Advertisement
pojokseni.com - Malam terlalu dingin malam itu. kegelapan taman budaya yang kurang pencahayaan menambah kesan kesunyian malam itu. Namun malam minggu tepatnya 8 juli kemarin, taman budaya seakan terbebas dari kesan dingin dan sunyinya.
Karena di pojok taman budaya tepatnya di café art telah berlangsung acara halal bihalal yang dicanangkan oleh seniman provinsi Bengkulu. Meskipun ada juga para pekerja dekorasi kondangan yang sedang menghiasi aula depan gedung tetater tertutup.
Itu juga hal biasa yang terjadi di taman budaya karena salah satu gedungnya di sewakan untuk acara pesta pernikahan. Dan malam minggu merupakan harinya mendekorasi.
Acara halal bihalal seniman Bengkulu, terkesan sederhana. Dicanangkan oleh pengurus café art dimulai dari pukul setengah 8 malam. Diisi oleh beberapa pertunjukan yang disuguhkan oleh para partisipan dan seniman yang hadir pada malam itu. Mulai dari penampilan musik akustik hingga pembacaan puisi. Suasana sangat hangat dikarenakan selalu ada canda dan tawa disela kegiatan selain ada pembicaraan serius perihal situasi kondisi yang ada di Provinsi Bengkulu.
Peserta jadi betah berlama-lama hingga pukul setengah 1 malam. Itupun acara masih berlangsung di acara “reggae party” dan penulis tidak tahu tepatnya acara berakhir.
Sindiran untuk buaya
Di tengah pertunjukan dan pembicaraan yang terkesan ringan, hampir selalu ada celutukan dan sindiran dari partisipan yang hadir yang berkaitan dengan kondisi yang sedikit panas di kalangan seniman pada malam itu. Dari aksi pencatutan seniman oleh perwakilan masyarakat peduli Bengkulu (MPB) yang melakukan aksi di kantor gubernur beberapa waktu lalu, hingga status seseorang yang terkesan menghina seniman.
Hal ini membuat suasana semakin hangat malam itu. Penulis sangat mengingat saat salah seorang seniman menyeletuk. Yang kebetulan sedang mengisi pertunjukan malam itu
“Bengkulu pernah dicanangkan untuk menjadi kota pelajar seperti kota jogja, namun dari hasil riset Bengkulu belum memenuhi hal tersebut. Mungkin karena di Jogja karena tidak ada buaya.”
Dan masih banyak lagi celutukan berbobot yang lahir dari lidah seniman malam itu.
Di akhir catatan penulis menggarisbawahi bahwa acara ini merupakan ajang untuk silahturahmi bagi para seniman. Dan hal ini membuktikan bahwa semangat berproses dan berkarya masih ada di kalangan seniman di Provinsi Bengkulu .
Itupun di buktikan disaat acara Bengkulu art festival dan pengecatan panggung teater terbuka yang hampir semuanya dicanangkan oleh para seniman. Sangat disayangkan jika tidak adanya bantuan dari pemerintah dari segi infrastruktur dan alat penunjang untuk mereka.
Dari segi infrastrukur memang teman budaya Bengkulu sangat butuh perbaikan , dari pencahayaan pada pelataran taman budaya hingga plafon gedung yang sampai saat ini belum diperbaiki. (its/pojokseni)