Advertisement
Penulis : Adhyra Irianto
Senja di kompleks Taman
Budaya, Bengkulu, Kamis (25/5/2017). Matahari sudah tergelincir dari
peraduannya, langit menjadi oranye. Cuaca tampak tak bersahabat, sesekali bunyi
guruh dikilau teja bersahutan di ufuk langit. Namun, tidak mengurungkan niat
sejumlah anak-anak tingkat SMA di kota itu untuk menyambangi sebuah kedai yang
terletak di kompleks Taman Budaya. Kedatangan mereka disambut oleh Edi Ahmad,
seorang pegiat seni dan sastra senior di Bengkulu. Anak-anak SMA tersebut
kemudian berbincang tentang seni, estetika, sastra dan keindahan sebuah
pertunjukan bersama pegiat seni senior tersebut.
Dengan segelas kopi,
obrolan itu menjadi jauh lebih hangat dari cuaca yang tampak mendung. Sesekali gelak
tawa menghiasi perbincangan mereka. Tentu saja, hal itu memberikan semangat
berkesenian di Bengkulu yang sebelumnya terus memudar. Sekelompok pekerja seni
terus berjuang di tengah kegetiran, tanpa perhatian, namun dengan menyisahkan
semangat menjadikan seni tetap bergeliat di Bengkulu.
Bagi penulis, hal itu
adalah salah satu peristiwa seni yang harus diapresiasi. Taman Budaya, yang
sebelumnya sepi dari penggiat sastra, sekarang terus menjadi pusat peradaban
tumbuhnya sastra di Bengkulu. Para pegiat seni sastra, teater dan seni rupa
mulai mendapat angin segar, bukan berupa uang, tapi hembusan semangat dari
generasi muda. Mulai dari siswa SD, SMP, SMA hingga mahasiswa mulai menjadikan
Taman Budaya sebagai pusat kegiatan seni dan sastra.
Sesekali, ketika penulis
menyambangi lokasi Taman Budaya pada malam hari, para pegiat seni juga terus
berdiskusi. Entah berdiskusi tentang politik, pandangan hidup, ataupun rencana
yang akan digelar dalam waktu dekat. Hasil dari diskusi perlahan terus
terlihat, mulai dari pembenahan teater terbuka (Baca : Indahnya Mural diPanggung Teater Terbuka, Taman Budaya Bengkulu), bersih-bersih Gedung Teater
Tertutup dan lain sebagainya.
Panggung Teater Terbuka yang dicat ulang oleh pegiat seni di Bengkulu. |
Namun, seperti tindakan
anak mencoba membersihkan rumah, namun tidak mendapat uang dari ibu untuk
sekedar membeli cat atau sapu yang baru. Atau, membeli pelapon baru
menggantikan yang bocor, atau sekedar membeli sekeping genteng untuk menambal
bagian genteng yang lepas. Ada beberapa kegiatan yang bisa berjalan dengan
semangat, tapi ada juga yang memerlukan lebih dari sekedar semangat. Juga butuh
bantuan dana, perhatian dan lain sebagainya.
Panggung teater terbuka
misalnya. Beberapa bulan yang lalu, keadaannya nyaris tak berbeda dengan padang
rumput. Beberapa bagian semen tempat duduk penonton sudah hancur. Beberapa
bagian keramik lantai panggung juga hancur. Bagian ganti pakaian belakang juga
masih berantakan. Tentu saja, para pegiat seni yang biasa bercokol di Taman
Budaya, dibantu dengan berbagai komunitas lainnya yang peduli dengan pusat kegiatan
seni Bengkulu tersebut sudah melakukan awal yang baik dengan memperbaiki teater
terbuka bersama-sama. Selain itu, warna-warni mural yang indah, menjadikan
panggung teater terbuka menjadi jauh lebih baik dari sebelumnya.
Apa yang dibutuhkan lagi?
Perhatian dari pemerintah. Sepertinya, pemerintah juga menyadari bahwa seni dan
budaya adalah salah satu indikator majunya suatu daerah. Bila seni dan budaya
mampu berkembang dengan baik, dan menjadi salah satu daya tarik suatu daerah,
maka akan semakin maju daerah tersebut. Pemerintah tentu tidak boleh melupakan
bagaimana bahasa Melayu diperkenalkan ke dunia melalui pantun, sajak dan puisi.
Bagaimana Pulau Belitong menjadi salah satu ikon wisata yang wajib di kunjungi
setelah novel Laskar Pelangi mendunia. Juga bagaimana Bali yang terus
mempertahankan budayanya menjadi destinasi wisata yang populer.
Tentunya, penulis tidak mengucilkan indikator lain kemajuan daerah yang juga perlu perhatian ekstra seperti pendidikan, ekonomi, kesehatan, pariwisata dan lain sebagainya.
Salah satu yang sedang
dinantikan adalah pengukuhan dari Dewan Kesenian Bengkulu. (Baca : Revitalisasi Dewan Kesenian Bengkulu Berjalan Alot). Sejak dilantik melalui tim formatur yang didukung oleh anggota DPD
RI, Eni Khairani, proses pembentukan Dewan Kesenian Bengkulu hingga saat ini
masih tanda tanya. Ada banyak seniman Bengkulu yang masih mempertanyakan bagaimana kelanjutan dari Dewan Kesenian Bengkulu ini.
Tentu saja, diperlukan percepatan proses untuk menjadikan
Dewan Kesenian Bengkulu demi menuju seni yang bermartabat, berkembang dan mampu
terus menghasilkan bibit-bibit baru.
Hal itu bukan berarti seni
tanpa Dewan Kesenian Bengkulu akan mati. Seni akan tetap hidup, seniman akan
terus mendapat tempat di hati masyarakat dan penggemar seni, sedangkan taman
budaya akan selalu menjadi tempat pulang bagi seniman di setiap daerah. Hanya
saja, Dewan Kesenian Bengkulu bila dimaksimalkan, akan menjadi orang tua,
kakak, saudara tua, atau pelindung yang baik bagi para pegiat seni di Bengkulu.