjukkan bahwa drama komedi realis ala Chekov telah berganti menjadi sebuah drama yang mendekati farce dengan bentuk penyajian karikatural. Hal itu terbukti dari beberapa adegan yang menerobos sekat dinding imajiner realis alias the fourth wall yang biasanya diterapkan oleh Chekov. Adegan ini juga menarik, karena penonton dapat lebih jelas melihat ekspresi dua pemeran yakni Disma dan Janilin dari dekat.
Secara keseluruhan drama ini benar-benar menghibur, meski dipersiapkan dalam waktu singkat. Sutradara Emong Soewandi dengan cerdik mampu memasukkan adegan sosialisasi Pemilu tanpa merusak alur cerita juga perlu mendapat acungan jempol. Penataan artistik cukup baik, meski ada beberapa artistik yang juga tidak dimanfaatkan, serta drama juga dimulai dengan lagu daerah yang memberi warna tradisional pada pertunjukan ini. (ai/pojokseni)