Advertisement
Tari Obor Tojoak Likoak (sumber foto : kupasbengkulu) |
pojokseni.com - Memadukan budaya Melayu Bengkulu dan Suku Rejang dalam satu pentas, membentuk kultur Provinsi Bengkulu yang kaya dan unik. Beberapa seniman asal Rejang dan Bengkulu, sudah mencoba memasukkan genderang tetabuhan Dol, khas penanda perang, dengan kelintang dan gong Rejang, yang lembut mengalun.
Hasilnya menarik dan menabjubkan. Dentingan kelintang dan gong yang identik dengan Tari Kejei, dibumbui semangat tabuhan Dol, menjadi satuan musik yang padu dan harmonis.
Hal itulah yang coba dilakukan oleh SMPN 1 Curup, dalam pementasan Tari Obor Tojoak Likoak, di pelataran Lapangan Setia Negara, Curup, Senin (2/5/2016) silam.
Para koreografer pertunjukan tari ini, mengerahkan ratusan penari. Sehingga hampir setengah dari lapangan Setia Negara dimanfaatkan sebagai lantai pentas. Diantara ratusan orang ini, belasan diantaranya adalah laki-laki, yang melakukan gerakan tari yang akrobatik dan cukup berbahaya, bila dilakukan oleh orang yang tidak lentur tubuhnya.
Tutup Mata
Tarian ini bertambah akrobatik, ketika para penari membawa obor, lengkap dengan bahan bakarnya, lalu sesekali menyemburkan minyak tersebut ke api.
Seperti yang diprediksi, hasilnya fantastis. Beberapa kali tepuk tangan bergemuruh dari kalangan pejabat provinsi, kabupaten dan para penonton yang terdiri dari kalangan pendidik.
Beberapa penonton bahkan sesekali menutup mata, ketika seorang perempuan melakukan atraksi ‘memanjat’ tumpukan dol, lalu menyemburkan minyak ke api. Jilatan api seperti menggelombang, sedangnya minyak menyembur kemana-mana.
Para pemusik yang juga penari, menggunakan dol sebagai medium. Namun, dari belakang dengan iringan musik Mp3, alunan denting kelintang Rejang mengalun. Paduan yang apik untuk pengiring tari kolosal dengan ratusan penari.
Sayangnya, waktu yang terlalu singkat membuat penampilan ini memiliki banyak celah. Iringan tabuhan Dol kadang keluar dari tempo, sehingga terdengar bertabrakan. Selain itu, melatih ratusan orang penari mungkin bukan hal yang mudah, sehingga tidak seluruh penari tampil optimal.
Semburan Api
Penutup tarian, ketika seorang penari naik keatas tumpukan Dol, lalu menghembuskan api. Adegan tersebut justru mengingatkan penonton akan tampilan penutup dari sebuah grup Drum Band. Hanya saja, tambahannya menggunakan api.
Kesalahan yang paling fatal adalah tidak siapnya air atau peralatan pemadam kebakaran ringan, untuk antisipasi apabila terjadi sulutan api yang diluar perkiraan. Bahkan, ketika adegan penutup, api yang disemburkan penari perempuan tersebut, justru hanya berjarak sekitar 10 centimeter lagi dari spanduk Hardiknas.
Penulis membayangkan, apabila spanduk itu terbakar, tentu para penari, pemusik, pembina tari bahkan penonton tersebut akan panik, dan memilih berlarian daripada mematikan api.
Terlepas dari itu, pertunjukan tersebut secara keseluruhan cukup baik. Usai pentas tari selesai, para penari mendapatkan penghargaan yang paling besar bagi seorang seniman, sebuah standing applause yang bergemuruh.
Oleh : Adhyra Irianto