Advertisement
pojokseni.com - Apa yang selalu teringat setiap bulan September di Indonesia? Tentunya sebuah peristiwa berdarah pada tahun 1965 yang terjadi pada tanggal 30 September. Kejadian itu kemudian diingat dengan nama G30S/PKI atau sering juga disebut Gestapu. Tahun 1982, sebuah film dibuat untuk mengenang kejadian tersebut.
Film ini menjadi salah satu film yang pernah meraih box office, karena diwajibkan oleh pemerintah saat itu. Mulai dari siswa, sampai pegawai wajib menyakksikan film senilai Rp. 800 juta yang disutradarai oleh Arifin C Noer. Film tersebut meraih box office taun 1983, dan berhenti ditayangkan pada tahun 1998. Masalah terjadi arena pada tahun 2017, TNI AD berencana untuk kembali melakukan pemutaran ulang film tersebut pada tanggal 30 September 2017 mendatang di seluruh Indonesia, mulai dari tingkat Koramil.
Pemberhentian film tersebut pada tahun 1998 disebabkan banyak hal. Hal tersebut dianggap terlalu melenceng dari sejarah yang sesungguhnya, sehingga perlu direvisi. Apa saja yang dianggap hoax dari film tersebut? Dilansir dari Tirto.id dan Detik.com beberapa adegan yang bertentangan dengan sejarah di film tersebut antara lain, adanya adegan penganiayaan jenderal yang sangat sadis, bahkan ada adegan yang tidak manusiawi seperti pemotongan alat kelamin, mencungkil mata, menyayat wajah dan lain-lain.
Beberapa hoax lainnya adalah penggambaran DN Aidit sebagai seorang perokok, lalu beberapa adegan yang dianggap mendeskriditkan TNI AU, serta penggambaran Lanud Halim Perdana Kusuma sebagai markas PKI dan penggambaran Lubang Buaya sebagai lokasi yang dekat dengan Halim Perdana Kusuma.
Tapi, masalah yang akan diangkat oleh pojokseni.com saat ini adalah tentang sebuah lagu, hasil karya seorang komposer Indonesia M. Arief pada tahun 1942. Pada awal dibuat, lagu ini ditujukan untuk memprotes tindakan Jepang terhadap Indonesia. Lagu yang merupakan bentuk perlawanan rakyat melalui sebuah karya seni. Lagu yang menceritakan pahit getirnya hidup warga Indonesia saat dijajah Jepang, sehingga banyak yang kelaparan.
Tahun 1962, duo penyanyi kenamaan Indonesia yakni Bing Slamet dan Lilis Suryani menyanyikan ulang lagu ini. Hal itu yang kemudian membuat lagu ini menjadi begitu terkenal di seantero nusantara. Sampai akhirnya lagu ini dijadikan salah satu lagu kampanye oleh PKI.
Dalam film Pengkhianatan G-30S/PKI, seorang anggota Gerwani digambarkan sedang menyanyikan lagu Genjar-Genjer ketika menyilet wajah seorang jenderal. Apa yang terjadi setelah adegan itu terjadi? Lagu Genjer-Genjer seakan ikut menjadi sebagai satu paket dengan PKI, paham komunis, seluruh anggota dan mantan anggota, juga keluarga anggota, dan latar belakang PKI, semuanya harus dibuang dari Indonesia. Ada yang dibantai dan lain sebagainya. Terlepas dari benar salah atau fakta tentang kejadian itu yang masih buram dan samar, namun lagu Genjer-Genjer ikut menjadi korban dalam kejadian ini.
Lagu tersebut bukan dibuat untuk PKI. Sepanjang tahun, rumah alm. M. Arief pencipta lagu tersebut terus diteror dan dilempari oleh orang yang tak bertanggung jawab. Kejadian itu bahkan terjadi sampai tahun 2014. Berarti, sampai 3 tahun yang lalu, tidak hanya lagunya yang jadi korban, juga penciptanya. Beruntung Bing Slamet dan Lilis Suryani tidak dilaporkan mengalami masalah pasca mempopulerkan lagu tersebut.
Anda bisa memilih untuk ikut bersama orang yang menteror lagu dan penciptanya tersebut? Atau, ikut pula bersama orang-orang yang menghembuskan isu kebangkitan PKI? Itu pilihan Anda. (ai/pojokseni)