Teks La Galigo : Bahasa dan Aksara Bugis Kuno Diambang Kepunahan -->
close
Pojok Seni
23 April 2017, 4/23/2017 03:39:00 AM WIB
Terbaru 2017-04-22T20:39:13Z
ArtikelBerita

Teks La Galigo : Bahasa dan Aksara Bugis Kuno Diambang Kepunahan

Advertisement
Teks La Galigo, sumber : Historia

pojokseni.com - Teks La Galigo, menggunakan aksara yang sedikit berbeda dengan aksara Bugis dan Makassar saat ini. Teks ini merupakan salah satu aksara Bugis kuno, yang saat ini hanya tinggal sedikit orang yang mampu membacanya. Hal itu diungkapkan oleh guru besar Filologi di Universitas Hasanuddin Makassar, Nurhayati Rahman.

Seperti dilansir dari Majalah Historia, ia menceritakan dalam teks tersebut ada tiga jenis huruf Sa, mulai dari yang berbentuk satu garis miring, hingga huruf seperti lambang listrik. Sedangkan saat ini, di pelajaran aksara Bugis di sekolah setempat, hanya ada satu jenis huruf Sa dari aksara Bugis kuno yang tersisa.

Begitu juga dengan huruf Ja. Terdapat beberapa penanda yang saat ini sudah tidak adalagi dalam pelajaran Aksara Bugis di bangku sekolah. Dipaparkan oleh Nurhayati Rahman, pembentukan huruf yang baru, seperti huruf Sa yang berbentuk segiempat seperti ketupat, baru lahir pada abad ke 17 silam. Sedangkan huruf dalam teks La Galigo, sudah ditemukan abad ke 7 hingga 10, yang berarti berabad-abad lebih tua.

Aksara Bugis berjumlah 23 buah. Dari total tersebut, hanya 14 buah huruf yang memiliki penanda huruf yang mirip, sisanya jauh berbeda. Oleh karena itu, teks La Galigo berbeda cara membacanya dengan aksara yang dipelajari di Bugis dan Makassar dewasa ini.

Di Sulawesi Selatan, terang Nurhayati Rahman, hanya sedikit orang yang mampu membaca teks La Galigo tersebut. Bahkan, karena begitu sedikit, jumlah tersebut masih bisa dihitung dengan jari tangan. "Jika sudah demikian, maka bahasa lokal atau bahasa Bugis kuno, telah berada diambang kepunahan,” kata Nurhayati dilansir dari Historia.

Nurhayati memberikan contoh beberapa kata yang berada dalam teks La Galigo, namun saat ini sudah berubah bahkan tidak ada padanan lagi. Misalnya, Lalaki yang berarti laki-laki, saat ini dalam bahasa setempat berubah menjadi Urane. Sedangkan Dettia yang berarti matahari berganti menjadi mata esso. Arateng, yang berarti balok melintang di tiang rumah, saat ini sudah tidak ada kata padanan yang sama. (ai/pojokseni.com)

Ads