Advertisement
Motif batik Parangkusumo |
pojokseni.com - Tanggal 2 Oktober diperingati sebagai hari batik. Sebab, di tanggal inilah, Batik ditetapkan UNESCO, sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity). Penetapan tanggal 2 Oktober menjadi hari batik juga dikuatkan dengan Keppres No. 33 tahun 2009.
Ada banyak kisah yang perlu diungkapkan terkait hari batik. Batik yang diperkenalkan sejak awal abad ke-17 ini awalnya dibuat dengan lilin atau malam. Proses pembuatannya tidak mudah dan memakan waktu, serta memerlukan kemahiran dari si pembuat batik. Alhasil, batik yang awalnya hanya ditulis di daun lontar atau papan rumah ini dibanderol dengan harga yang tidak murah.
Baca : Sehun Exo Perform Pakai Batik, Warganet Indonesia Heboh
Namun, keperluan terhadap batik terus meningkat. Mulai dari pakaian pegawai, anak sekolah, karyawan swasta dan lain sebagainya terus membutuhkan batik setiap tahunnya. Mengikuti perkembangan teknologi yang kian modern, batik juga berevolusi. Saat ini, muncul jenis batik printing dan cap yang biayanya lebih murah daripada menggunakan malam atau lilin.
Dilansir dari Viva, pengusaha dan kolektor Batik, Hartono Sumarsono membenarkan bahwa saat ini kain batik memang tengah populer. Meskipun begitu, teknik pembuatan batik yang diakui hanya satu yakni batik tulis yang menggunakan lilin atau malam. Pewarna juga menggunakan pewarna alami dari bahan seperti daun jati, mengkudu, nila, soga dan sebagainya. Nah, bagaimana pendapatnya Hartono Sumarsono tentang batik printing ?
"Batik printing itu bukan batik sesungguhnya, melainkan kain bercorak batik. Sebab, aplikasi motifnya tidak menggunakan malam," kata Hartono.
Baca : Irina Bokova Puji Pemanfaatan Batik Indonesia
Sementara itu, dilansir dari TribunNews, seorang pemilik galeri Batik Muria Kudus, Yuli Astuti tengah berjuang agar usahanya tidak bangkrut. Beberapa langkah yang dianggap bisa menekan biaya produksi dilakukan. Salah satunya menggunakan lilin dan malam dua kali, dengan cara mendaur ulang limbahnya.
"Ya, karena sebagian besar bahan baku batik diimpor, jadi pelemahan rupiah sangat terasa, kami melakukan efisiensi bahan baku dan daur ulang limbah," kata Yuli.
Di balik megahnya batik, dan pengakuan dunia internasional terhadap Batik, ternyata pengusaha batik di Indonesia malah terus menggeliat di tengah gelap untuk mencari cahaya. Keberadaan batik printing yang dianggap bukan batik sesungguhnya, justru ditenggarai menjadi penyebab banyak pengusaha batik, terutama batik lilin mulai megap-megap.
Baca : Warna Baru Logo Pojok Seni, Bagaimana Pendapat Anda?
Jadi, lewat momentum hari batik nasional, yuk kita mulai pakai batik. Setidaknya, ada satu saja batik lilin dari pengusaha lokal yang Anda miliki di rumah. Jangan melulu batik printing semua, meski lebih murah. Semakin maju batik, maka akan semakin terjaga dan menjadi warisan budaya untuk generasi selanjutnya di Indonesia. (ai/pojokseni)