Advertisement
Ilustrasi Bullying (sumber foto : publica-news) |
"Diam bukan solusi. Bahkan, diam berpotensi menjadi sebuah pelanggaran."
Oleh : Adhy P. Irianto
Kasus bullying di Indonesia, bisa dikatakan sudah sampai tahap akut. Seperti dirilis oleh KPAI pada tahun 2016 silam, kasus kekerasan pada anak mengalami grafik yang menurun, tapi tidak dengan kasus bullying. Beberapa informasi lainnya menyebutkan bahwa angka bullying di sekolah-sekolah cenderung meningkat. Bisa dikatakan kasus kekerasan pada anak, dilakukan oleh orang dewasa, tapi kasus bullying dilakukan oleh sesama anak-anak.
Anda tentu tidak bisa melupakan bagaimana video seorang siswi SMP dikeroyok teman-temannya, semuanya wanita hanya karena urusan "asmara"? Masalah yang terlalu awam dan tabu untuk dibicarakan anak yang bahkan belum berusia 17 tahun?
Tindakan bully yang menimpa anak-anak di bawah umur, begitu juga pelakunya. Dalam artian, korban berusia 17 tahun ke bawah. Usia tersebut sangat rentan, mudah trauma, dan akan teringat seumur hidup. Hasilnya, membuat mental anak tersebut menjadi terganggu, tertekan, menjadi seorang yang penakut yang tumbuh menjadi orang dewasa yang tidak produktif dan tidak percaya diri.
Kasus bullying terbanyak terjadi di lingkungan sekolah, bahkan waktu jam pelajaran. Perlu diingat, dari Pasal 54 UU 35/2014 disebutkan bahwa anak yang berada dalam lingkungan sekolah wajib mendapat perlindungan dari kekerasan jenis apapun. Kekerasan yang dimaksud baik dari guru, maupun rekan-rekannya satu sekolah, termasuk kekerasan fisik, psikis, seksual, verbal dan lain-lain.
Ilustrasi Bullying |
Jadi siapa yang bertanggung jawab dengan tindakan bullying di sekolah. Mau tidak mau, tentu saja beban tersebut berada di pundak gurunya. Tapi, dari pasal yang sama, disebut bahwa perlindungan tersebut tidak hanya wajib dilakukan oleh tenaga kependidikan dan guru, juga oleh masyarakat umum. Berarti, termasuk penjaga kantin, cleaning service sekolah, instruktur ekstrakurikuler dan lain sebagainya juga ikut bertanggung jawab menjaga anak-anak dari tindakan bullying.
Ingat, pasal 76C UU 35/2014 menyatakan setiap orang dilarang untuk menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Berarti, diam bukan sebuah solusi, mendiamkan juga berarti pelanggaran yang bisa terkena sanksi, loh!
Menjadi Orang Tua "Dadakan"
Apapun profesi Anda, baik berdagang di depan sekolah, tukang listrik yang kebetulan datang ke sekolah, tukang bangunan yang sedang membangun gedung sekolah, apapun itu, selama Anda berada di sebuah sekolah, maka Anda ikut bertanggung jawab untuk memberi perlindungan bagi seluruh siswa di sekolah tersebut. Setidaknya hal itu sudah tersebut dalam Undang-Undang.
Ada banyak yang bisa Anda lakukan, salah satunya menjadi orang tua dadakan bagi anak yang terancam, atau sedang menjadi korban. Misalnya, Anda pedagang sate, sedangkan Anda melihat di dekat Anda ada seorang anak yang sedang menjadi korban, maka segera mendekat dan katakan "ini anak saya" atau "ini keponakan saya, apa yang akan kalian lakukan padanya!"
Tentu saja, kemungkinan besar tindakan bullying tersebut akan berakhir saat itu. Lalu, katakan pada anak yang menjadi korban untuk melaporkan tindakan tersebut pada guru. Hal itu penting, agar si anak mendapat perlindungan lebih dari guru sehingga tidak menjadi korban di waktu lainnya.
Tapi, tindakan beberapa sekolah yang mengeluarkan anak pelaku kejahatan bullying dari sekolah rasanya tidak begitu tepat. Bisa dikatakan, hal itu terlalu terburu-buru. Memberi hukuman yang dapat memberi efek jera masih lebih baik dilakukan, ketimbang mengeluarkan seorang anak dari sekolah.
Kesimpulannya, untuk menghindari sebuah tindakan bullying, semua elemen yang terkait dengan sekolah bisa berfungsi. Jangan Anda diam, hanya karena anak tersebut tidak Anda kenal, dan Anda merasa hanya seorang yang tidak terkait dengan sekolah tersebut. Meskipun Anda hanya akan mengunjungi sekolah itu sekali seumur hidup Anda, misalnya seorang wartawan yang datang meliput kegiatan sekolah, seorang fotografer yang mengabadikan foto kegiatan sekolah, atau seorang tukang servis yang memperbaiki peralatan sekolah yang rusak, namun tidak sengaja melihat aksi bullying, maka hentikan! Untuk melindungi korban, atau melindungi diri sebagai saksi, Anda bisa menghubungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban di website resmi LPSK.
Sedangkan untuk orang tua, hindari anak Anda menyaksikan film atau sinetron bertema kekerasan. Hal itu berpotensi membuat anak Anda menjadi seorang pelaku kejahatan karena terinspirasi dari sebuah film.